Zanna terlalu banyak terkejut malam ini. Sampai ketika ekspresi itu kembali datang, Zanna hanya bisa tercenung.
Mungkin lengangnya malam, atau suramnya suasana halaman tanpa penerangan yang semestinya atau juga karena topik yang sebelumnya mereka bahas, suara Troy di telinga Zanna saat berbicara dengan si penelepon terkesan dua kali lebih dingin dan sarat permusuhan.
Menekuk kedua kaki, Zanna menopang dagu di lututnya sembari memikirkan, apa yang terjadi pada Troy, sampai cowok itu tampak aneh malam ini. Cowok itu yang mengenakan pakaian perempuan. Sikapnya yang menjadi sinis pada Zanna. Lalu ucapan kasar yang dia dengar barusan. Troy bicara kasar dan seenaknya itu kelaziman, tapi bukan itu yang mengundang tanya. Semua keanehan tersebut pasti mengandung alasan.
Dan alasan itulah yang sekarang coba Zanna terka. Tetapi seperti terjebak di jalan buntu, tidak ada satu pun gagasan yang bisa menyimpulkan sebab kejanggalan cowok itu. Lagipula bagaimana mungkin bisa jika Zanna sendiri tidak mengenal Troy, selain murid cowok biang masalah yang selalu menganggunya.
"Tidur, lo?" teguran itu, membuat Zanna menoleh ke samping, dan menemukan Troy sedang menatapnya.
Zanna menggeleng, lalu menegakkan kepala. "Nggak. Cuma lagi mikir."
Troy membawa pandangannya lurus ke halaman. Melihat Troy tidak tertarik bicara lagi, Zanna berinisiatif pembangunan percakapan.
"Mau tahu nggak, gue lagi mikir apa?"
Troy tak menyahut.
"Gue lagi mikirin lo."
Cowok itu tetap tak bereaksi.
"Gue lagi mikir, kira-kira besok lo masuk sekolah nggak, ya? Soalnya kalo lo nggak masuk lagi berarti gue bisa bernapas dengan aman. Tapi kalo lo masuk, berarti gue harus berangkat agak siang. Paling nggak lo harus ngasih tahu gue sekarang, masuk apa nggak."
Guncangan pelan di bahu Troy, menandakan kalau cowok itu merespons ucapannya. Zanna tersenyum.
"Bilang aja lo kangen gue gangguin. Ya, kan?"
"Pede banget."
"Kepercayaan diri itu salah satu modal penting buat bertahan hidup."
"Oh, ya," Zanna mengerjap tertarik, tiba-tiba jadi bersemangat sampai telunjuknya ikut terangkat saat bicara. "Kalo gitu, gue tantang lo besok masuk sekolah dalam kondisi muka yang masih memar-memar gitu. Berani, nggak?"
Cowok itu tersenyum di ujung bibir. "Bisa-bisanya lo aja. Ngomong kangen aja muter-muter," cowok itu bergumam sambil lalu.
"Bilang aja lo nggak berani."
Mendadak cowok itu membelitkan telunjuknya ke telunjuk Zanna. Sebelum sempat Zanna menelaah situasi, Troy mendekatkan kepalanya, hingga sekat yang ada di antara mereka hanya diperoleh dari dua ruas jari telunjuk yang terbelit. Zanna terkejut, sampai berhenti bernapas. Apalagi tajamnya tatapan Troy yang mengarah padanya saat ini, membuat Zanna merasa luar biasa tidak nyaman.
"Jangan pernah nantang gue, Zannara," ucap Troy lamat-lamat, suaranya sarat intimidasi. Dan anehnya, mendengar nada seperti itu, sudut terjauh di hati kecil Zanna sedikit lega.
Zanna tersenyum kaku, lalu bergerak kikuk membentang lebih lebar jarak.
"Mau nginap di sini lo, nggak pulang-pulang?" Dalam upaya menetralisir detak jantung yang iramanya tiba-tiba seperti kaki kuda yang dipecut kencang, dia mendengar suara Troy itu.
Ah, iya! Zanna memeriksa ponselnya di tas. Melihat jarum analog penunjuk waktu di layar ponsel berada di angka sepuluh lewat, Zanna berseru panik. Bukan hanya itu yang memancing kepanikannya, melainkan juga panggilan tak terjawab dari Zaira dan Mama.
![](https://img.wattpad.com/cover/165507239-288-k729609.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Distorsi (END) TELAH TERBIT
Genç KurguDulu Zanna mengidolakan Troy karena suaranya yang merdu. Tapi itu sebelum Zanna tahu kalo Troy pembuat onar sejati. Namanya jadi urutan teratas dalam daftar siswa paling bermasalah di SMA Nusa Bangga. Zanna mundur teratur dan berusaha menjauhkan dir...