Pasien Istimewa

1.7K 286 65
                                    

Motor Seulgi berhenti di ujung basemen. Jisoo sengaja memarkirnya di sana agar dekat dengan lift. Pagi ini hanya Jisoo yang datang ke rumah sakit. Ia memaksakan diri mengendarai motor walau lengannya belum sembuh sempurna.

Decakan halus keluar dari bibir Jisoo ketika membuka helm. Luka jahitnya berdenyut hebat. Lelaki itu mendesis keras merasakan perih menjalari seluruh bagian tangannya.

“Huaaa sakit sekali!” teriak Jisoo sekuat tenaga untuk melampiaskan rasa sakit. Beruntung pagi ini basemen sepi pengunjung. Hanya ada tiga mobil dan lima motor terparkir di sana.

Jisoo bangkit dari motor setelah menggantung helm di kaca spion. Dia kemudian merentangkan tangan secara perlahan. Tangan kirinya melepas jaket kulit di tubuh pelan-pelan. Bibir Jisoo kembali mengaduh ketika lengan kanannya tidak sengaja tertarik saat melepas jaket.

Alhasil, nyeri dari luka jahit itu terasa lagi. Jisoo benar-benar tersiksa. Rasa ngilu dan pedih sangat terasa nyata. Lelaki itu merutuk dalam hati. Dia tidak mau lagi mengendarai motor walau disuruh oleh Rosie. Lebih baik mendapat amukan gadis itu daripada tersiksa sepanjang hari seperti ini.

Napas Jisoo berembus panjang. Ia membuka jok motor lalu menyimpan jaket tadi di sana. Jisoo melangkah gontai menuju lift. Bibirnya dimajukan beberapa senti. Pagi ini benar-benar menyiksa dirinya.

Lift berdenting pelan. Jisoo keluar dengan napas berembus lagi. Lorong lobi terlihat ramai. Sangat berbeda dengan suasana di basemen tadi. Lelaki itu melangkah lambat menuju meja resepsionis. Ia ikut mengantre untuk berbicara dengan Yerin.

Nyeong-an, Yerin-ah,” sapanya sembari meringis. Seorang kakek tidak sengaja menyenggol lengannya ketika berbalik.

Anyeong, dr. Kim. Ada yang bisa kubantu?”

Jisoo tersenyum miris. Tangan kirinya menggenggam halus pundak kanan yang masih berdenyut kencang.

“Jangan panggil aku Kim, Yerin-ah. Shin Jisoo. Panggil aku begitu.”

Alis Yerin sontak memendek. Kendati begitu dia tetap mengangguk paham. “Ada yang bisa kubantu, dr. Shin?” ulangnya seraya tersenyum.

Lengan kanan Jisoo dinaikkan sedikit. Ia meringis sekali lagi. Jisoo maju satu langkah dan bersandar di meja resepsionis. Mata teduhnya menatap lurus ke depan.

“Bagaimana caranya agar Seulgi tetap digaji walau tidak masuk kerja?”

“Eh?” Yerin mengernyit tidak paham. Sementara itu antrean di belakang Jisoo mulai memanjang.

“Seulgi demam. Panasnya tidak turun dari tadi malam,” jelas Jisoo seraya menghela napas. Kepala Yerin mengangguk paham. Gadis itu ber-oh ria sembari mengambil buku catatan kecil.

“Apa kau bawa surat dokternya?”

Nde, aku membawanya.” Jisoo meraba saku celana. Dia mengeluarkan sebuah kertas putih yang dilipat menjadi dua bagian. Yerin segera membuka kertas itu dan membacanya. Segaris senyum menawan muncul di wajah mungil gadis itu beberapa saat kemudian.

“Kim Jisoo? Kau yang membuat surat ini?”

Jisoo mengangguk polos. “Aku dokter, jadi tidak ada salahnya ‘kan membuatkan Seulgi surat dokter? Aku juga punya klinik. Seulgi menjadi pasienku kemarin.”

Kekehan pelan terdengar mengalun lembut dari bibir Yerin. Gadis itu mengangguk sembari menyimpan suratnya di dalam buku catatan. “Nanti aku akan memberitahu Nyonya Choi jika Seulgi Eonnie sedang sakit.”

“Ah, nde. Gomawo, Yerin-ah. Maaf sudah merepotkanmu.”

Senyum Jisoo muncul di wajah. Yerin membalas senyum itu. Jisoo segera menyingkir dari barisan kemudian membungkuk meminta maaf karena terlalu lama. Ia segera berjalan lagi menuju lift sembari mengembuskan napas. Lukanya benar-benar tidak bisa diajak kompromi.

LOVESICKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang