Sabtu (21.15), 04 April 2020
------------------------
Nala berbaring miring menatap wajah yang terlelap di depannya. Bibirnya membentuk senyum tertahan, menunggu dengan perasaan tak sabar sampai mata itu terbuka. Seolah merasa terganggu, mata itu mengerjap lalu perlahan terbuka.
Satu...
Dua...
"Aaaaa...!"
BRUK.
DUG!
Nala tergelak tanpa suara di atas ranjang. Tahu dengan jelas reaksi seperti ini yang akan didapatinya. Sementara itu lelaki yang dijahilinya perlahan bangun dari lantai setelah terjatuh karena berguling menjauhi Nala.
"Nala! Berapa kali aku bilang jangan masuk ke kamarku!" teriak Noval sambil mengusap kepalanya yang terantuk meja nakas.
Nala tak menghiraukan peringatan Noval. Dia terus tertawa hingga sudut matanya berair lalu duduk di tengah ranjang menatap lelaki itu.
Sudah tiga tahun mereka hidup bersama. Tapi Noval masih saja paranoid padahal pengobatan yang dijalaninya mulai membuahkan hasil. Itu tak melunturkan sikap hati-hati Noval. Dia tetap khawatir akan menularkan virus di tubuhnya pada orang lain, terutama Nala yang sekarang merupakan orang terdekatnya.
"Lihat, aku sudah bangun," gerutu Noval seraya bangkit berdiri. "Sekarang kau bisa keluar."
Nala merengut.
"Aku bukan mengusirmu. Tapi kau harus keluar karena aku mau mandi. Bukan mengusir." Noval berusaha membujuk.
Senyum geli Nala kembali pecah. Dia segera mengangguk lalu turun dari ranjang dan keluar dari kamar Noval. Cukup lama tinggal bersama membuat Noval kerap kali bisa membaca gerak tubuh dan ekspresi Nala. Mereka bahkan sering bercanda tanpa Nala harus repot menggunakan kertas untuk menyampaikan maksudnya.
Sambil bersenandung tanpa suara, Nala menuju dapur untuk menyiapkan sarapan bagi mereka berdua.
Seperti yang diucapkan Noval pada Raffi tiga tahun lalu, Noval benar-benar membawanya pergi. Hanya ke luar kota. Tapi cukup jauh dari kota yang dulu Nala tinggali. Mereka hanya sempat kembali beberapa kali untuk menyelesaikan proses perceraian Nala dengan Aska.
Sebenarnya di kota ini juga Noval tertular virus berbahaya itu lalu menjalani perawatan. Ah, ini hanya dugaan. Mengingat Noval tidak pernah menjalani kehidupan bebas dan tidak punya riwayat keluarga pengidap penyakit jenis ini, dia menduga satu-satunya kemungkinan adalah saat dia tertarik untuk mencoba membuat tato di tubuhnya.
Saat Noval memasuki dapur dengan kemeja dan celana jeans yang rapi, roti lapis buatan Nala sudah siap di atas meja. Nala memberi isyarat agar Noval sarapan lebih dulu sementara dirinya pergi ke kamar untuk mengganti pakaian.
Noval masih tetap menggeluti bidang yang sama. Bahkan jaringan cafe dan restorannya sudah semakin banyak. Sementara Nala yang tidak mau berpangku tangan saja, berhasil mendapatkan pekerjaan di bagian administrasi sebuah perusahaan.
Tentu saja ada campur tangan Noval agar dia bisa mendapat pekerjaan itu. Dia mengenal baik para petinggi perusahaan dan berhasil meyakinkan mereka agar memberi Nala kesempatan. Asal tidak berhubungan dengan berbicara ditambah pengalaman kerja Nala sebelumnya, akhirnya mereka memberi Nala kesempatan dan sama sekali tidak menyesal. Nala sangat cekatan dan selalu berusaha menyelesaikan bagiannya secepat yang dia bisa.
Usai berpakaian rapi, Nala bergabung untuk sarapan bersama Noval. Dan seolah sudah menjadi kesepakatan tak terucap di antara mereka, Noval yang mencuci peralatan bekas makan mereka lalu keduanya berangkat bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wounds (TAMAT)
Любовные романы[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Trauma mendalam membuat Nala Olivia harus kehilangan kemampuan berbicaranya. Dia yang semula hidup normal berubah menjadi wanita bisu akibat luka hati yang terus dipendamnya sendiri. Suatu hari, Aska Faresta-lelaki...