Kamis (17.36), 07 November 2019
-----------------------------
Nala hanya diam saja mengekori Greya yang membawanya ke sebuah kamar luas. Dengan sekali perhatikan saja, Nala langsung tahu kamar siapa itu dari foto-foto dan miniatur kota Paris di meja. Nala ingat Aska sangat menyukai Paris. Dan ternyata itu bukanlah pura-pura.
"Sini," Greya terus menarik Nala lembut menuju sebuah pintu.
Nala ternganga takjub mendapati ruangan di dalamnya adalah walk in closet dengan barang-barang pribadi Aska yang ditata layaknya sebuah butik ternama.
Apa satu orang memang membutuhkan lemari seluas ini?
"Aska memang jarang pulang. Tapi Mama selalu memastikan barang-barangnya tertata rapi," jelas Greya seraya membuka satu pintu lemari kaca. "Sekarang Mama mengerti. Ternyata diam-diam dia menyembunyikan istrinya. Membuat Mama kesal saja." Terdengar nada geram Greya lalu dia menoleh ke arah Nala. "Sayang, kamu bisa simpan baju-baju kamu di sini. Atau pilih sendiri tempat manapun yang kamu suka." Dia mengibaskan tangan menunjuk sekelilingnya.
Refleks Nala mencengkeram tali tas lebih kuat. Dia menatap salah satu bilik lemari yang dibuka Greya dengan perasaan campur aduk. Haruskah dia diam saja dan mengikuti arahan Greya atau inikah saat yang tepat untuk memberitahu bahwa pernikahannya dan Aska sudah berakhir?
Tapi belum sempat membuat keputusan, mendadak Aska masuk ke ruangan itu diiringi langkah kakinya yang terasa bergema di telinga Nala seolah menguarkan ancaman.
"Ma, Nala belum sarapan."
Penjelasan Aska membuat Nala refleks berbalik menatap lelaki itu kesal.
"Hah, sungguh?" seru Greya. "Kamu itu lelaki macam apa? Bisa-bisanya kamu biarkan istri kamu kelaparan," omel Greya seraya berjalan keluar kamar.
Nala kembali menoleh ke arah Greya seraya menggerak-gerakkan tangan membuat isyarat 'tidak'. Namun Greya tak lagi melihatnya. Saat Nala hendak menyusul Greya, Aska mencengkeram sikunya dengan satu tangan sementara tangan yang lain tenggelam di saku celana.
"Cepat bereskan barang-barangmu." Nada suara Aska terdengar angkuh seraya mengedikkan dagu ke arah lemari kaca.
Nala mendongak. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia menantang mata cokelat Aska secara langsung. "Aku sudah bukan istrimu."
Salah satu alis Aska terangkat. "Kita tidak pernah bercerai. Kau pergi begitu saja malam itu."
"Tapi kita sudah berpisah sangat lama. Secara agama kita bukan lagi suami-istri."
Aska tersenyum mengejek, "Secara hukum kita masih suami-istri yang sah. Siapa yang akan peduli kita masih sah atau tidak secara agama?"
"Kau..."
Mendadak Aska menghapus jarak di antara mereka lalu menunduk hingga wajah mereka nyaris bersentuhan. "Aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan. Termasuk dirimu. Kau boleh berlari ke ujung dunia sekalipun. Tapi jika aku menginginkanmu berada dalam genggamanku, kau akan selalu berakhir di sini. Bersamaku. Suka atau tidak."
Tangan Nala yang masih berada dalam cengkeraman Aska mengepal. Lalu tanpa bisa dicegah—membuat Nala sendiri muak—setetes air matanya bergulir. Entah mengapa dia merasakan kebencian yang amat dalam di mata cokelat itu. Mata yang dulu selalu menatapnya dengan binar cinta. Apa memang seperti ini tatapan asli Aska padanya? Apa Aska seorang aktor yang sangat handal hingga bisa menyembunyikan kebenciannya dengan sangat baik atau dirinya yang terlalu bodoh?
"Kenapa... kau melakukan ini padaku?"
Sejenak Aska hanya diam. Lalu dia berkata setengah berbisik, "Karena aku ingin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Wounds (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Trauma mendalam membuat Nala Olivia harus kehilangan kemampuan berbicaranya. Dia yang semula hidup normal berubah menjadi wanita bisu akibat luka hati yang terus dipendamnya sendiri. Suatu hari, Aska Faresta-lelaki...