Korban Baru

1.5K 257 50
                                    

Pandangan Jisoo sedikit mengabur ketika keluar dari ruangan Limario. Lelaki itu menghentikan langkah. Menggeleng beberapa kali karena bidang pandangnya tak kunjung normal. Jennie yang berdiri di belakang sontak mengerutkan dahi. Belum sempat kebingungannya terbayar, badan Jisoo sudah lebih dulu terhuyung ke depan. Gadis itu dengan sigap menahan agar Jisoo tidak terjatuh.

“Jisoo-ssi ...,” lirih Jennie sembari berusaha menopang badan Jisoo. Ia sedikit mendongak. Menatap banyak keringat dingin memenuhi dahi lelaki itu. “Badanmu hangat. Kau sakit.”

Kepala Jisoo menggeleng pelan. Napasnya memburu kencang. Bersamaan dengan itu, pintu ruangan Limario kembali terbuka. Netra Bora sontak melebar saat melihat adegan di depan. Gadis itu segera berlari. Menarik paksa tubuh Jisoo hingga pelukannya terlepas.

Gwaenchanayo?” tanya Bora dengan raut wajah khawatir. Jisoo menggeleng. Memampang senyum tipis untuk menanggapi. Ia menarik kembali lengan kirinya yang bersandar di bahu Bora.

Gwaenchana. Aku tidak apa-apa, dr. Yoon.”

Mereka saling diam selama beberapa saat. Bora terus menatap Jisoo dengan cemas sebelum akhirnya melirik Jennie sekilas. Gadis itu masih setia bersembunyi di balik tubuh Jisoo sembari menundukkan pandangan. Napas Bora berembus pelan. Ia menunduk sebentar.

“Maafkan aku, dr. Shin.”

Senyum hangat terulas di bibir Jisoo. “Kau tidak perlu minta maaf, dr. Yoon. Semua ini bukan salahmu. Kita masih bisa menjadi teman walau tidak satu tim lagi, bukan?”

Bora tersenyum getir. Hatinya tiba-tiba terasa sakit. Gadis itu kembali menunduk dalam. Ia mengulum bibir menahan sesak. Bora sudah menganggap Jisoo lebih dari kata teman. Mendengar lelaki itu mengucapkan hal tadi berhasil membuat perasaannya runyam.

“Apa kau punya anggota cadangan, dr. Shin?” tanya Bora setelah berhasil menerima kenyataan. Ia kembali menatap Jisoo dengan senyum dipaksakan.

Jisoo menggeleng sekali. “Tidak ada, tapi mungkin dr. Moon punya. Aku akan bertanya padanya nanti.”

“Pria itu ahli bedah independen, dr. Shin. Dia tidak punya tim tetap atau anggota cadangan. Tim hanya akan diberikan padanya ketika ada jadwal operasi.” Bora memberi jeda sebentar. Entah mengapa begitu sulit baginya berbicara dengan lelaki itu sekarang. “Aku punya banyak kenalan perawat dan ahli bedah di rumah sakit ini. Mungkin mereka mau membantu jika aku yang minta. Berapa yang kau butuhkan?”

Jisoo kembali tersenyum tulus. Matanya melembut ketika menatap netra Bora. “Aku tidak ingin kau dimarahi Lim karena menolongku.”

Aniya, ini bukan masalah besar, dr. Shin.” Gadis itu menggeleng sekali. “Biarkan aku menolongmu kali ini,” lanjutnya seraya menatap Jisoo dengan tatapan memohon.

Kedua bahu Jisoo terangkat bersamaan. Napasnya berembus pelan. Lelaki itu menoleh pada Jennie sebentar lantas kembali menghadap depan. “Aku butuh tiga orang untuk mengisi bagian scrub, circulating nurse, dan ahli anestesi.”

Jennie sontak menegakkan badan. Dia mendongak menatap Jisoo dari belakang. Dahinya mengernyit tidak paham. Begitu juga dengan Bora yang tengah memberi tatapan heran. Jisoo terkekeh pelan. Ia mundur satu langkah untuk menyamakan posisinya dengan Jennie.

“Jennie akan menjadi asisten ahli bedahku hari ini.”

Bibir Jennie terbuka setengah. Dia siap mengeluarkan sanggahan jika saja Jisoo tidak menoleh padanya. Senyum lelaki itu, entah bagaimana caranya, berhasil membuat Jennie seketika bungkam.

“Aku minta tolong padamu, dr. Yoon.” Jisoo kembali melihat ke depan. “Kalau begitu, kami duluan.” Ia berbalik. Berjalan beriringan dengan Jennie menuju lift. Lelaki itu melingkarkan lengan kirinya di bahu Jennie karena merasa pening. Melihat itu, Bora kontan membuang muka. Dia tidak kuat lagi menatap adegan mesra mereka berdua.

LOVESICKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang