Bagian 14

3.6K 189 1
                                    


Seperti biasa aku menghitung pendapatan dan pengeluaran kafe setiap kafe menjelang tutup.
         
Kali ini akhir bulan,aku harus menyetorkan laporan kepada Vano. Aku sibuk dengan kalkulator,laptop dan buku didepanku.
         
"Belum selesai?" tanya Vano yang tiba-tiba muncul didepan meja kerjaku.
         
Aku menoleh, ia hari ini memakai kaos pendek dengan jeans navy, tampak santai sekali penampilannya.
         
"Belum pak,tinggal sedikit."
         
Vano berdiri dibelakangku dengan sedikit membungkuk,dia memperhatikan laptop didepanku tanpa menoleh kearahku.
         
Aroma parfum nya begitu terasa di hidungku,sebelumnya aku tak pernah sedekat ini dengan Vano.
         
"Ini bukan begini,harusnya sisa nya kamu taruh di kolom ini."ucap Vano sambil meraih mouse ditanganku,belum sempat aku menarik tanganku dari mouse,tangan kekar Vano menggenggam mouse juga tanganku.
         
Aku terkejut dengan sikap Vano,namun Vano tampak tak peduli dengan perubahan sikapku.
         
Aku pun berusaha biasa saja,aku menatap layar laptop didepanku,tak konsen rasanya.
         
Dadaku bergemuruh karena berdekatan dengan Vano,bagaimanapun meski kami hanya sebatas bawahan dan atasan,namun jika harus dengan jarakmsedekat ini,maka ada perasaan aneh di hatiku.
         
"Paham?" tanya Vano ketika selesai menjelaskan padaku.

Kali ini ia menoleh kearahku, ia sepertinya mengetahui wajahku yang memerah.

"Kamu sakit?" tanya Vano sambil menatap wajahku dari samping.

Ish, bisa-bisanya malu malah dikira sakit. Batinku.

Aku membuang wajah, kembali menatap layar laptop didepanku.
        
"Sudah makan malam?"
         
"Belum." jawabku .
         
Vano mengeklik mouse dan mematikan laptop,"kenapa?" tanyaku karena laptop sudah dimatikan.

"Ayo ikut aku."  Vano menarik tanganku keluar dari kantor kafe, dia menarik tanganku hingga didepan kafe,"masuk!" perintahnya.

"Kemana pak?"
       
"Sudah,masuk saja."
         
Aku menuruti ucapannya,aku masuk kedalam mobil Vano,Vano berkata kepada salah satu karyawan lalu masuk mobil dan melajukan mobilnya ke jalan.

Dalam mobil terasa hening, ia hanya diam. Hanya suara musik dari mobil yang bersuara.
        
"Kamu suka makan apa?"tanya Vano tanpa menoleh kearahku

"Jadi kita mau makan?" tanyaku menebak.

"Iya."

"Kenapa tidak di kafe saja,kan aku bisa membuat makanan dengan bahn yang ada."

"Apa kamu gak bosan makan masakan kafe sendiri?" tanyanya.
         
"Terserahlah."
        
"Mau makan seafood?"
         
"Boleh."
        
Mobil Vano akhirnya berhenti di restoran seafood 24 jam.
        
Aku turun dari mobil dan mengikuti Vano.
         
"Berantakan sekali rambutmu." Ucap nya sambil memegang rambutku.
         
Seketika aku menjauh dari Vano."Nah,yang tiba-tiba ngajak keluar tadi siapa?saya belum sempat merapikan rambut." Ucapku kesal.

"Gak pa-pa masih cantik kok." ucapnya pelan sambil tersenyum.
Tumben ia tersenyum. Batinku

Kami pun duduk di meja nomor 18,ia memesankan beberapa menu untuk kami.

Kami menikmati malam itu,malam yang tidak kami rencanakan sama sekali.

"Kamu ingin ke Semarang?" tanya Vano saat kami sudah menghabiskan makanan kami dan sudah berada di mobil menuju kafe.

Aku diam,ingin berkata iya tapi takut jika ia tak suka.

"Biasa sih,tapi seandainya di izinkan tentu saja aku senang, lagian Akbar sudah berangkat sore tadi."
 
"Semarang akan tetap ada meski Akbar tak kesana." ucap Vano datar.

"Iya iyalah,gimana sih."
        
"Besok jam 7 pagi,kita berangkat ke Semarang."
         
"Kita???" Aku menoleh kearah Vano yang sedang mengemudi.
        
"Kenapa?kamu gak suka berangkat sama aku?aku juga mau ke acara reuni itu,kalau kamu gak mau bareng ya udah,gak usah ikut." Ucapnya sinis.
         
"Lalu kafe nya gimana?"
         
"Udah ga usa banyak tanya,kalau mau ikut,besok aku jemput jam 7 pas."
         
"Iya." jawabku singkat,namun dalam hati bersorak karena akan bertemu dengan ibu panti asuhanku,Bu Mirna Dan juga bertemu dengan teman-temanku.

SANG NARAPIDANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang