23
Lisa menunduk dimeja belajarnya. Pikirannya sedang kacau memikirkan permasalahan yang baru saja terjadi hari ini.
Ingin sekali Lisa melayangkan tinjuan pada apapun untuk menghilangkan rasa gemuruh dihatinya.
Rasanya ingin berteriak, kekesalan sekarang menjadi dominan menyelimuti isi kepalanya setelah mengingat 2 kejadian tadi.
Kesal. Kesal. Kesal.
Tidak bergunanya Lisa saat ini. Diremehkan oleh sikapnya sendiri dulu. Dan itu sukses membuat Lisa marah pada dirinya sendiri.
"Kau bodoh Lisa" lagi lagi, Lisa dibanjiri oleh masalalu yang menyeretnya dalam penyesalan.
Jika saja Lisa bertahan dan tetap memilih sahabatnya, Sinb, mungkin masa lalu tidak akan seburuk itu.
Akan ada seseorang yang mendengar ceritanya, membantu kesusahannya, mendorong motivasinya.
Dan yang lebih penting adalah Sinb tidak akan meninggalkan Lisa saat masalah yang diciptakan orangtuanya melanda.
Sial. Lisa benar benar merutuki nasibnya saat ini. Semua itu tidak bisa diulang.
Kata kata Jihyo selaku Eonnienya Sinb tadi seolah menampar keras hati Lisa yang kini lemah.
Sinb menjadi sangat pendiam, menutup rapat kehidupannya pada dunia luar begitu Lisa meninggalkan dirinya.
Tentu hal itu pasti berat bagi Sinb untuk berinteraksi dengan orang baru sedangkan ia sudah ketergantungan bersama Lisa.
Jihyo dari dulu ingin melabrak Lisa, tapi adiknya ini selalu melarang, Sinb selalu bilang 'jangan, kasian nanti Lisa dijauhi oleh teman temannya'
Tak habis pikir Jihyo, Sinb ingin Lisa bersamanya kembali tapi takut sesuatu diluar nalarnya terjadi. Hingga akhirnya Sinb hanya bisa menangisi kenangannya bersama Lisa.
Lisa menitihkan air mata. Jahat. Benar benar jaahat Lisa waktu itu.
Ingin meminta maaf pun Lisa sudah tak bisa, sebab Sinb sudah tidak ada didunia ini. Ia mengalami kecelakaan saat akan pergi kerumah sakit untuk mengecek kondisi tubuhnya tanpa diantar oleh Jihyo.
"Haruskah aku mati untuk bisa mengatakan maaf secara langsung padamu Sinb?"
Entah, kata mati saat ini begitu mudah diucapkan oleh Lisa. Seolah itu adalah kata biasa tanpa makna. Padahal kata itu mendalam sekali maknanya.
'bunga itu layu, dan sebentar lagi akan mati'
Dalam kalimat seperti itu saja, kata itu sedikit menyeramkan. Bagaimana jika yang telah mati adalah kehidupan?
Lisa mengepal tangannya kuat. Rasanya tidak sanggup lagi dengan semua yang pernah menimpanya.
"I want to die"
"No!"
Sedari tadi Chaeyoung sudah ada diambang pintu, ia sudah memanggil Lisa untuk makan malam, tapi Lisa tidak menjawab panggilannya.
Chaeyoung terus memperhatikan Lisa yang menunduk dengan tangan yang mengepal, sampai kalimat itu terlontar, Chaeyoung lansung menimpalnya.
Berjalan cepat pada Lisa yang sudah mendongak dengan wajah yang merah dan basah.
"Apa yang baru saja kau katakan Lisa" Chaeyoung bertanya dengan raut khawatir dan rasa cemas.
"I just wanted to die" Lisa menjawab, tak ada kata yang disembunyikan. Dan kalimatnya itu membuat Chaeyoung tak percaya.
Chaeyoung memeluk Lisa, membawa Lisa yang masih dalam posisi duduk untuk memeluk tubuhnya yang dalam posisi berdiri.
Feeling Chaeyoung sebenarnya sudah buruk sedari tadi memikirkan Lisa, apakaah bisa Lisa bertahan di kampusnya? Ternyata hasilnya seperti ini. Baru saja satu hari tapi Lisa sudah seperti ini, dan Chaeyoung tidak tega akhirnya.
"Ap kau mendapat hari buruk di hari pertamamu masuk lagi?" Lisa mengangguk dalam perut Chaeyoung, mengeratkan pelukannya pada pinggang Chaeyoung.
Sentuhan lembut pada pucuk kepalanya membuat Lisa semakin terisak. Chaeyoung menenangkan. Ia merasa bersalah, secara tidak langsung menyuruh Lisa untuk kembali pada masalalu yang sulit.
Chaeyoung melepaskan sebentar pelukan Lisa, membantu Lisa untuk berdiri. Posisi tidak mengenakkan bagi Chaeyoung, dan Chaeyoung akan membawa Lisa pada sofa yang lebih nyaman.
Setelah duduk di sofa Lisa kembali memeluk Chaeyoung agresif. Seolah pelukan lah yang benar-benar di butuhkan oleh Lisa.
"Jika ke kampus membuatmu seperti ini, kau boleh tidak pergi kesana Lisa, maafkan aku sedikit memaksamu" Chaeyoung berfikir bahwa ini memang benar karna temannya Lisa dulu.
Masih belum tau sesuatu yang begitu berat bagi Lisa.
Getaran dipunggung Lisa terasa jelas pada jemari Chaeyoung yang kini sedang mengusap punggungnya. Perlahan matanya sedikit mengabur.
Seperti ada getaran yang sama juga menyergapi tubuh Chaeyoung, ikut merasakan kesedihan yang sama dengan Lisa.
"I want to die"
Lisa terisak saat mengatakan itu lagi, ingatan buruk sedang memupuk. Meminta agar Lisa mengingat semua, merasakan kembali luka yang coba dikuburnya.
"Jangan katakan itu lagi!" berhenti. Tolong. Sedari tadi Chaeyoung mencoba untuk tidak mendengar kalimat itu, mengacuhkan apa yang Lisa ucapkan.
Tapi Lisa terus mengulanginya. Dan jika sudah sepeerti itu, berarti luka yang dirasakan Lisa begitu mendalam bahkan terasa berat. Dan ia tak mampu lagi menanggungnya.
Chaeyoung mengeratkan pelukannya. Tangisnya kini sudah tumpah. Tidak ada suara. Suaranya tersamarkan oleh tangis keras Lisa.
"Why it's so hard?"
"Kenapa masalah datang kembali saat aku baru saja membenam luka?""Apa? Apa masalanya? Apa yang membuatmu seperti ini lagi Lisa?" Chaeyoung bertanya sedikit meninggikan suaranya. Bukan marah pada Lisa tapa marah pada apapun yang membuat Lisa menjadi seperti ini kembali.
Sesuatu apa yang tidak Chaeyoung ketahui hingga Lisa seperti ini?
"Aku.. Aku meninggalkan sahabatku demi bajingan dulu. Dan sekarang dia sudah pergi. Itu semua karnaku" suaranya tercekat oleh tangisnya. Tak kuasa Lisa mengutarakan hal yang membuatnya sesak.
Chaeyoung ingin mengetahui lebih jauh lagi, tapi kondisi Lisa tidak tenang. Chaeyoung harus membuat Lisa tenang terlebih dahulu agar Lisa mudah mengutarakannya.
"Tenanglah, Lisa"
Pundak Chaeyoung benar-benar basah.
Yang dialami Lisa ☝
KAMU SEDANG MEMBACA
Painful ✓
Fiksi Remaja[√] Baiklah, pergi. Bersama luka yang dibawa mati. Bertahanlah, seseorang akan menyelamatkanmu. Hati-hati! Ada bagian 18+ Bukan yang begituan yaa maksudnya! Tapi suatu tindakannya. Jadi, bijaklah dalam memilih cerita. || FRIENDSHIP STORY ||