Two.

6.3K 563 56
                                    

02

Kondisi dari gadis berambut sebahu lebih ini masih tak sadarkan diri. Aku dan dia sudah ada di rumah sakit terdekat.

Rasa dingin masih menyelimuti diriku, aku membungkus tubuh ini dengan 2 selimut. Pemberian suster yang baik hati.

Di tangan sudah ada coklat panas. Dan panas dari gelas coba ku genggam erat. Menghangatkan tubuhku.

Duduk di samping ranjangnya, memerhatikan wajah yang tampak sangat pucat.

"Apa yang membuatmu melakukan hal bodoh itu?"

Waktu sudah menunjukkan 02.43, ini sudah dini hari. Dan aku belum tidur. Masih setia menemani gadis ini.

"Kau terluka?" pertanyaan bodoh macam apa yang aku lontarkan? Tentu saja. Dia pasti teruka. Sangat.

Berusaha bunuh diri pasti beban hidupnya sangat berat. Masalahnya terlalu rumit. Gadis cantik sepertimu punya  masalah sebesar apa? Hingga rela meninggalkan semua yang ada di dunia.

Dan pada akhirnya mata ini. Baiklah, aku sudah tidak sanggup lagi untuk terus membuka mata. Dan terus tejaga. Aku merebahkan diriku di sofa samping ranjang gadis yang belum aku ketahui namanya.

_____
Siang, aku terbangun saat matahari sudah sangat jelas memperlihatkan sinarnya. otomatis ini sudah sangat telat jika harus memaksakan diri pergi ke kampus.

Aku akan menemani gadis ini, takut takut dia melakukan hal bodoh lagi. Sebab kondisinya sangat labil, bisa bahaya jika ditinggalkan sendiri.

Keluarganya tidak ada.

Aku kembali duduk disampingnya.

"Kau masih belum bangun?" ini sudah siang tapi kau belum bangun juga. Jangan terus bermimpi, kau membuatku khawatir.

--------

"Aargh" gadis itu meringis sakit saat dia sudah berhasil membuka matanya, aku memerhatikan gadis yang mungkin masih terasa pusing baginya.

"Kau sudah sadar?" dia terkejut saat mendengar suara dariku, dia melihat kesekeliling yang nampaknya sangat asing baginya.

Dan dia baru tersadar bahwa ternyata dia berada di sebuah ruangan yang sangat kental dengan bau dari ruangan ini.

"Kau siapa? Aaargh" dia mencoba bangun tadi, tapi rasa pusing masih menguasai dirinya.

"Jangan bangun dulu, kau masih pusing" aku membatu dia merebahkan kembali tubuhnya. Dia memang butuh istirahat kembali.

"Aku Chaeng. Park Chaeyoung. Kau siapa?" wajahnya terlihat seperti tidak suka.

*Chaeng pov off

Seketika, dia meronta, sepertinya dia mengabaikan rasa sakitnya.

"Kenapa aku masih hidup?" gadis ini baru menyadari bahwa dirinya masih bernafas, masih melihat, dan masih bisa sedikit bergerak. Dan tempat ini bukan tempat yang dia harapkan.

Chaeyoung hanya bisa mengerang frustrasi, tentu saja karna dirinya gadis ini masih hidup, masih bisa melihat dan berbicara cukup jelas.

Kaki tangan dan seluruh tubuhnya masih ada, hanya saja ada rasa pusing yang masih menyerang dirinya.

Gadis ini memaksakan diri untuk duduk di ranjang ini. Sedikit terhenti karna rasa peningnya mengontrol isi kepalanya. Tapi tekad kuat hanya untuk terduduknya dia kembali memaksakan diri.

Di bantu oleh Chaeyoung yang memegang lengan dan bahunya agar gadis ini tidak terjatuh kebelakang dengan keras.

"Kenapa kau menyelamatkanku?" matanya berkaca, ia menahan rasa sesak didadanya. Gadis ini menghadap pada Chaeyoung yang ada di sebelahnya.

Tatapan Chaeyoung juga menatap mata yang tersulut emosi, ada tatapan kemarahan dari matanya. Kekecewaan yang telah menghanyutkan dirinya.

Tangan gadis itu kini sudah memegang kerah Chaeyoung, mendekatkan wajahnya dengan Chaeyoung, mengguncangkan dengan sangat keras.

"Kenapa kau tidak membiarkanku mati?" suaranya terdengar pilu, kalimatnya mengandung makna dalam, yang menginginkan dirinya untuk mati.

"Bunuh aku"

"Cepat bunuh aku"

Chaeyoung membulatkan matanya saat gadis di depannya ini menyuruhnya untuk membunuh. Mata Chaeyoung memanas.

Dirinya seperti semakin dalam mengerti gadis yang tetap bersikukuh untuk mengakhiri hidupnya.

"Bunuh aku atau biarkan aku membunuh diriku sendiri" nada itu semakin lirih di iringi oleh isakan yang menyertainya. Dia semakin tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.

"TIDAK!!!" Chaeyoung menjawab cepat.

"Aku tidak akan membunuhmu dan aku tidak akan membiarkanmu membunuh dirimu sendiri"

Setelah hanya diam membisu melihat kelakuannya ini, sekarang Chaeyoung tidak bisa tinggal diam mendengar pernyataan yang menyesakkan dada.

'kalimatmu membuka lembaran yang sudah kututup'

Chaeyoung berdiri, melepaskan tangan gadis ini yang masih ada di kerahnya dengan kasar.

Tubuh gadis ini langsung saja Chaeyoung peluk. Menenggelamkan wajah gadis ini di dadanya. Tangannya mengelus lembut punggung gadis yang sudah berada didekapannya, Memberi kenyamanan agar dia bisa sedikit lebih tenang.

Tangan satunya lagi mengelus kepala dari gadis ini dan dagu Chaeyoung menempell pada kepala gadis ini.

Tangisnya semakin pecah. Dia semakin menangis dalam pelukan Chaeyoung yang di rasa nyaman. Chaeyoung membiarkan bajunya basah oleh cairan yang di hasilkan dari mata gadis ini.

"Tolong jangan bicara seperti itu"

Gadis yang belum di ketahui namanya oleh Chaeyoung seolah seperti mentransfer sedihnya pada Chaeyoung.

Air matanya jatuh juga, Chaeyoung seolah tidak kuat dengan sesuatu yang menimpa pada gadis rapuh ini.

"Mari kita bicara jika hatimu sudah sedikit lebih tenang"

_____

"Sebelumnya aku ingin bertanya, siapa namamu"

Gadis ini sudah bersandar pada sisi ranjangnya.

"Lisa, Lalisa Manoban" gadis ini kini sudah memperkenalkan namanya, Lalisa Manoban. Gadis yang berusaha membunuh dirinya sendiri. Dirinya sudah sedikit lebih tenang.

Dia sekarang sedang meminum air putih yang sudah disiapkan oleh Chaeyoung. Tenggorokannya sedikit serak ketika sudah mengeluarkan semua yang membuatnya sesak.

"Apa masih terasa pusing?" Chaeyoung bertanya karna dia melihat Lisa yang masih mengernyitkan dahinya beberapa kali. Menandakan rasa pening masih bersarang dikepalanya.

Keheningan memasuki ruang rawat Lisa. Lagi. Dalam sesaat.

Painful ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang