14. Cerita Ketika Hujan

757 122 1
                                    

Sayangnya, mencari tahu alamat rumah Troy, tidak semulus jalan tol. Tidak ada satu pun anak yang tahu di mana alamat rumah cowok itu. Bahkan Ilan yang lebih sering terlihat bersama Troy.

Aneh banget, kan. 

Ketika Zanna bertanya pada anak-anak Viruz, teman se-band cowok itu, jawaban mereka pun senada.

"Kalau begitu, ini bukan cuma aneh, tapi ajaib, Na," ujar Fatiya yang saat itu menemani Zanna menemui Nero dan Mahesh.

Mereka kembali ke kelas masing-masing tanpa mendapatkan informasi apa pun.

Ketika pelajaran berlangsung, Zanna menatap papan tulis dengan konsentrasi yang tak terfokus sepenuhnya pada pelajaran. Meski Zanna berusaha tak terpengaruh, tetapi tetap saja, sebagian pikirannya dia gunakan untuk menemukan solusi.

Dan satu-satunya jalan keluar yang terpikir saat ini adalah mencari tahu alamat Troy dari arsip kesiswaan. Itu berarti Zanna harus mendatangi pegawai tata usaha. Merepotkan dan pasti akan menimbulkan pertanyaan, tapi Zanna tidak menemukan cara lain untuk masalah ini.

📣

Hujan menderas turun sepanjang jam mata pelajaran terakhir. Zanna menatap dari balik jendela kelas dengan senyum  tertahan. Sekilas dia melirik tasnya yang digantung di tepi sandaran kursi.

Setiap kali cuaca mendung yang disertai hujan lebat seperti ini, selalu membuat suasana hati Zanna riang. Terlebih ketika jatuhnya di waktu tepat seperti ini. Zanna berharap semoga hujan masih bertahan sampai jam sekolah berakhir.

Doanya terkabul. Dia langsung memelesat keluar kelas begitu guru yang mengajar meninggalkan kelas. Langkahnya tergesa menyusuri koridor dengan satu tangan merogoh tas. Kondisi koridor penghubung ke tempat parkir sudah tampak ramai  dipenuhi murid yang menunggu hujan reda.

Di bawah payung putihnya, Zanna mendekati gerbang sekolah. Melihat kedatangannya, Pak Udin sigap mengembalikan kotak makan milik Zanna yang setiap pagi selalu diisi sarapan dan diberikan untuk laki-laki itu. 

Kemudian dia melambai singkat pada Pak Udin yang bersiaga di pos jaga dengan dua buah payung. Satu untuk dipinjamkannya pada murid yang nekat menunggu angkutan umum selagi hujan.

Begitu mendapat tumpangan bajaj, Zanna menuju sebuah tempat. Dari sekolah butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke tempat tujuan. Setelah membayar ongkos, tidak perlu waktu lama bagi Zanna menemukan seseorang yang menjadi alasannya datang ke tempat itu.

Pada tubuh mungil yang disengajakan tersiram air hujan, Zanna berjalan cepat menghampiri. Sebuah senyum merekah kala Zanna mengangsurkan payung di atas kepala mereka.

"Kok nggak pake jas hujan, sih?" tegur Zanna langsung.

Anak laki-laki berpostur kurus yang tubuhnya sudah basah kuyup itu menyerongkan badan sembari menunjuk ke satu tempat. Zanna mengikuti arah telunjuk itu. Benda yang dipertanyakan kini sedang melekat di tubuh seorang anak perempuan yang usianya lebih muda dari anak laki-laki di samping Zanna.

Lantas Zanna menahan sebentar omelannya untuk berjalan beriringan bersama anak laki-laki itu, mengikuti perempuan paruh baya di depan mereka yang sedang menaungi diri dengan payung biru lusuh kepunyaan si anak laki-laki.

Setelah mengucapkan terima kasih dan memberi selembar uang pecahan dua puluh ribuan, perempuan paruh baya yang mereka ikuti menutup kaca mobil dan pergi. Zanna masih melihat senyum lebar Opit, nama anak laki-laki yang bersamanya, saat memasukkan uang itu ke kantung plastik di dalam sakunya.

"Ayo, Kak," seru Opit pada Zanna.

Keduanya lalu berjalan ke tempat di mana anak perempuan yang tadi ditunjuk Opit berada. 

Distorsi (END) TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang