Pertarungan Dimulai

1.8K 306 30
                                    

Seulgi mendengkus pelan ketika Jisoo duduk di hadapannya. Gadis itu bersedekap. Memasang wajah datar. "Kau dari mana saja, sih?"

"Aku tadi berkeliling sebentar. Habisnya kau lama," ujar Jisoo sembari memajukan bibir. Perhatiannya lantas tertuju pada seorang pemuda dan perempuan yang tengah duduk berhadapan di sampingnya. "Mereka perawat yang kau janjikan?"

Kepala Seulgi terangguk sekali. Ia memperbaiki posisi duduk seraya mengeratkan seragam. "Mereka Lami dan Yohan. Mahasiswa yang merangkap sebagai asisten dokter di rumah sakit ini."

Gadis dan pemuda itu tersenyum lantas membungkukkan badan. Jisoo balas melakukan hal serupa. "Mahasiswa? Kukira mereka ini perawat."

Seutas senyum simpul terpampang di wajah Lami ketika mendengar ucapan Jisoo. "Memangnya kenapa jika kami masih mahasiswa, Jisoo-ssi? Apa kau akan melakukan tindak diskriminatif pada kami?"

Alis Jisoo terangkat satu. Bibirnya hampir terbuka untuk mengatakan sesuatu. Namun belum sempat Jisoo berucap, gadis di sampingnya sudah lebih dulu berdiri. Jisoo dengan sigap ikut bangkit dan menahan lengan Lami.

"Lepas!" ujar gadis itu datar. Jisoo langsung melepas pegangannya kemudian mengangkat tangan.

"Oke-oke, maaf jika ucapanku tadi menyinggungmu. Aku tidak bermaksud."

Seulgi dan Yohan kompak menahan tawa melihat adegan dramatis tersebut. Mereka mengulum bibir sembari menahan napas agar tawanya tidak mengudara. Bersamaan dengan itu, suara guntur mulai terdengar. Lami kontan menutup mata kuat-kuat karena kilatan cahayanya terpampang jelas di depan mata.

"Kau ... takut dengan petir?"

Mata Lami terbuka lagi. Ia menggeleng berulang kali lantas kembali duduk. "Lupakan. Ayo kita lanjut pembicaraan tadi."

Kedua bahu Jisoo terangkat bersamaan. Lelaki itu ikut duduk di tempat semula. Mata teduh Jisoo terarah pada Seulgi yang masih berusaha menahan tawa. Ia berdecak kesal. "Kau tahu siapa saja anggota tim dr. Lim?"

Seulgi menghela napas sambil mengangguk. "Ada enam orang. Hangyul, Woozi, Bora Eonnie, Miyeon, Jennie, dan dr. Lim sendiri."

"Jennie?"

"Nde." Kepala Seulgi kembali terangguk. Gadis itu menyesap cokelat panasnya yang masih mengepulkan asap.

"Siapa asisten ahli bedah di tim mereka?"

"Miyeon."

"Anestesi?"

"Jennie dan Bora Eonnie. Aku tidak tahu siapa yang akan dr. Lim pakai kali ini."

Jisoo mengangguk paham. Hujan mulai menderas. Beberapa bulirnya bahkan terbawa angin hingga mengenai bagian dalam kantin. Yohan terlihat menggosok kedua tangan mencari kehangatan sementara Lami memejam beberapa kali ketika guntur kembali terdengar. Jisoo mengembuskan napas pelan lantas menatap Lami.

"Kau mengambil bagian apa?"

Kepala gadis itu mengarah pada Jisoo. "Aku spesialis anestesi, tetapi sering menjadi asisten ahli bedah ketika operasi."

"Berapa umurmu?"

Tatapan Lami sedikit meruncing. Merasa terganggu dengan pertanyaan Jisoo. Kendati begitu, dia tetap menjawab pertanyaan tersebut dengan ketus. "Dua puluh tahun."

Jisoo mengangguk sekali. Perkiraannya tepat sasaran. "Bisakah kali ini kau mengambil bagian anestesi?"

Lami terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk mantap. Jisoo tersenyum singkat.

"Kau?" tanyanya pada Yohan. Pemuda itu seketika menegakkan badan.

"Aku bisa mengambil dua peran sekaligus jika kau berkenan, Jisoo-ssi. Umurku duapuluh dua. Aku biasa memegang bagian scrub dan circulating."

LOVESICKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang