Selasa (17.24), 15 Oktober 2019
-----------------------------
Aska bersiul-siul bahagia seraya mengenakan setelan kerjanya. Bisa dibilang dia sangat bersemangat hari ini. Setelah beberapa hari melelahkan akibat proyek barunya, kini Aska punya waktu untuk bersantai. Dan waktu berharga semacam ini akan dia manfaatkan sebaik mungkin.
Senyum tertahan Aska menghiasi bibir membayangkan apa yang akan dilakukannya nanti. Dia sudah tidak sabar. Bahkan hanya sekedar membayangkan apa yang akan dilihatnya, hati Aska sudah melonjak gembira.
"Nala...," gumam Aska dengan senyum mengejeknya. "Aku penasaran bagaimana kabarmu sekarang."
Pekerjaan yang menyita waktu Aska membuat lelaki itu tak sempat melakukan hal lain. Hal lain yang dimaksudnya adalah mengawasi Nala dengan matanya sendiri. Padahal itu merupakan hiburan yang menyenangkan. Obat penatnya. Siapa sangka, kehancuran seseorang akan menjadi kebahagiaan bagi orang lain?
Usai mengenakan pakaian, Aska bergegas keluar kamar menuju ruang tamu di mana Raffi sudah menunggu sejak beberapa menit yang lalu.
"Yakin gak mau sarapan?" tanya Aska begitu ia tiba di dekat Raffi.
"Gak usah." Raffi berdiri lalu berjalan di samping Aska menuju mobilnya. "Lo keliatan seneng banget," nadanya setengah mengejek. Tahu betul apa yang membuat Aska senang.
"Gimana gak seneng? Gue mau ketemu mantan gue tersayang," dengan senyum geli, Aska mengedipkan sebelah mata pada Raffi lalu masuk ke mobil sang asisten.
Raffi terdiam sejenak sebelum turut masuk ke sisi pengemudi. "Gue sumpahin lo jatuh cinta beneran sama Nala."
Seketika tawa Aska pecah. "Lo nyumpahin gue sampe ludah lo nyembur ke puncak Monas juga itu gak mungkin terjadi."
Raffi menoleh ke arah Aska yang sedang memasang sabuk pengaman dengan sisa tawa di bibirnya. Banyak yang ingin dia katakan. Nasihat, teguran, bahkan larangan yang semuanya berhubungan dengan Nala. Tapi Raffi ragu.
"Apa?" tanya Aska bingung menyadari tatapan Raffi.
Akhirnya Raffi hanya mendesah seraya menggeleng lalu segera mengenakan sabuk pengaman dan menyalakan mesin mobil.
"Lo pengen ngomong sesuatu? Bilang aja," desak Aska yang dilanda rasa penasaran.
"Gak ada. Ujung-ujungnya lo gak bakal dengerin gue," sahut Raffi seraya mengemudikan mobilnya.
Seketika Aska mengerti. Dia duduk bersandar dengan tatapan lurus ke depan. "Kalau yang mau lo bilang ada hubungannya sama Nala, lo bener. Gak akan gue dengerin. Gue gak akan berhenti sampe dia bener-bener hancur."
Raffi hanya angkat bahu sebagai tanggapan.
***
Menjelang makan siang, Aska meregangkan tubuh dengan senyum lebar di bibir. Semua pekerjaannya sudah benar-benar beres. Hari ini dia bisa pulang lebih awal. Tapi tentu saja, dia tidak akan menghabiskan waktu berdiam diri di rumah. Masih ada hal yang lebih menyenangkan untuk dilakukan.
Klek.
Pintu ruangan Aska terbuka dan tampak Raffi memasuki ruangannya dengan kantong kertas di tangan. Lelaki itu menghampiri Aska lalu mengulurkan kantong kertas yang dibawanya yang langsung diterima Aska tanpa melihat isinya.
"Lo cuma mau makan itu?" tanya Raffi seraya mengedikkan dagu ke kantong kertas yang kini pindah ke tangan Aska.
"Iya. Lo udah makan, kan?"
Raffi mengangguk.
"Kalau gitu kita pergi sekarang." Tanpa menyembunyikan raut penuh semangatnya, Aska bergegas keluar ruangan mendahului Raffi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wounds (TAMAT)
Любовные романы[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Trauma mendalam membuat Nala Olivia harus kehilangan kemampuan berbicaranya. Dia yang semula hidup normal berubah menjadi wanita bisu akibat luka hati yang terus dipendamnya sendiri. Suatu hari, Aska Faresta-lelaki...