bagian 5

2.9K 134 7
                                    

         Hari ini Riri sibuk dengan Alena,tampak kelelahan sekali ia menggendong Alena, "biarkan aku gendong Alena."Ucapku setelah membelikan obat Alena.

         "Gak apa-apa mas,sudah hampir tidur." Riri berkata pelan,ia tak ingin Alena mendengar suaranya keras,agar lekas tidur.

         "Baiklah, tidurkan saja dirumah ini,dikamarmu tidak ada AC."

         Riri menoleh kearahku ,tampak ia terkejut dengan kata-kataku.

         Selama ini Riri memang masih tinggal dirumah lamaku,namun ia tetap memasakkan aku,Alena juga tidur dengannya.

         "Sementara aku biar tidur di kamar tamu saja."Ucapku agar Riri tak gusar dan mengira aku berpikir mesum.

         Riri mengangguk,tampak Alena tidur dalam gendongannya.

        "Aku siapkan dulu  kamarku,biarkan dia tidur di ranjang,boks nya gak usah dibawa kekamar."Aku berkata pelan lalu segera masuk ke kamar meninggalkan Riri dan Alena di ruang tamu.

        Beberapa menit kemudian,setelah ku tata bantal dan guling agar Alena tidak sampai jatuh, tak lupa kuatur AC agar tidak terlalu dingin.

        "Sudah ,Ri ."Aku berkata pada Riri.

        Ia pun berjalan sambil menggendong Alena menuju kamarku,ketika masuki pintu kamarku,kulihat ia tampak ragu."Masuklah,aku mengijinkan."Kataku,lalu Riri melanjutkan masuk.

        Akupun menguntit dibelakangnya,aku membantu menaruh Alena di kasur. Ketika ku raih tubuh Alena dr gendongan Riri ,pandangan kami bertemu, ada desiran aneh dalam hatiku.

        Aku mencoba menepis,aku tak ingin terlarut,"aku keluar dulu."Ucapku sambil menaruh Alena dikasur,lalu aku keluar kamar.

        Riri masih menata guling dan selimut Alena. Kulihat dari luar kamar,Riri menepuk-nepuk pantat Alena dengan lembut.
        Tampak ia sangat menyayangi Alena,ia terlihat menganggap Alena sebagai anak kandungnya.
        Kamu sangat telaten mengurus Alena,seakan-akan ia puterimu. Batinku sambil melihat Alena dan Riri dari pintu kamar.
        Namun sialnya Riri melihat aku yang sedang mencuri pandang.Aku segera pergi ke dapur, aku tak mau tampak malu didepan Riri.
       
        Aku membuka kulkas dan meneguk air dingin, aku benar-benar mwrasa gugup.
         "Alena sudah tidur." Tiba-tiba suara Riri di dapur.
         Aku meletakkan gelasku.
         Riri kini ada disampingku,ia pagi ini menegenakan daster lama Karin,rambut panjangnya diikat asal namun tetap terlihat cantik.
         "Terima kasih ya Ri,kamu uda mau merawat Alena dengan baik." Ucapku sambil menatapnya.
         Ah..entahlah,kenapa aku sangat ingin menatap wajah Riri.

         Riri tersenyum,ia pun menatapku,"semua ini gak ada apa-apanya dibanding kebaikan kalian padaku mas." senyumnya kini berganti dengan wajah sendu.

         Ya Tuhan,senyum ini.
         "Sudahlah,semuanya uda terjadi,ini sudah takdir." Ucapku tak ingin membuatnya merasa bersalah terus,karena aku yakin dia pasti akan menangis jika membahas masalah ini.
         "Aku merasa bersalah dengan kalian." Suara Riri terdengar lirih,ia pun menunduk."Selain itu,aku juga merindukan anakku yang tiada."Dan kali ini suara Riri diiringi isakan.
         Aku memeluk Riri,secara refleks aku ingin menenangkannya,"sudahlah,,jangan bersedih."Aku mendekap Riri dalam pelukku.
         Sejenak Riri hanya mematung,tangisnya makin pecah saat dipelukku.
         "Maafkan aku Mas,aku selalu merepotkanmu."Ucap Riri dalam dekapku.
         "Ssstsss..."Aku merasakan kenyamanan saat memeluknya,dan kali ini aku merasakan ,tangan Riri pun memeluk tubuhku.
         Lalu aku melepas pelukku,aku menghapus air mata dipipi kerabat istriku ini. Ah,entahlah aku tak dapat berpikir yang lain,hanya Riri saat ini yang kuinginkan.
         Aku pun sejenak melupakan karin dalam hidupku.

SANG NARAPIDANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang