Bus berwarna silver bercampur biru terang itu kembali berhenti di halte dekat Gyeonggi. Beberapa penumpang berhasil masuk setelah berdesak-desakan di bawah. Sebagian dari mereka ada yang mengenakan mantel, sweater, bahkan membawa payung. Mereka berhasil membuat percikan air hujan masuk ke area depan bus.
Seorang perempuan dengan syal berwarna gelap berusaha menyeimbangkan tubuh ketika bus kembali berjalan. Sebagian badannya terlihat basah. Tidak ada kain hangat menempel di tubuh itu selain syal yang melingkar di lehernya. Gadis itu tersenyum ketika Jisoo memperhatikannya sebentar.
“Permisi ....” Tangannya memegang kursi bus di hadapan Jisoo agar tidak terjatuh. Jisoo mengangguk paham. Karena itu dia sedikit menggeser tubuhnya agar gadis tersebut bisa masuk ke dalam. “Kamsahamnida, maaf sudah merepotkan.” Ia kembali berujar ketika sudah sepenuhnya duduk di samping Jisoo.
Jisoo hanya mengangguk sembari tersenyum singkat. Dia kembali membaca buku di tangannya. Buku tentang seluk-beluk dunia medis. Walau ia sudah lulus dengan nilai terbaik sebagai seorang dokter bedah, tetapi itu tidak menghentikan tekad Jisoo untuk terus belajar.
Suara rintik hujan yang menghantam bagian atas bus terdengar menenangkan. Mobil berukuran besar ini berhenti lagi di depan ketika melihat kumpulan orang sudah berjajar rapi di halte. Setelah semua kursi kosong di bus terpenuhi, barulah sang sopir enggan mengajak kendarannya ini berhenti lagi. Bus akan terus melaju di tengah derasnya hujan menuju pemberhentian terakhir. Stasiun kota Seoul.
Gadis di sebelah Jisoo berulang kali menggosok telapak tangan. Bibirnya bahkan sedikit bergetar karena kedinginan. Hal itu berhasil mengalihkan perhatian Jisoo. Buku yang sedari tadi Jisoo baca disimpan pada kotak kecil yang berada di punggung kursi depannya. Kepala Jisoo mendongak. Ternyata AC di dalam mobil masih menyala. Dia lantas mematikan AC tersebut dan membuka mantelnya.
“Kau kedinginan, bukan?”
“Eh?” Belum sempat gadis itu mencerna perkataan Jisoo, sebuah mantel cukup tebal sudah menutupi hampir sebagian tubuhnya.
“Pakai saja. Aku tidak tega melihatmu kedinginan seperti itu.”
Jisoo kembali mengambil buku lantas membacanya ketika gadis di sebelah masih terus memberi tatapan bingung. Kendati begitu, gadis bersyal gelap itu tetap memakai mantel yang Jisoo beri. Hangat. Selagi memeluk diri sendiri, ia mengucapkan terima kasih dalam hati.
Jalanan lengang membuat mobil melaju cukup kencang. Masing-masing penumpang tengah menikmati kegiatan mereka. Mengobrol, bermain ponsel, dan tertidur pulas. Suara hujan memang salah satu lagu pengantar tidur terbaik yang pernah ada. Bus terus bergerak halus di tengah guyuran hujan. Mungkin para penumpang akan sampai lebih awal karenanya.
“Namaku Jennie. Jennie Kim,” lirih gadis di sebelah Jisoo. Sedari tadi dia tidak berhenti mencuri pandang. Senyumnya bahkan sempat mengembang keika mengamati wajah Jisoo.
Kepala Jisoo terangkat sedikit untuk menoleh. Dia memperbaiki posisi duduk lantas kembali membaca. “Aku Kim Jisoo.”
Jennie mengangguk pelan. Gadis itu pikir Jisoo akan mengajaknya bicara lebih lama untuk menghilangkan bosan, tetapi ternyata dia malah kembali asyik membaca buku. Jennie mendesah kemudian menyandarkan kepalanya di kaca mobil. Dingin. Ia terus menatap bulir hujan yang membasahi kaca jendela sembari sesekali mencuri pandang pada Jisoo.
Pukul 03.18 PM. Sudah lima belas menit sejak Jisoo menaiki mobil besar ini. Napasnya berembus pelan. Hawa dingin ternyata tidak bisa diremehkan. Baru beberapa menit Jisoo melepas mantel, udara dingin langsung saling berebut memasuki tubuh Jisoo. Menusuk hingga ke bagian terdalam badannya. Itu tentu membuat Jisoo sedikit bergidik.
Gerak tubuh Jisoo dapat ditangkap oleh ujung mata Jennie. Gadis itu menoleh dan melihat badan Jisoo bergetar pelan. “Kau kedinginan,” ujarnya bersiap melepas mantel. Namun, tangan Jisoo dengan sigap menahannya.
“Aku memang kedinginan, tapi kau lebih membutuhkan mantel itu.”
Jennie bergeming menatap Jisoo. Tangan mereka tanpa sengaja dan tanpa disadari saling bersentuhan. Jemari Jisoo berada di atas tangan Jennie yang bersiap melepas mantelnya.
“Pakai saja. Aku sudah pakai hoodie, sedangkan kau hanya mengenakan pakaian tipis dengan syal tebal.” Jisoo menarik tangannya lantas kembali membaca buku.
“Kenapa kau menyiksa dirimu sendiri dengan memberikan mantelmu padaku?”
Ucapan Jennie berhasil membuat fokus Jisoo terganggu. Ia mengembuskan napas panjang lalu menutup buku. Selera membacanya hilang seketika. Jisoo menatap Jennie setelah menyimpan buku tersebut di tempat sebelumnya. “Lalu, kenapa kau juga mau menyiksa dirimu dengan memberi mantel itu padaku?”
Bibir Jennie seketika bungkam. Pertanyaan Jisoo bisa dengan mudah membuat gadis sepertinya diam. Jennie mendengkus kasar lantas kembali menatap bulir hujan di kaca. Bibirnya dimajukan karena merasa kesal dengan Jisoo. Menyebalkan.
Mobil bus belok di pertigaan jalan dengan kacau. Tidak semulus biasanya. Mungkin karena faktor kecepatan dan genangan air hujan hingga membuat roda bus sedikit terpeleset. Satu-dua penumpang sontak memasang wajah khawatir, tetapi lebih banyak penumpang yang tak memedulikan. Mobil berjalan seperti biasa lagi.
Baru sekitar empat menit mobil kembali melaju cukup kencang, Jisoo menyadari gerakan resah sang sopir. Matanya mampu melihat bulir keringat yang jatuh meluncur di lengan sopir itu. Kaki sang sopir juga tidak berhenti menginjak pedal rem. Terus berusaha agar mobilnya berhenti. Mata Jisoo perlahan memicing.
Rem blong.
Kondektur bus beringsut pelan mendekati sopir. Jisoo bisa menangkap raut cemas di wajahnya. Lelaki berbadan cukup kurus dengan topi berawarna hitam tersebut lantas menoleh ke belakang. Ia menelan ludah sebentar sebelum menatap satu-satu para penumpang.
“Ada apa?” tanya penumpang berpakaian formal yang duduk di jajaran paling depan. Penumpang lain kontan menoleh padanya. Mobil masih melaju kencang.
Kondektur bus tersenyum canggung lalu menggeleng. Matanya masih terbelalak cemas. “T-tidak ada apa-apa. Mobil akan berhenti di depan untuk mengisi bahan bakar.”
Beberapa penumpang mulai berbisik ricuh. Bertanya-tanya apa yang terjadi. Itu membuat Jennie kembali menegapkan badan. Gadis tersebut bingung menatap sekitar.
“Ada apa, Jisoo-ssi?”
Jisoo hanya menggeleng. Ia bersiap mengambil inisiatif sebelum keadaan semakin memburuk. Jisoo cukup tahu beberapa bagian penting mobil dan tindakan pertama yang harus dilakukan jika mobil mengalami rem blong. Namun, belum sempat Jisoo berdiri sempurna, song sopir tiba-tiba membanting setir. Lelaki paruh baya itu terlampau takut hingga tidak bisa berpikiran jernih.
Semua penumpang berteriak. Berseru-seru meminta pertolongan. Jisoo berdecak kesal. Akibat jalanan licin mobil yang seharusnya jatuh justru bergoyang tidak beraturan di jalan. Jisoo kembali duduk dengan cepat. Tepat sebelum mobil jatuh berguling menghantam aspal, tangannya sudah lebih dulu merangkul kepala Jennie. Mendekap dan memeluk erat kepala gadis itu sembari meringkukkan tubuh di kursi penumpang.
Kecelakaan tidak bisa terelakkan lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVESICK
General Fiction[Kim Jisoo x Jennie Kim x Park Chaeyoung] "Don't trust love. It will tears us apart." *** Kim Jisoo, seorang dokter bedah jantung jenius keturunan Korea Utara, harus rela diberi perlakukan tidak adil di negaranya sendiri. Dia mendapat perlakuan disk...