Bagian 13

3.7K 177 3
                                    


       Pagi yang tak kuinginkan tiba,aku sudah yakin akan dimarahi habis-habisan oleh Vano.
        Aku menuju dapur dan menyiapkan berbagai bahan yang dibutuhkan untuk keperluan kafe hari ini.
        Karyawan belum datang, ini baru pukul 6 pagi, karyawan akan mulai datang pukul 8 karena kafe buka pukul 9.30.
        Ketika aku didapur,aku melihat Vano menuju kearahku.
        Jantungku berdebar rasanya, sungguh ini bukan jatuh cinta melainkan rasa takut dan malu.
        Kulihat dahinya ada memar dan di plester.
        Ya Allah,sampai segitunya perbuatanku semalam. Batinku
        "Mau kopi pak,saya buatkan."Kataku membuka obrolan dengannya.
        Dia tak menjawab, namun ia membuka nakas dan mengambil gelas,dengan sigap ia menaruh bubuk green tea. Aku hanya melihatnya menyiapkan minumannya sendiri.
        Lalu ia menuang air panas dan mengaduk minumannya.
        "Bawa minumanmu dan ikuti aku."Ucapnya lalu beranjak menuju salah satu meja kafe
         Aku mengikuti Vano ,entah apa yang mau ia lakukan. Entah mau memarahiku,memotong gajiku atau memecatku. Aku pasrah saja ,karena aku memang salah.
         Vano duduk di kursi kafe sambil mengaduk minumannya. Aku duduk didepannya yang hanya dibatasi meja kayu bulat.
         Aku hanya menunduk. Malu menatap wajahku atasanku.
         "Kamu mau mengurus kafe ini denganku? Sepertinya Bela akan lama di Jakarta."
         Aku tertegun dengan ucapan Vano.
         "Jadi soal menu ,pemasukan dan pengeluaran kamu yang pegang."Lanjutnya.
         "Tapi,, apakah Bela tau akan hal ini pak?"
         Vano mengangguk,"justru ini saran dari Bela."
         "Saya belum yakin jika saya mampu."
         "Ada aku,kamu  bisa tanya aku jika ada yang gak paham,tapi aku gak bisa stand by disini, aku harus sambil mengurus usahaku yang lain."
         "Baiklah pak."
         "Oke, terima kasih,gajimu juga akan saya naikan."
         "Mmm...soal semalam... Mmmm..."Aku menunduk sambil memaikan ujung bajuku.
         "Sudahlah,salahku juga tak bilang jika aku menginap,lain kali aku tidak akan tidur lagi disini."Ucapnya lalu ia meminum minumannya.
         "Maaf pak,saya tidak bermaksud buruk semalam."
         "Tenang saja, aku tidak akan tidur disini lagi kok,semalam memang aku kemalaman,kedepannya tiap akan tutup aku akan pulang."ucap Vano.
       
   
     
      *****
       Sejak menyandang status janda dari Mas Reno, aku memulai kehidupan baruku. Aku tak mengambil apapun dari pernikahan kami dulu, meski Mas Reno menawarkan agar aku tinggal dirumah kami dulu,aku menolaknya karena aku tak ingin dicap mantan istri yang matre,aku juga tak ingin Mas Reno beranggapan aku tak bisa hidup tanpanya juga fasilitasnya.
       Semua tabungan, perhiasan dan barang-barangku juga tak ada yang aku ambil, kukatakan pada Mas Reno agar memberikannya pada Alena saja.
       Sejak saat itu aku memutus semua hubunganku dengannya maupun Riri, soal Alena? Biar tangan Tuhan yang bekerja, aku sangat ingin memiliki Alena namun jika kurebut Alena dari Mas Reno saat ini,maka akan menjadi masalah.
       Sabar..
       Iya hanya itu yang kulakukan demi bisa bersama Alena suatu saat nanti.
       "Sayang,kamu yakin ga membawa apapun dari pernikahan kita?" tanya Mas Reno saat selesai persidangan terakhir kami,kami duduk di kafe depan pengadilan agama.
       Dia menatapku dengan hangat,kulihat di netranya ada ketulusan.
       Aku memang memberi kesempatan terakhir pada Mas Reno untuk berbincang terakhir kali denganku.
       "Tidak mas."Kataku tegas,"Jangan panggil aku sayang lagi,aku mohon."
       Tampak rasa kecewa dimata mas Reno, kenapa harus kecewa? bukankah semua ini terjadi karena sikapmu?Batinku.
       "Jika kamu ingin rujuk,maka segera katakan padaku ya,aku pasti mau."
       "Gak akan!" Aku menjawab tegas.
       "Apa perlu aku menunggu kelahiran anak Riri dan kita bisa bersama lagi?"
       "Jangan mas,biar aku saja yang merasakan rasa sakit dan kecewa karena sikapmu,jangan kau sakiti Riri sebagaimana kalian menyakitiku."
       "Setelah sekian lama aku bersama Riri,aku tak bisa merasakan rasa yang sama denganmu Ma."Lagi-lagi dia memanggilku dengan sebutan Mama."Yang kurasakan padanya ternyata hanya rasa yang tidak aku dapatkan ketika kamu tak disampingku."
       "Sudahlah Mas,jangan membual tentang perasaanmu padaku,sudah kukatakan bukan jika aku sudah berhenti mencintaimu sejak hari itu."
       Aku tak ingin terhanyut oleh perasaan kami, aku memang sudah bertekat berhenti mencintainya sejak hari aku mengetahui kebohongan mereka.
       Mas Reno menggapai tanganku dan menggenggamnya,"Kamu satu-satunya yang paling berarti dalam hidupku."ucapnya.
       Aku menepis tangan mas Reno."Sudahlah mas,masa antara kau dan aku sudah usai."
       Tampak rasa sedih diwajah mas Reno namun aku tak mau tau, aku tak ingin memeberi celah padanya.
       "Aku bersedia mengalah demi kalian,bahkan untuk hak asuh Alena aku juga kalah darimu,aku tau kamu sengaja memperkarakan hak asuh Alena agar aku lemah,namun aku gak akan bersikap seperti harapanmu."
       Aku berkata sambil menatapnya tegas agar dia tau jika aku sudah paham apa saja yang ia lakukan.
       "Harta juga aku gak akan memintanya,aku ingin terbebas darimu sepenuhnya,aku hanya minta satu hal, jangan biarkan Alena membenciku." Kali ini aku memohon pada Mas Reno.
       "Kenapa kamu begitu keras kepala?"
       "Karena aku begitu membencimu." kali ini aku tegas dan dingin mengucapkannya.
       Mas Reno menatapku dengan sedih.
       "Maafkan aku." Nada bicaranya begotu sedih dan menyesal.
       "Sudahlah,mulai hari ini kita sudah bukan siapa-siapa lagi,jalani hidup kita masing-masing,tak usah kau memikirkan aku."Ucapku sambil mengaduk minuman didepanku,aku tak ingin melihat kesedihan di wajah Reno yang dapat membuat aku gamang dalam bersikap. "Jika suatu saat kau mau mempertemukan aku dengan Alena,kuanggap itu satu-satunya sisa kebaikanmu padaku."
Ucapku tegas.

**

        Hari  demi hari terlewati dengan baik,ternyata Vano tak seburuk yang aku duga. Dia memperlakukanku dengan baik.
      Akbar juga sering berkunjung ke kafe,ternyata mereka teman dekat karena berteman sejak kecil.
      Hal yang paling mengejutkan adalah karena ternyata Vano juga berasal dari Semarang, dia juga seangkatan dengan Akbar, bedanya Akbar berusia lebih tua setahun karena kata Akbar dia dulu sekolah pindah-pindah.
      "Kamu baik-baik saja kah disini?" tanya Akbar disuatu siang saat kafe agak sepi sehingga aku bisa menemuinya.
      "Iya mas,aku sekarang jauh lebih baik setelah terlepas dari mas Reno."
      Akbar tersenyum,jika boleh jujur aku juga mengagumi senyuman pria tampan ini,namun aku tau diri, aku tak sepantasnya bersikap seperti ini.
      "Maaf soal Alena,aku tak bisa mengusahakan hak asuhnya untukmu."Kali ini Akbar menatapku,ada rasa sedih kulihat di matanya.
      "Gak pa-pa kok Mas, aku juga sadar,mana mungkin mantan napi bisa mendapat hak asuh."
      "Bersabarlah Rin, nanti akan ada masanya kamu bisa bersama dengan Alena lagi." Akbar menggenggam tanganku, seketika aku menjadi berdebar, Akbar kenapa kau melakukan ini?
      "Oh iya,lusa aku mau ke Semarang, apa kamu gak ingin mengunjungi panti asuhanmu dulu?"
      "Aku mau mas,tapi apa aku bisa mendapat izin dari Pak Vano?"
      Aku memang sangat rindu Semarang,aku rindu pada Bu Marni pemilik panti.
      "Coba saja,mungkin diizinkan."Ucap Akbar."Kebetulan juga kan sedang ada reuni akbar SMA kita,mungkin dia juga berniat ikut."
      "Reuni?"Sesaat aku menjadi ingat masa SMA ku dulu,bagaimana kabar teman-temanku.
      Akbar memberitahukan sebuah gambar bertuliskan acara reuni SMA di HP nya padaku.
      "Angkatan kamu  juga termasuk."
      "Bro,sini deh."Panggil Akbar pada vano yang kebetulan lewat di depan kami.
      Vano mendekat pada kami lalu dia duduk di samping Akbar,"ada apa?"tanya Vano.
      "Kamu ikut acara reuni SMA nggak?"
      "Hmm.."Vano tampak memikirkan sesuatu.
      "Karin juga ingin berkunjung ke panti asuhannya, dia bisa minta izin?"
      Vano melirik kearahku sekilas,"kalau gak boleh gak pa-pa kok pak." Aku tak ingin dia berpikir aku menjadikan Akbar tamengku dengan berbagai alasan.
      "Bela belum pulang,kafe tidak ada yang mengatur."
      Kekecewaan tampak di mata Akbar,aku dapat memahami situasi ini,aku baru saja dipercaya memegang kafe ini,masa aku harus minta cuti?
      "Lain kali masih ada waktu mas Akbar."Ucapku.
      Vano tampak melihat kearah Akbar dan kearahku, entahlah apa maksudnya.
      *****

SANG NARAPIDANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang