Akbar menghampiriku ketika kafe tutup,ku pikir ia tadi pergi sejak aku mengabaikannya tadi.
"Karin,bisa duduk sebentar?"tanya Akbar saat aku menutup kafe.
Aku mengangguk,lalu kuajak Akbar duduk di sisi kanan Kafe yang kebetulan ada gazebo,aku duduk berhadapan dengan Akbar.
"Katakan padaku,kenapa kamu bekerja disini."Ucap Akbar.
Aku menunduk,aku tak tau harus memulai dari mana,aku juga tak tertarik membagi kisahku pada Akbar.
"Rin!"Suara Akbar terdengar tegas.
"Aku akan bercerai dengan Mas Reno."
"Cerai?"Akbar makin terkejut dengan ucapanku.
"Bukankah kamu juga sudah tau bagaimana kabar Mas Reno dan Riri?" tanyaku sinis.
"Tunggu, apa maksudmu mereka selingkuh?"
"Sudahlah, aku muak mendengar nama mereka." Aku memang sudah tak ingin membahas tentang 2 orang itu,rasa sakit ini benar-benar mendarah daging.
"Aku hanya tau jika mereka dekat,namun aku tak tau jika mereka sampai selingkuh."
"Aku akan mengurus perceraianku dengan Mas Reno, tapi dia mengancamku tentang Alena." Kali ini airmataku tak bisa ku bendung karena berkaitan dengan putri kecilku.
Akbar hanya diam melihat kearah lain,sepertinya ia tak ingin melihat aku menangis.
"Aku lemah jika harus tanpa Alena, aku bekerja seperti ini juga agar aku bisa mengumpulkan uang agar bisa mendaftarkan perceraianku dan mengambil Alena kembali meski aku tak tahu kapan akan terjadi."Ucapku terisak.
"Aku akan membantumu."Ucap Akbar sambil menatapku.
"Terima kasih Mas,aku sudah sering merepotkanmu."
"Jangan gegabah bercerai dulu, biar aku pikirkan stategi dulu."Ucap Akbar.
Aku tak tau harus berkata apalagi, aku malu berkali-kali dibantu Akbar,namun disatu sisi yang lain,aku membutuhkan bantuan Akbar.
Setelah berbincang dengan Akbar,aku beranjak dari gazebo kafe,lalu masuk kedalam.
Ketika sampai di teras kafe aku sempat bertemu Vano,ternyata dia belum pulang"Malam pak,saya permisi."Ucapku sambil berusaha menghindarinya,aku tak ingin bermasalah dengannya.
Vano hanya mengangguk, dan aku tak menoleh lagi.
***
Hari Ini Aku memdapatkannya shift sore rencanaku Pagi Ini akan berkunjung kerumah Riri. Aku ingin bertemu Alena.Juga ingin meminta kepastian dari Mas Reno juga Riri.
Aku tiba didepan rumah Riri sejak 10 menit yang lalu. Aku sengaja tak segera masuk karena aku ingin mas Reno berangkat lebih dulu. Aku bersembunyi di depan pagar tetangga Riri.
Yang kunanti-nanti tiba,mobil mas Reno mlaku keluat dari rumah. Setelah kuperkirakan mas Reno sudah jauh,aku segera mendatangi rumahe Riri.
TOK..TOk..ToK...
Tak lama Pintu dibuka, kulihat Riri sedang mebuka Pintu dengan mengenalkan daster dan terlihat perutnya membesar.
"Mbak."Sapa Riri
Aku bersikap dingin padanya,"Mana Alena?"
"Masih tidur mbak."
Aku mengacak pinggang,berlagak sombong.
"Masuk mbak." nada suara Riri tampak rendah dan sopan,namun aku tak peduli. Itu hanya sandiwaranya saja,sok innocent tapi sebenarnya jahat.
Aku masuk keruang tamu,lalu segera duduk meski belum dipersilakan.
"Aku ambilkan minum mbak."Riri hendak ke dapur
"Gak usah!" ucapku sedikit membentak."Duduk kamu!"Perintahku,Riri segera duduk dihadapanku.
Ia menunduk, ah.. Sok terdholimi gayamu.
"Ri, sudah puas kamu?"tanyaku dingin."Puas kamu mendapat semua yang aku miliki?"
"Mbak,aku bersedia menjadi madumu,aku gak akan serakah memiliki mas Reno."
"Cih.. Siapa yang mau berbagi??kau pikir aku mauembagi suamiku?"kataku sengit.
Riri tampak berkaca-kaca.
"Maafkan aku mbak."
"Maaf??semudah itu kau minta maaf??"kali ini nada bicaraku tinggi
"Aku tak bisa mengendalikan perasaanku mbak."Riri terisak.
Aku memegang dagunya,mata kami bertatapan,"Kau yakin mencintai mas Reno setulus aku mencintainya?"
Riri hanya menangis.
"KATAKAN!"Teriakku.
"I..iya mbak.. Aku mencintai mas Reno."Riri terbata.
Aku melepas tanganku dari dagu Riri,"Sejak kapan Ri?"aku mengguncang bahu Riri,"Sejak kapan kau mencintai suamiku?sejak kapan kau melupakan batasanmu jika Mas Reno suamiku?"Aku tak dapat menahan tangisku.
"Se..sejak aku memakai baju mbak Karin,dan mas Reno memganggapku sebagai mbak Karin."
Deg..
Aku terdiam,aku menutup wajahku sendiri dengan kedua tanganku,aku ...aku... Akulah yang membuat mereka saling jatuh cinta.
Apa yang aku lakukan??
"Aku berusaha menepis perasaan ini mbak,tapi sungguh,aku tak berdaya."Ucap Riri. "Sungguh mbak,aku rela jika aku berbagi,tapi jangan suruh aku berpisah dengan mas Reno."
"Kenapa harus suamiku?"Aku menangis.
"Maaf mbak."Riri pun menangis.
"Aku rela memberikan apapun untukmu Ri,asal jangan suamiku!"
"Aku terlanjur mencintainya mbak,aku jiga ingun memilikinya."Kata-kata Riri membuatku tersadar Jiks Riri tak mungkin mengembalikan mas Reno padaku.
PLAK
kutampar wajah Riri, kulihat ia meringis menahan sakit.
Sakit di raga tak terlalu berarti dibanding sakit yang kuderita saat ini.
"Suruh suamiku membebaskan aku agar kau bisa memiliki seutuhnya tanpa kehadiranku."Ucapku setengah berteriak."Jika memang kau ingin memilikinya,jangan biarkan ia menahan aku karena sedikitpun aku tak mau dimadu!"
Aku masuk tanpa permisi dan mendatangi Alena, Riri mengikutiku dibelakangku namun tak kuhiraukan .kuciumi putri tunggalku yang sedang terlelap,"bersabarlah sayang,mama akan menjemputmu jika semua masalah ini selesai."
Setelah puas,aku meninggalkan kamar Alena,"Aku akan mengambil anakku suatu saat nanti."Ucapku sinis dan berlalu pergi.
Aku memang sengaja tak membawa serta Alena,karena aku tau mas Reno akan menjadikan Alena alat agar kami tak bercerai.
Seandainya jadi bercerai pun aku pasti kalah dalam hal hak asuh,karena aku mantan narapidana.
**
Keputusanku sudah bulat,aku ingin segera berpisah dengan mas Reno,segera aku meminta Akbar mengajukan gugatan perceraian.
Seminggu kemudian pihak pengadilan memanggil aku dan Mas Reno,kami dimintai datang ke pengadilan.
Aku bertemu dengan mas Reno dihalaman pengadilan agama.
"Sayang,kamu yakin?"tanya Mas Reno."Semua ini bisa diperbaiki,aku tak ingin kamu semakin terluka dengan perpisahan ini."
Aku menatap mas Reno sinis,"GR sekali kamu?kau pikir aku akan mati jika kita bercerai?"
"Oke,aku salah sudah menduakan kamu,tapi tak bisakah kita tetap bersama?"
Aku kesal dengan pertanyaannya,jika ia ingin denganku,kenapa harus ada Riri?
"Ma,aku tau hanya aku dan Alena yang kamu miliki didunia ini,karena itu aku masih membuka kesempatan untuk membina rumah tangga denganmu Ma."Ucapan mas Reno terdengar merayu."Apakah kamu sudah tak mencintaiku lagi sayang?"
"Jangan panggil aku mama atau sayang!"bentakku
Mas Reno meraih kedua bahuku,mata teduhnya yang dulu kini menatapku lembut."Beri aku kesempatan sekali lagi,aku akan menjadi suami yang baik..."
"Untuk siapa?Riri?" tanyaku kasar.
"Kumohon Sayang,jangan paksa aku untuk memaksamu untuk bertahan,aku tak ingin hidupmu kacau setelah perpisahan ini."
Aku menepis tangan Mas Reno."Aku lebih rela hidup di kolong jembatan daripada aku harus membagi cintaku!"Ucapku sinis."Jika kau bertanya apa masih mencintaimu,maka akan aku jawab,aku sudah berhenti mencintaimu mu sejak hari dimana aku mengetahui perselingkuhanmu,sehingga rasa cinta ini tertutupi oleh rasa benci dan sakit."
"Baiklah,ini maumu."Mas Reno terlihat pasrah
"Jangan persulit proses ini." Ucapku seakan mengancam sambil masuk ke gedung pengadilan agama mendahului mas Reno.
***
Sejak keputusanku berpisah dengan mas Reno,seluruh hariku kuhabiskan di kafe.
Aku tak mau membiarkan sedikitpun hatiku lengah dan memikirkan kepedihanku .
Apalagi sekarang Bela kembali keluar kota lagi,sehingga aku menjadi tak memiliki teman bercerita lagi,karena aku juga kurang percaya jika curhat ke staf kafe Bela.**
Kafe jika tutup memang tak ada yang menghuninya kecuali aku dan satpam wilayah kafe berada.
Bela hanya sesekali menginap,itupun di kantor kafe. Gadis itu hampir seminggu ini tak muncul,masih banyak urusan sepertinya. Terakhir bertemu dia bilang mau ke Jakarta.
Kubaringkan tubuhku di kasur tanpa ranjang, lelah rasanya jiwaku,bukan tubuhku. Ingin rasanya aku tidur,namun sudah kucoba memejamkan mata tetap sulit rasanya. Justru air mata yang terus menerus keluar.
Kudengar langkah kaki lewat depan kamarku,seketika aku merasa takut,aku mencari gawaiku,hendak melapor pada Satpam.
Namun ketika kupertajam telingaku,aku tak mendengar suara lagi.
Ah,syukurlah ,mungkin hanya perasaanku.
Aku melanjutkan istirahatku, aku berbaring lagi,namun kali ini aku merasa haus,aku beranjak dari kasur dan menuju dapur kafe. Namun aku terkejut karena melihat kulkas menyala di ruang gelap yang artinya kulkas sedang terbuka dalam keadaan dapur mati lampu.
Ku perhatikan dengan teliti tubuh yang berada di depan kulkas itu. Sempat terpikir jika maling.
Aku menjinjit dan mengambil sapu dipojok kafe. Aku berjaga-jaga di pintu dapur,bersiap memukul maling itu.
Dalam hati aku berdoa semoga tak ada maling yang lain.
Lalu sosok didepan kulkas itu beranjak keluar dapur setelah menutup kulkas.
Dapur menjadi sangat gelap karena tak ada pencahayaan dari kulkas.
Brug
Ku hantamkan sapu berulang-ulang.
"Aduh..stop..stop.."Teriak orang yang kupukuli. Suara ini aku sepertinya kenal. Lalu sapu yang kupegang disahutnya,lantas dia buang.
Aku segera menekan saklar lampu. Kulihat sesosok pria sedang memegangi kepalanya karena kesakitan akibat pukulanku.
"PAK VANO."Aku menutup mulutku karena terkejut.Aku segera mendekatinya untuk melihat kondisinya."Maafkan saya Pak,saya kira..."
"Apa yang kamu lakukan??!" Bentak pak Vano masih sambil memegang kepalanya.
Aku hendak menyentuh kepalanya,namun segera ia tepis."Pergi!" bentaknya.
"Maaf pak,saya kira tidak ada orang selain saya,jadi saya pikir bapak tadi..."
"Dasar cewek aneh."Pak Vano berlalu pergi dengan wajah kesal.
Aku merasa bersalah juga merasa gusar. Besok pasti dia akan menceramahiku didepan karyawan. Aku pun kembali ke kamar lupa akan rasa hausku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG NARAPIDANA
FanfikceSeorang perempuan bernama Karin terpaksa menjadi seorang narapidana karena telah membunuh suami dari kerabatnya, Riri. Namun, saat di penjara justru suami Karin berkhianat dengan Riri