Senin (19.38), 28 Oktober 2019
--------------------------
Nala tertunduk di kursi belakang mobil mewah Raffi sementara Raffi dan Aska tampak berdebat di depan. Nala tak bisa menangkap dengan jelas apa yang mereka debatkan karena keduanya berbicara setengah berbisik seolah sepakat bahwa pembicaraan mereka jangan sampai terdengar Nala. Tapi posisi mereka yang terbilang dekat membuat Nala masih bisa mencuri dengar beberapa kata dan menyimpulkannya.
Aska berniat membawa Nala ke suatu tempat namun Raffi tak setuju.
Sejujurnya Nala tak terlalu peduli. Dia tidak berniat mengikuti kemauan Aska. Setelah ini dia akan pergi sejauh mungkin. Lepas dari jangkauan Aska.
Otak Nala berputar hingga kini dia benar-benar mengabaikan kedua lelaki di depan. Nala tengah berpikir keras, merancang rencana masa depannya untuk menjauh dari Aska.
"Kau tidak mau turun?"
Nala tersentak mendengar nada kesal Aska. Dia buru-buru mendongak. Seketika pipinya bersemu merah menyadari Aska sudah keluar dari mobil dan kini berdiri menunggu sambil membukakan pintu untuk Nala.
Tanpa kata Nala meraih tasnya lalu keluar dari mobil. Tatapannya langsung tertuju pada rumah mewah di depannya. Gerbangnya sangat tinggi dengan halaman bak taman kerajaan. Membuat Nala ternganga takjub karena belum pernah melihat rumah seindah dan sebesar ini dalam jarak yang sangat dekat.
"Ayo!"
DEG.
Nala terpaku. Pandangannya turun ke arah jemari Aska yang menggenggam jemarinya. Mau tak mau, memori masa lalu kembali membajir. Masa-masa indah saat Aska kerap kali menggenggam tangannya. Atau saat Nala menggelayut manja memeluk lengan Aska.
"Kau mau berdiri di sini terus?" geram Aska kesal.
Sepertinya Nala memang sengaja terus-menerus memancing amarahnya. Sedari tadi dia bersikap layaknya robot yang hanya bisa bergerak jika diperintah. Pasti Nala berharap dirinya lekas mati dengan membuatnya marah sepanjang waktu.
Bukannya menanggapi ucapan Aska, Nala malah menggeliatkan jemarinya untuk lepas dari genggaman Aska. Perbuatan Nala itu memancing senyum sinis Aska.
"Oh, jadi kau lebih suka bertingkah seperti bocah yang merajuk hingga menolak disentuh? Apa aku harus menggendongmu untuk menghibur?"
Seketika Nala berhenti meronta. Dia sadar tidak ada gunanya melawan Aska. Berusaha menghadapi lelaki itu secara langsung hanya akan membuat dirinya semakin jatuh dan terinjak.
Kau hanya perlu mengabaikannya dan berusaha mencari cara lepas darinya.
Nala menasihati diri sendiri. Meski mungkin dengan menyerah dan membiarkan dirinya berada dalam genggaman Aska akan membuatnya semakin terluka, tapi untuk saat ini itu adalah pilihan terbaik daripada mengkonfrontasi makhluk berdarah panas ini.
Nala membiarkan dirinya diseret melewati pintu kecil di sisi gerbang tinggi. Ada pos satpam di sana. Kedua satpam yang tengah berjaga langsung menyapa dengan hangat menandakan Aska bukanlah tamu yang sekedar mampir.
Berbeda dengan perlakuannya pada Nala, Aska tersenyum tipis dan membalas sapaan kedua satpam. Lalu dia menarik Nala masuk menuju beranda dengan undakan tinggi penuh tanaman hijau yang tertata cantik.
Tiba di depan pintu kembar yang membatasi bagian dalam rumah, Aska berhenti. Sejenak dia menghela napas, berharap rasa gugup di hatinya sirna.
Apa yang dirinya lakukan sekarang merupakan tindakan impulsif yang ditentang keras oleh Raffi beberapa waktu lalu. Bagaimana tidak? Kini dia membawa Nala ke rumah Mamanya. Membawa jejak masa lalu yang menyakitkan ke hadapan sang Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wounds (TAMAT)
Romansa[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Trauma mendalam membuat Nala Olivia harus kehilangan kemampuan berbicaranya. Dia yang semula hidup normal berubah menjadi wanita bisu akibat luka hati yang terus dipendamnya sendiri. Suatu hari, Aska Faresta-lelaki...