25

145K 13.1K 662
                                    

Sabtu (15.58), 29 Februari 2020

Ini hari spesial. Di tanggal ini Kingsley ultah ☺

Dia jadi tokoh cerita pertamaku yang punya tanggal lahir dan dirayakan sama pada penggemarnya, huhuhu... Mak terharu, Nak T_T

HBD Kings. Maaf Mak gak tau ini ultah yang keberapa. Intinya gak sampe 2rb tahun kok, wkwkwk....

------------------------

Nala tidak menyangka Aska menjadi orang pertama yang ditemuinya begitu tiba di rumah. Ini masih jam 2 siang, seharusnya Aska belum pulang.

Tanpa ada rasa curiga—hanya hampa yang kian mencekik—Nala terus masuk melewati ambang pintu lalu berdiri beberapa meter di belakang Aska. Lelaki itu berada di ruang tamu, seolah memang menunggu. Dia berdiri membelakangi ambang pintu dengan tangan dilipat di depan dada lalu berbalik saat menyadari Nala sudah di belakangnya.

Oh, sangat dramatis. Dan jelas dibuat-buat.

Namun kemarahan dalam mata itu bukan buatan, pikir Nala. Aska marah. Lebih tepatnya murka saat menatap Nala. Andai ini film kartun, mungkin wajah lelaki itu sudah memerah dengan kepalanya yang berasap.

"Untuk apa kau menemuinya?"

Nala mengerutkan kening, tak langsung mengerti pertanyaan Aska. Lalu kelebat ingatan di cafe menyadarkannya. Refleks dia menoleh ke belakang mencari sosok Boy yang dia yakini telah melaporkan pertemuannya dengan Noval pada Aska.

"Mencari siapa? Boy?" Aska masih berbicara dengan nada tenang palsu. Seperti pertanyaan sebelumnya. "Dia di luar. Kau ingin tahu apakah dia yang memberitahuku tentang pertemuanmu dengan tukang selingkuh itu? Jawabannya tentu saja. Dia selalu memberitahuku kau di mana dan siapa yang kau temui. Bahkan kalau perlu mengambil beberapa gambar dan merekam kegiatanmu jika menurutnya aku perlu tahu. Benar-benar pengawas sejati, kan?"

Tikaman rasa nyeri menusuk dada Nala. Jemarinya mengepal kuat. Dia ingin sekali berteriak, "Kalau Noval tukang selingkuh, lalu kau menyebut dirimu apa?" Tapi seperti biasa, dia hanya diam.

Meski Aska tahu Nala tak bisa bersuara, melihat wanita itu tak menanggapinya sedikitpun—bahkan untuk sekedar gerakan tubuh—menyulut amarahnya kian berkobar. Dengan gerakan cepat, Aska menghapus jarak di antara mereka lalu memegang kedua lengan atas Nala dan sedikit meremasnya.

"Kenapa kau menemuinya? Ingin meminta bantuan agar bisa lepas dariku?" Aska menyeringai sinis. "Sebelum dia sempat melakukan sesuatu, aku akan memastikan lebih dulu semua yang dibangunnya hancur berantakan. Asal kau tahu, dia tidak ada apa-apanya dibanding diriku. Aku bisa membuatnya jadi pengemis dalam sekejap."

Itu bukan sekedar bualan. Aska memang sanggup melakukannya. Dan dia akan melakukannya jika Nala berniat macam-macam.

Namun ancaman itu seolah tak berarti bagi Nala. Mendadak dia seolah tak bisa membayangkan gambaran yang diberikan oleh Aska. Dia seolah tak bisa berpikir. Otaknya tumpul. Hanya hatinya yang bekerja, menciptakan rasa sakit lebih banyak dan lebih banyak lagi hingga Nala hanya fokus di sana.

"Kau mengerti maksudku, kan?"

Tidak, dirinya sama sekali tak mengerti. Yang Nala pikirkan hanya, belum menikah saja Aska sering bersikap seperti ini meski lelaki itu terus mengatakan akan menebus kesalahannya di masa lalu. Entah dia sadar atau tidak, dia masih terus menyakiti Nala. Jadi, sanggupkah dirinya menghabiskan waktu lebih lama sebagai istri Aska?

Dan jawabannya sudah jelas bahkan tanpa perlu berpikir.

"Setidaknya mengangguk kalau kau mengerti," geram Aska, tak terima hanya ditatap kosong oleh Nala. Mata wanita itu balas menatapnya, tapi tampak jelas tak fokus. Pikirannya ada di tempat lain.

Silent Wounds (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang