Sebelumnya aku minta maaf kalau ada yang tidak suka alur kisah ini. Mungkin karena akhirnya tidak seperti yang kalian harapkan. Mungkin ada yang akan berteriak, "Di kehidupan nyata gak mungkin ada orang semacam Nala."
Sayangnya, karakter di kisah ini terinspirasi dari kisah nyata. Alurnya amat sangat beda. Orang-orangnya pun beda. Tapi karakter Nala, sedikit banyak aku ambil dari orang itu.
Sosok seorang istri yang tak terhitung jumlahnya diselingkuhi. Sosok seorang istri yang terus disakiti. Tapi tidak seperti Nala yang pernah memilih pergi, dia tetap bertahan di samping suaminya.
Hingga tahun-tahun berlalu, hingga keduanya sama-sama telah beruban. Saat itu sang suami baru menyadari tulusnya cinta sang istri dan akhirnya, cinta itu berbalas. Tapi sayangnya, tak lama kemudian sang istri terkena stroke. Dia cuma bisa duduk di atas kursi roda. Saat itu dengan telaten sang suami menyuapi, memeluk, membersihkan tubuhnya. Dan kalian tahu? Bahkan setelah akhirnya sang istri meninggal, anak mereka pernah menyarankan pada si suami itu, "Pak, nikah lagi aja. Biar ada yang ngurus." Tapi dia tidak pernah mau. Sampai akhirnya sekarang dia juga sudah meninggal.
Jalan pikiran penulis dan pembaca jelas berbeda. Sebagai pembaca, tiap karakter akan dibandingkan dengan karakter kita sendiri. Kalau aku jadi dia... kalau aku ngalami seperti dia... kalau aku... dan kalau aku... yang lain.
Sayangnya penulis gak boleh berpikir seperti itu. Kami tidak boleh memaksa karakter itu menjadi seperti kami. Tapi kami harus berpikir andai kami adalah mereka. Andai aku adalah Nala, dengan segala sifat dan situasinya. Andai aku adalah Aska, dengan segala sifat dan situasinya. Begitu cara kami, para penulis, berpikir.
Dan aku sempat melupakan hal itu. Melupakan fakta bahwa cara berpikir kita, penulis dan pembaca, memang berbeda. Itu yang membuatku sempat down beberapa kali sepanjang menulis kisah ini. Itu yang membuatku nyaris berhenti melanjutkan kisah ini.
Aku selalu ingin menyenangkan semua orang. Aku selalu ingin menuruti keinginan semua orang. Tapi akhirnya aku sadar, apapun yang aku lakukan akan tetap ada yang tidak sesuai keinginan semua orang.
Butuh berbulan-bulan. Butuh puluhan reader yang memberikan dukungan, silih berganti mengirim pesan semangat. Butuh Kak Nai yang terus bilang, "Berhenti baca koment, Dek." Dan butuh omelan panjang dari mbakku yang bilang,
"Berhenti mikirin apa kata orang! Itu ceritamu, itu alurmu, itu karakter-karaktermu! Kamu bisa sampai titik ini karena pembacamu suka bagaimana kamu mengolah mereka. Kalau kau terus ngikuti mau semua orang, percayalah akhirnya kamu akan jatuh sendiri."
Bahkan setelah itu... masih butuh hari-hari panjang sampai akhirnya aku bisa melanjutkannya lagi.
Tapi akhirnya aku di sini, benar-benar menyelesaikan kisah yang menguras emosiku sangat dalam. Setelah ini aku akan berusaha terus ingat bahwa, cara berpikir penulis dan pembaca memang beda. Aku akan memegang fakta yang pernah kulupakan ini. Demi banyak kisah selanjutnya yang ingin kutuangkan dalam tulisan untuk menghibur kalian.
Sekali lagi maaf, aku tidak bisa memberikan semua yang kalian inginkan. Aku tidak bisa menyenangkan semua orang.
Salam penuh cinta dariku,
♥ Aya Emily ♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wounds (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Trauma mendalam membuat Nala Olivia harus kehilangan kemampuan berbicaranya. Dia yang semula hidup normal berubah menjadi wanita bisu akibat luka hati yang terus dipendamnya sendiri. Suatu hari, Aska Faresta-lelaki...