Pagi yang mengiringi hari ini, sinar mentari menghangatkan Moniyan, embun pagi membasahi daun tanaman, nyanyian burung menjadi lagu lagu pembuka pagi hari. Angin menusuk kulit manis dari seorang gadis bangsawan Baroque yang masih terlelap dikasurnya.
Sang gadis berputar didalam selimut membuatnya menjadi seperti kepompong. Angin pagi justru membuatnya menjadi lebih nyaman, karena ia bisa berselimutan lalu melanjutkan mimpi indanya.
"Selamat pagi, nona Guinevere." Sebuah sapaan lembut menyapa sang gadis yang ternyata bernama Guinevere.
Sang gadis membalasnya dengan sebuah dengkuran yang seharusnya tidak dilakukan oleh gadis sepertinya, yang menyapanya saja jengkel.
"Se.la.mat.pa.gi. Nona Guinevere!" Kini sapaan itu menjadi sedikit tidak lembut, bahkan si penyapa tidak segan melepas selimut yang membalut sang Puteri dan membuatnya terjatuh ke lantai.
"Waaaaa! Aduh... Duh.... Michelle! Bisakah kau membangunkanku dengan cara yang lembut?!" Sang penyapa yang ternyata bernama Michelle tidak lain adalah pelayan setianya,
"Saya sudah melakukannya tapi mungkin anda tidak sadar." Michelle merapihkan tempat tidur.
"Tentu saja!" Tukas Guinevere,
Guinevere bangkit dan berjalan menuju kursi dekat dengan jendela, disamping kursi yaitu di atas meja terdapat nampan berisi satu cangkir teh dengan sandwitch. Guinevere duduk membiarkan rambut panjangnya tertiup angin yang masuk dari jendela, menyantap sandwitch sarapannya.
"Seharusnya itu dimakan setelah anda mandi." Michelle berkacak pinggang.
"Sudah terlambat, sandwitchnya sudah tercena di perutku." Selanjutnya Guinevere menyeruput tehnya, "dari pada berdiri menatapku lebih baik kau siapkan air panas."
"Sudah terlambat, airnya sudah surut." Guinevere menatap pelayannya jengkel, "bercanda. Airnya sudah saya siapkan dengan taburan bunga violet."
Guinevere memutar bola mata, "terima kasih."
"Tuan Baroque menunggu anda di taman."
Langkahnya terhenti di depan pintu kamar mandi, manik emerald miliknya menatap bingung pelayannya. "Ada apa Ayah mencariku?"
Kedua bahu Michelle terangkat menandakan bahwa ia tak tahu, "beliau berharap anda tidak kabur."
"Untuk apa aku kabur?! Kau tidak perlu menuruti perintah si tua bangka itu, aku tidak akan kabur!" Perlahan tapi pasti, Guinevere melepas gaun tidurnya lalu mencepol rambutnya sebelum berendam.
"Baiklah, saya akan memegang perkataan anda. Saya akan siapkan gaun anda." Sahut Michelle di luar.
Kedua tangan Guinevere ia jadikan sebagai pijakan kepalanya, maniknya menatap kosong suasana Moniyan di pagi hari. Karena panggilan sang Ayah membuat pikirannya larut kemana-kemana, bahkan ia sudah menebak topik apa yang akan dibicarakan oleh Ayahnya.
"Aku benar-benar akan melepas kekuatanku, lho!"
Guinevere kembali larut dalam pikirannya, sudah keberapa kali orang tuanya memaksanya untuk menikahi seorang pria dari bangsawan Paxley demi mempererat hubungan magis mereka. Tau bagaimana bentuk wajah Paxley ini saja tidak dan seperti apa wataknya, tentu saja Guinevere menolak mentah-mentah.
"Kakak saja mendukungku kenapa mereka berdua tidak si?!" Guinevere meraih handuknya untuk mengeringkan tubuhnya lalu membalutnya.
Guinevere berjalan keluar dan mendapati pelayannya yang sudah berdiri menunggu, gaun kesukannya pun juga sudah berada di tangannya dan siap untuk dipakai.
Selesai memakai pakaian dalamnya, Guinevere memakai gaun berwarna violet kesukaannya dibantu oleh Michelle, setelah itu rambutnya ditata sedemikian rupa dengan pita yang selalu dia pakai. Hanya tinggal sentuhan terakhir, yaitu parfum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ikuti Aku! (END)
Fanfiction"Aku tidak butuh budak dingin macam dia!" Keputusan orang tuanya membuat Guinevere pusing setengah mati, rasanya belum cukup menjodohkannya dengan pria dari keluarga Paxley. Kini mereka menyewa seorang pemain biola terburuk untuk menjaganya! Apakah...