31

128K 12.6K 445
                                    

Senin (12.30), 13 April 2020

--------------------------

Setelah satu jam menyapa para karyawan dan tak satupun merupakan orang yang dicarinya, Aska mulai berpikir bahwa dirinya salah lihat waktu itu karena terlalu merindukan Nala. Mungkin wanita itu hanya mirip. Atau bahkan kejadian itu hanya bayangan Aska.

Aska sudah berniat menyudahi kegiatan ini saat mereka tiba di lantai yang lain lalu Vika berkata, "Pak, di bagian ini ada satu karyawan yang memiliki kekurangan. Dia tidak bisa bicara. Ah, bukan bisu. Lebih tepatnya tidak bisa bersuara. Tapi jangan salah. Dia cukup handal dalam pekerjaannya."

DEG.

Seketika jantung Aska melonjak gembira sekaligus penuh semangat. Meski dia terus menerus berkata bahwa kegiatan ini bukan karena dia ingin mencari keberadaan Nala melainkan sekedar bersikap sopan, tapi reaksi tubuh serta hatinya tak bisa berbohong. Dirinya memang berharap bertemu dengan Nala.

Di sana, Vika langsung mengumumkan kehadiran Aska yang membuat perhatian para karyawan terpusat pada mereka. Terdengar decak kagum yang sama sekali tidak Aska pedulikan. Dia hanya tersenyum tipis lalu mengangguk sopan sementara pandangannya terus mencari secara diam-diam.

Vika membawa Aska melewati baris-baris kubikel dan sesekali berhenti untuk berbincang sejenak dan berjabat tangan. Lalu Aska terpaku saat akhirnya pandangannya menangkap sosok yang familiar. Orang yang mengganggu tidurnya selama tiga tahun terakhir. Ah, tidak. Lebih tepatnya sejak enam tahun terakhir. Sejak Aska melihat wanita itu di bawah hujan.

"Ini Nala. Dia tidak bisa bicara tapi saya berani jamin dia sangat bisa diandalkan." Vika memperkenalkan.

Vika juga memperkenalkan pegawai yang lain namun Aska sama sekali tak mendengarkan. Hanya yang berhubungan dengan Nala yang masuk ke telinga Aska. Tapi Aska tak bisa menahan rasa kagum. Vika mengenal nama semua karyawan bahkan tahu tentang kabar mereka. Aska yang punya ingatan bagus belum tentu bisa melakukannya. Sampai-sampai Aska berpikir mungkin wanita berambut ikal itu memiliki otak robot.

"Oh ya, bagaimana kabar suamimu, Na?"

Kata "suami" terdengar bagai guntur di telinga Aska. Refleks dia menoleh ke arah Nala secara tiba-tiba dengan raut kaget sementara yang ditatap memfokuskan pandangan pada Vika. Lalu perlahan, dengan berat, tatapan Aska beralih pada jari manis Nala dan menemukan cincin di sana. Seketika hantaman nyeri melanda dadanya.

"Aku bertemu dengannya kemarin di restoran. Dia kelihatan sangat pucat. Kupikir dia sakit."

Nala menulis dengan cepat. Keahlian yang dilatihnya selama bertahun-tahun. Lalu menunjukkannya pada Vika. "Baik-baik saja. Hanya kelelahan."

"Ah, iya. Kulihat bisnisnya sangat sukses sekarang. Tolong sampaikan salamku padanya."

Sebagai tanggapan, Nala hanya mengangguk diiringi senyuman. Setelahnya Aska dan Vika kembali ke ruangan Aska atas permintaan Aska sendiri. Mendadak dia merasa lelah.

"Hmm, apa kau cukup akrab dengan suami wanita itu? Nala, kan?" Aska berusaha mengorek informasi.

"Ah, iya. Kebetulan kami berteman. Dia pemilik jaringan restoran terbesar di kota ini."

"Restoran, ya?" Aska pura-pura berpikir. "Mungkinkah namanya Noval?"

Vika tampak bersemangat. "Anda juga mengenalnya?"

"Tidak akrab. Kami hanya pernah bertemu beberapa kali." Rasa nyeri itu kembali menyengat dada Aska. Rasanya menusuk hingga tulang.

"Kalau Anda mau, siang ini kita bisa makan di restorannya."

Silent Wounds (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang