Limario menarik napas dalam. Bibirnya terasa nyeri ketika digerakkan. Ia menggeleng pelan karena pandangannya sedikit meremang. Semalam, lelaki itu tidak bisa tidur. Selain karena luka lebam akibat pukulan Lay, dia juga tidak bisa menenangkan pikiran. Kepalanya tengah dipenuhi banyak hal.
Kening lelaki itu kontan mengerut ketika berhenti di depan ruang kerjanya. Nama dr. Moon Joowoon terpampang di pintu berwarna putih tersebut. Limario bergegas masuk ke dalam. Kerutan di dahinya semakin bertambah saat melihat dr. Moon berada di sana.
“Oh, Limario!” seru dr. Moon begitu menyadari kehadiran Limario. Senyum liciknya seketika mengembang. Ia terkekeh pelan lantas berjalan menghampiri. “Kebetulan kau datang. Aku butuh bantuanmu.”
Dr. Moon menarik pelan lengan Limario, tetapi lelaki berwajah datar itu segera menepisnya. “Hey, santai. Aku tidak sedang mengajakmu perang,” katanya seraya mengibaskan tangan. “Ke mari, aku butuh bantuanmu.”
Pria paruh baya itu berjalan ke sisi lain ruangan. Limario mengikuti dari belakang dengan tatapan tajam. Pandangannya semakin meruncing ketika dr. Moon berhenti di depan lemari kaca besar. Banyak piagam, medali, dan penghargaan lain terpajang di sana. Itu semua milik Limario.
Seringai menyeramkan seketika muncul di wajah dr. Moon. Pria paruh baya tersebut berbalik kemudian mengudarakan tawa. Dia menatap Limario dengan tatapan meremehkan. “Apa kau bisa membantuku membuang semua rongsokan ini, dr. Li—”
Tanpa menunggu kalimat itu selesai, Limario langsung mencengkeram erat kerah jas dr. Moon. Ia mendorong keras tubuh itu ke depan. Bunyi krak terdengar setelah tubuh dr. Moon menghantam lemari kaca di belakangnya. Pria paruh baya itu mendesis. Berusaha melepaskan genggaman tangan Limario yang mencekik lehernya.
“Apa yang kaulakukan di ruanganku?” tanya Limario dengan penekanan di setiap kata. Matanya menatap nyalang netra dr. Moon. Wajah lelaki itu mengeras bersamaan dengan cengkeramannya yang semakin menguat.
“L-lepaskan!” Dr. Moon sekuat tenaga memberontak. Itu membuat lemari di belakangnya ikut bergerak. “Se-seharusnya aku yang bertanya begitu. Sedang apa kau di s-sini? Di ruanganku!” seru dr. Moon sembari mendorong keras bahu Limario.
Cengkeraman Limario terlepas. Lelaki itu mundur satu langkah. Membiarkan dr. Moon megap-megap mengambil napas. Wajah pria di depannya berubah memucat. Napas dr. Moon menderu kuat. Ia berdecih kasar ketika menatap wajah Limario lagi.
“Apa kau tidak bisa melihat, hah?!” Dr. Moon susah payah menelan salivanya. “Nama siapa yang terpampang di depan pintu? Moon Joowoon! Ini ruanganku! Bukan ruangan—eh eh eh, aish! Berhenti menggertak, sialan!” serunya lagi seraya meringkuk ketakutan. Kedua tangan dr. Moon diletakkan ke depan. Membuat perlindungan agar Limario tidak menghajarnya.
“Jangan main-main denganku,” Limario berkata datar. Tatapannya tambah menajam. Dr. Moon sedikit bergidik ngeri. Ia merasa tengah berhadapan dengan pembunuh berdarah dingin saat ini.
“Keluar dari ruanganku sekarang.”
“Mwoya?! Kau tidak bisa mengusirku dari ruangan ini!” Mata dr. Moon membulat sempurna. Ia menegakkan badan dengan ekspresi berani yang dibuat-buat. Limario mengeluarkan seringai menakutkan. Lelaki itu mendengkus pelan seraya melangkah menghampiri dr. Moon.
“Baiklah jika itu yang kaumau.” Vokal Limario berubah mengerikan. Seringai menyeramkannya masih terpampang di wajah. Itu membuat keringat dingin mulai mengalir di dahi dr. Moon. “Kau akan kubiarkan masuk ke dalam permainanku, dr. Moon.”
Netra dr. Moon semakin melebar. Ia mengerjapkan mata berulang kali saat Limario pergi. Napas pria paruh baya itu tiba-tiba tercekat. Dia menggeleng dua kali sembari berdecak kesal. “Kau pira gila! Pria gila kedua yang pernah kutemui!” teriaknya setelah Limario menutup pintu ruangan. Tubuhnya kontan melorot ke bawah. Dr. Moon mengacak rambutnya kasar lalu kembali berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVESICK
Ficção Geral[Kim Jisoo x Jennie Kim x Park Chaeyoung] "Don't trust love. It will tears us apart." *** Kim Jisoo, seorang dokter bedah jantung jenius keturunan Korea Utara, harus rela diberi perlakukan tidak adil di negaranya sendiri. Dia mendapat perlakuan disk...