Jisoo terkesiap begitu pintu lift terbuka. Pemandangan sepi dari basemen langsung diterima matanya. Tubuh lelaki itu sedikit meloncat karena ponselnya bergetar. Ia langsung mengambil dan menerima panggilan dari Seulgi.
“Ya! Kau di mana?! Kenapa lama sekali?”
Jisoo seketika menjauhkan ponsel dari telinga kiri. Lelaki itu mengusap kupingnya sebentar lalu meletakkan lagi ponselnya di sana.
“Jangan berteriak, Seul. Kupingku sakit.”
“Kau ada di mana, sih?!”
“Basemen.”
“Hah? Kenapa kau ke sana?! Jangan main-main, Jisoo-ya!”
Decakan halus keluar dari bibir Jisoo. Ia mengacak rambutnya kasar. “Maaf, aku kira ruangan kita ada di basemen,” ujarnya ketus sembari menekan lagi tombol di samping lift.
“Cepat ke sini!”
“Iya iya. Cerewet!” Pintu lift terbuka. Jisoo terdiam beberapa saat seraya menahan pintu itu agar tidak tertutup. “Bisakah kau menunggu di depan lift lantai enam? Aku tidak tahu di mana ruangannya.”
Seulgi mendengkus kesal. Ia mematikan sambungan secara sepihak. Senyum jahil terbentuk di wajah Jisoo. Lelaki itu menyimpan kembali ponselnya sembari memasuki lift.
“Gomawo, Seulgi-ya,” ucapnya ketika pintu lift kembali tertutup.
Jisoo menyandarkan punggung di dinding lift. Berulang kali ia mengembuskan napas untuk menenangkan perasaan. Jisoo cukup heran karena sedari tadi tidak ada orang lain yang menghentikan dan memasuki liftnya. Sampai pintu alat pengangkut itu terbuka lebar, dahi Jisoo masih mengerut sempurna.“Anyeong, dr. Kim!”
Alis Jisoo terangkat sebelah. Ia terkekeh ringan. “Di mana Seulgi?”
Bora ikut tersenyum. Mereka mulai berjalan beriringan. “Kau jahat sekali menyuruh Seulgi menjemput. Dia sedang sakit, jadi aku menawarkan diri untuk menjemputmu di sini.”
Kepala Jisoo mengangguk sekali. Bibirnya tidak lagi mengeluarkan suara selama beberapa menit ke depan. Itu tentu membuat Bora penasaran.
“Kau ternyata pendiam, dr. Kim.”
“Aniya. Jangan memanggilku seperti itu.”
Kening Bora mengerut tidak mengerti. Jisoo terkekeh sekali lagi. Mereka berbelok di perempatan lorong. Senyum Jisoo mengembang ketika bertemu beberapa perawat. Ia melambaikan tangan sembari menyapa ringan.
“Dr. Kim. Jangan memanggilku dengan sebutan itu.”
“Waeyo?”
Bahu Jisoo terangkat bersamaan. “Terlalu formal. Kau boleh memanggilku Jisoo saja jika mau, atau kalau kau tetap memaksa ingin memanggil marga, panggil aku dr. Shin. Shin Jisoo,” jelasnya sembari tersenyum menatap Bora.
Gadis itu terdiam beberapa saat. Ia cukup terpana dengan mata teduh Jisoo. “Ah, nde. Aku akan memanggilmu dr. Shin saja.” Kepalanya kembali menghadap depan. Dia sedikit menunduk. Berusaha menyembunyikan rona samar di kedua pipinya.
Mereka berbelok lagi di ujung lorong. Bora mengangkat kepala kemudian menarik pelan lengan kiri Jisoo.
“Ke sini. Ruanganmu ada di ujung sana.”
Langkah Jisoo terhenti. Alis kirinya terangkat sebelah. Ia menunjuk sebuah ruangan di lorong kecil yang terletak tidak jauh dari koridor tadi. “Di sana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVESICK
General Fiction[Kim Jisoo x Jennie Kim x Park Chaeyoung] "Don't trust love. It will tears us apart." *** Kim Jisoo, seorang dokter bedah jantung jenius keturunan Korea Utara, harus rela diberi perlakukan tidak adil di negaranya sendiri. Dia mendapat perlakuan disk...