Kepala Rose bergerak ke kiri dan kanan. Ia merasa terusik karena sesuatu mengganggu hidungnya. Rose melenguh pelan sembari meregangkan badan. Gadis itu berdecak kesal lantas membuka mata.
“Eonnie?” Rose langsung mengerutkan kening ketika melihat Seulgi tengah jongkok sembari memegang bulu kemonceng di depannya.
“Hah, susah sekali membangunkanmu, Rose.” Seulgi berdiri. Jemarinya menggosok hidung berulang kali selagi meletakkan bulu kemoceng di atas meja. Gadis itu bersin sekali lalu ikut duduk di sebelah Rose yang kini tengah mengedarkan pandangan.
“Jisoo mana?”
Seulgi menggeleng seraya menutup mata. Bibirnya terbuka lebar sebelum bersin sekali lagi. Rose seketika menahan napas. Dia meringis jijik menatap gadis di sebelahnya.
“Jisoo ada di dapur.” Tangan Seulgi terulur ke depan. Gadis itu mengambil beberapa lembar tisu untuk membuang lendir di hidung dalam satu embusan napas. “Hah! Ini semua gara—”
“Aku ke belakang dulu, Eonnie!”
Belum sempat Seulgi menyelesaikan ucapan, Rose sudah lebih dulu berdiri. Ia berlari menuju dapur tanpa memedeulikan Seulgi. Itu tentu membuat gadis bermata monolid tersebut berdecak sebal.
“Ya! Kau dan Jisoo tidak ada bedanya, Rosie!” Seulgi menahan napas agar tidak bersin lagi. “Sama-sama—hatchi! Huh, sama-sama menyebalkan!”
Tubuh Rose berhenti tepat di daun pintu. Senyum gadis itu terukir saat melihat Jisoo tengah bergelut dengan peralatan dapur di depannya. Tanpa menunggu lebih lama, Rose segera memeluk punggung lelaki itu. Menenggelamkan kepalanya di sana. Nyaman. Jisoo sedikit meringis karena lengan Rose tidak sengaja menyentuh luka jahitnya.
“Bogoshipo.”
Kedua sudut bibir Jisoo otomatis terangkat. Rasa perih di lengan kanannya mendadak hilang. “Kau sudah bangun?” tanyanya sembari mengusap lembut pergelangan tangan Rose.
“Kemarin ke mana? Kenapa tidak mengangkat teleponku?”
Mendengar nada sedih di suara kekasihnya membuat Jisoo langsung mematikan kompor. Ia berbalik tanpa melepas pelukan Rose. Tangan lelaki itu mengusap pelan pucuk kepala sang kekasih yang kini tengah mendongak menatapnya.
“Mianhae. Kemarin ponselku mati.”
“Aku mengkhawatirkanmu.”
Bibir Rose maju ke depan. Tatapannya berubah sendu. Jisoo tahu jika gadis itu tengah merajuk. Ia sontak memberi kecupan singkat di bibir. Itu berhasil membuat Rose tersenyum malu. Rona semu kemerahan terpampang indah di kedua pipi tembamnya.
“Aku punya kabar bahagia.”
“Kabar apa?”
Jisoo memasang senyum simpul menyebalkan. Itu membuat dahi Rose mengernyit ringan. Tanpa aba-aba apa pun, Jisoo seketika mengangkat badan Rose ke atas. Gadis itu berteriak kencang seraya memukul-mukul pundak Jisoo. Merasa terkejut.
“Ya! Turunkan aku, Jisoo-ya!”
Bukan Jisoo namanya jika langsung menuruti permintaan Rose. Lelaki itu justru membawa gadisnya mengelilingi meja makan walau lengan kanannya kini berdenyut hebat.
“Kau bahagia bersamaku, hm?” tanya Jisoo setelah mendudukan Rose di atas meja makan. Dia terkekeh sembari mengatur napasnya yang menderu kencang.
Satu jitakan mendarat sempurna di dahi Jisoo. Lelaki itu meringis pelan. “Pertanyaan macam apa itu, hah? Jika aku tidak bahagia bersamamu, aku sudah dari dulu pergi dari sini, Jisoo-ya!”
Senyum Jisoo mengembang. Ia terkekeh sekali lagi. “Aku berhasil membuatmu bahagia berarti, karena berat badanmu bertambah drastis. Kau berat, Rosie—aw! Hahaha.”
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVESICK
Ficción General[Kim Jisoo x Jennie Kim x Park Chaeyoung] "Don't trust love. It will tears us apart." *** Kim Jisoo, seorang dokter bedah jantung jenius keturunan Korea Utara, harus rela diberi perlakukan tidak adil di negaranya sendiri. Dia mendapat perlakuan disk...