4. Troy

1.1K 158 2
                                    

Happy reading

***

Sesaat Troy mematung memperhatikan kepergian Zanna.

Memancing kemarahan Zanna adalah kegiatan yang menghibur. Lumayan bisa sebagai peregangan otot dari kelas-kelas menyebalkan ini yang penuh peraturan dan tata tertib.

Oke, satu-satunya alasan kenapa Troy masih tetap mau menginjakkan kakinya di sekolah hanya karena di sini ramai. Salah satu tempat di mana dia bisa merecoki hidup orang lain. Dengan kata lain, banyak target yang bisa dia jadikan korban, salah satunya adalah gadis itu, Zanna.

Karena itu mendapat kemarahan Zanna, merupakan hal yang biasa. Tetapi ada yang membuatnya sedikit heran, kemarahan gadis itu kali ini sedikit aneh. Belum pernah dia melihat Zanna semarah itu tadi.

Dari tempatnya duduk diawasinya gerak-gerik Zanna yang sedang berbicara dengan Bu Aisyah di meja guru. Troy bahkan sempat melihat Bu Aisyah melempar tatapan menyelidik padanya. Troy tersenyum tipis mengira-ngira yang dilakukan gadis itu di sana dan apa yang mungkin terjadi setelah itu. 

Ketika melihat Zanna kembali menuju tempat duduk lalu mengangkat serta membawa kursi kosong yang sebelumnya diduduki itu ke depan meja guru, alis Troy berkerut sejenak.

Troy langsung tertawa tanpa suara begitu menyadari apa yang terjadi. Ternyata dia sudah salah perhitungan. Disangkanya akan ada drama omelan lagi dari Bu Aisyah begitu Zanna membuat pengaduan. Ternyata tidak.

Ini namanya perlawanan tanpa provokasi. Kalau begini sih tidak ada serunya.

Sepanjang jam mata pelajaran Ekonomi berlangsung, gadis itu duduk di depan meja guru, berhadapan dengan Bu Aisyah. Troy pun terpaksa kembali ke tempat duduknya. Bisa saja dia mengikuti gadis itu ke sana. Bukan pekerjaan sulit kalau dia mau. Tapi kemarahan Zanna tadi sedikit membuat otaknya terusik, sampai-sampai membuat moodnya jadi terganggu.

Troy jadi kehilangan minatnya dalam melakukan apa pun, termasuk belajar. Memang sejak kapan dia tertarik untuk belajar?

Dilemparkannya buku tugas Bahasa Indonesianya ke arah Ilan, dan tepat mengenai wajah teman semejanya itu.

"Bangke lo, Troy. Ini muka bukan tong sampah," gerutunya sambil mengusap-usah wajahnya yang tersambit buku.

Troy mengabaikan umpatan Ilan. Dari balik tubuh Troy, Ilan lalu menengok ke arah Zanna. Lantas bertanya sambil tersenyum mengejek. "Udahan nih, nggak lanjut lagi?"

Troy tak menyahuti. "Cabut, yuk." 

Ilan memperhatikan Troy sebentar kemudian beralih melihat ke arah Bu Aisyah. "Sekarang?"

"Tahun depan aja, Bang Ilan, biar seru," sindir Troy.

Ilan meringis. "Lo nggak denger tadi sebelum ngajar Bu Ais bilang apa. Tugas ini buat nambah-nambahin nilai tes minggu lalu. Nilai gue jeblok banget, anjir."

Troy menoleh malas-malasan, sebelah tangannya mendorong bagian belakang kepala Ilan. "Sejak kapan lo peduli begituan."

"Buset dah, pantes aja, gue nggak pinter-pinter duduk sebangku sama lo. Lo toyorin begini mulu."

"Ah, banyak speak lo kayak nenek-nenek."

"Oh sorry, Brother, Nenek gue mah kalem orangnya."

Setelah mengucapkan itu, Troy kembali menghadiahi Ilan toyoran di kepala.  

"Lagian tumben amat lo ngajak cabut. Lo kan mending bikin rusuh satu sekolahan ketimbang bolos," tanya cowok itu sambil mengusap-usap kepalanya.

"Si Zanna nggak asyik banget nih. Males gue."

Ilan tertawa lagi. "Mampus lo. Gerah dia sama lo, Cumi." 

"Masih nyepeak aja lo ya. Ikut nggak nih?"

"Gini ya, bukannya gue nggak solider sama temen yang lagi bad mood. Tapi sumpah, gue mau ngerjain tugas dulu. Lo mah enak nilai kayak lahar gunung merapi, hidup lo masih slow-slow aja. Lah gue, kalo dapat nilai kayak gitu, belum kelulusan gue bakal dapat title almarhum. Mau lo kehilangan sohib seganteng gue?"

Troy menggosok malas rambutnya yang hampir menyentuh bahu. Tanpa mau repot-repot lagi mendengar ocehan Ilan yang bikin telinga panas, Troy bangkit dari kursi.

"Bu Ais, izin kencing ya," pamit Troy begitu berdiri di dekat meja guru.

Bu Aisyah tanpa perlu memperhatikan gelagat Troy, langsung mengiyakan.

Bukannya dia tidak sadar, selama tiga tahun berada di sekolah ini, hampir semua guru sudah merasa gerah padanya, mendekati enek mungkin. Kalau mereka bisa, pilihan untuk mengusir Troy setiap jam mata pelajaran pasti akan mereka lakukan. Sayangnya tidak bisa. Jadi begitu ada kesempatan macam begini, guru-guru itu tidak akan berpikir dua kali untuk menyingkirkan Troy dari kelas. Supaya virus  pembuat onar tidak menyebar ke penghuni kelas yang lainnya.

Sekilas sebelum balik badan, Troy bersitatap dengan Zanna. Tersenyum lebar kepada gadis itu, dalam hati Troy bersuara, tunggu saja, tetap tidak akan dibiarkannya gadis itu lolos dengan mudah.

🎤

Walau banyak teman-temannya memilih membolos tapi tidak begitu untuk Troy. Kalau mood belajarnya sudah benar-benar tidak tertolong lagi, Troy lebih baik mencari alternatif lain, di mana tidak harus meninggalkan ruang kelas. Karena itu, saat memutuskan membolos, Troy jadi bingung sendiri harus pergi ke mana.

Ke kantin jelas tidak mungkin, bisa biru seluruh tubuh karena kena sambit Bu Netty, yang secara tidak tertulis telah menasbihkan diri jadi kaki tangannya Kepala Sekolah. Troy sih belum pernah kena cambukan maut itu, tapi berita itu santer terdengar dari anak-anak lain yang pernah mengalaminya.

Saat langkahnya sampai di pintu toilet, Troy tiba-tiba mendapat ide.

***

Hai kalian, semangat hari Rabu...
Jangan lupa berjejak di cerita ini ya.

Salam sayang,
Kakahy

Distorsi (END) TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang