Netra teduh Jisoo perlahan terbuka. Ia pelan-pelan mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke mata. Manik mata lelaki itu enggan berhenti mengamati sekitar. Berusaha mencari seseorang yang ia harapkan ada di sana sekarang. Bibirnya sedikit bergerak. Berupaya mengucapkan sebuah nama yang berhasil membuatnya terbangun dari tidur panjang.
“Rosie ....”
Suara lemah Jisoo berhasil didengar jelas oleh perawat. Gadis itu dengan sigap menoleh. Senyum manisnya mengembang ketika melihat Jisoo sudah sepenuhnya sadar. “Syukurlah kau sudah bangun, dr. Shin,” ujarnya sembari menurunkan berkas kesehatan yang sedari tadi digenggam.
“Di mana Rosie?” Suara Jisoo terdengar begitu serak. Ia berdeham sekali lantas menoleh dengan perlahan. Tubuhnya masih sulit digerakkan.
Perawat tadi kembali menatap Jisoo setelah memeriksa patient monitor. Bibir gadis itu masih setia memajang senyum hangat. “Nona Park sedang keluar. Dia tadi bilang ingin membeli makanan. Sebentar lagi dia pasti datang.”
Helaan napas Jisoo terdengar rendah. Ia kembali menghadap depan sembari memejamkan mata sebentar. Ada sedikit rasa ngilu menjalar di sekitar punggung kanan. Itu membuatnya merasa tidak nyaman. “Sudah berapa lama aku di sini?”
“Sekitar tiga hari, dr. Shin.”
Kelopak mata Jisoo terbuka lagi. Kepalanya kembali menoleh ke samping. Dia melihat badge nama di seragam si perawat kemudian menatap wajahnya lekat-lekat. “Bisakah kau membantuku duduk, Arin-ssi?”
Dahi Arin langsung mengerut ketika mendengar permintaan Jisoo. “Kau belum boleh duduk, dr. Shin. Luka di punggungmu bisa jadi belum sembuh. Itu akan memperburuk kesehatanmu.”
“Jebal ....” Jisoo sengaja memajukan bibir dan memasang aegyo agar Arin luluh. “Badanku pegal karena terus berbaring di sini, Arin-ssi. Aku ingin duduk sebentar saja. Kumohon ....”
Arin menggeleng tegas. “Tidak boleh.”
“Kau tinggal memberiku obat pereda nyeri nanti.”
“Tidak ada obat pereda nyeri di sini.”
“Kau bisa mengambilnya di ruang obat.”
“Sirheo, aku sedang sibuk.” Kepala Arin menggeleng lagi. Ia kini tengah memeriksa ulang berkas kesehatan Jisoo tanpa memedulikannya. Itu tentu membuat Jisoo mendengkus frustrasi.
“Ya, Arin-ssi! Kenapa kau keras kepala sekali?” celetuk Jisoo sembari menarik napas dalam. Dadanya sedikit terasa nyeri. “Kau sangat mirip Seulgi jika begini,” lanjutnya dengan suara pelan karena takut Arin mendengar.
“Kau juga kenapa cerewet sekali, hm?” Arin mendengkus kasar sembari memberi tatapan malas. Ia maju satu langkah lalu mencondongkan tubuh. Tangan kiri Arin menekan bagian depan badan Jisoo setelah meliriknya sebentar. Itu sontak membuat Jisoo berteriak kesakitan. Napas lelaki itu memburu hebat. Jisoo meringis menahan rasa ngilu yang tiba-tiba muncul di sekitar dada. “Lihat, dadamu saja masih mengalami trauma akibat luka tembak kemarin. Bagaimana kau mau duduk jika seperti ini? Merepotkan.”
“Kau ini sebenarnya perawat atau psikopat, sih? Aku bisa mati muda jika terus dirawat olehmu, Arin-ssi.” Jisoo berusaha menetralkan deru napas sembari mencengkeram pelan dada kanannya. “Benar-benar mirip Seulgi.”
“Omong-omong Seulgi Eonnie yang memberitahuku untuk bersikap seperti ini saat menghadapimu,” kata Arin setelah selesai melengkapi data Jisoo di dalam berkas kesehatan. Ia tersenyum lebar sampai memunculkan eye smile yang membuat Jisoo bergidik ngeri. “Baiklah kalau begitu aku akan kembali lagi nanti sore. Oh iya, aku juga akan memberitahu Nona Park dan dr. Jennie kalau kau sudah siuman agar mereka bisa segera ke mari.”
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVESICK
General Fiction[Kim Jisoo x Jennie Kim x Park Chaeyoung] "Don't trust love. It will tears us apart." *** Kim Jisoo, seorang dokter bedah jantung jenius keturunan Korea Utara, harus rela diberi perlakukan tidak adil di negaranya sendiri. Dia mendapat perlakuan disk...