15. Menghilangnya Zanna

758 121 3
                                    

Troy menaikkan penutup hoodie-nya saat berjalan melintasi area parkir.

Saat ini di balik hoodie, dia hanya mengenakan kaus lengan buntung tanpa seragam. Hal itu disebabkan karena Troy tidak pulang ke rumah selama beberapa hari. Pakaian yang dikenakannya saat itu pun yang dipakainya terakhir kali, ketika meninggalkan rumah.

Troy terlalu enggan memasuki rumah untuk menggantinya dengan seragam sekolah. Aroma parfum yang sebelumnya melekat di hoodie pun nyaris tak terendus lagi, tetapi memang Troy peduli?

Yang jelas hari ini dia tampak berbeda di antara murid berseragam lainnya. Beruntung saat pergi dia masih mengenakan celana abu-abu, sehingga penampilannya sedikit tersamar. Saat ini dia sedang tidak tertarik untuk berkonfrontasi, jadi jika nanti ada guru yang menyadari kalau Troy tidak mengenakan kemeja, dengan senang hati Troy akan meninggalkan kelas.

Langkahnya terhenti saat lengan hoodie-nya ditarik dari belakang.

"Mana Zanna?" belum juga melihat siapa tersangkanya, Troy sudah bisa tahu, suara ketus dan bising milik siapa itu.

Troy mengangkat alis tanpa menoleh maupun menjawab. Karena tak kunjung menyahut, Troy langsung dihadang oleh tubuh kecil dan pendek milik Qouri.

"Gue tanya sekali lagi, Zanna di mana?"

Sekali-kali pada gadis di depannya ini, Troy perlu sedikit mengajarkan bagaimana bertanya pada orang lain dengan cara yang lebih enak didengar. Troy memang bukan manusia beradab. Tapi apa susahnya sih, jika butuh sesuatu bersikap sedikit manis. Bertanya baik-baik, tanpa harus memasang wajah mengajak perang seperti itu.

Belum-belum sudah membuat Troy muak saja.

Kalau selama ini Troy menahan diri dari keinginan berlaku kasar, itu semua karena Troy masih memandang Vic.

"Lo budek atau mulut lo cuma jadi pajangan doang?"

Troy meneleng malas juga kesal. Masa bodoh! Keinginannya untuk menjawab jadi musnah.

Saat kakinya hendak menjauh, dilihatnya Fatiya menyikut Qouri. Lalu gadis itu juga menggeser tubuh Qouri menepi dari koridor, hingga sekarang posisi Qouri sebelumnya digantikan Fatiya.

"Lo ngapain masih berdiri di depan gue. Minggir."

"Zanna hilang, Troy," ungkap Fatiya kemudian, nada dan ekspresi cemas turut hadir menyertainya sehingga hal itu menarik perhatian Troy lebih intens.

"Maksud kita, lo tahu nggak kira-kira dia ke mana."

"Nggak salah lo berdua nanya Zanna ke gue?"

"Lo kan teman sekelasnya, barangkali lo tahu."

"Mana gue tahu," sahut Troy otomatis. "Masih ada tiga puluh lima murid lagi di kelas, kenapa lo nanya dia ke gue?"

"Apa gue bilang, dia nggak bakal ngaku," Qouri mendesis geram. "Mending langsung kita laporin aja ke guru BK, polisi sekalian biar tahu rasa."

Gadis itu memutar tubuh hendak pergi.

Troy menangkap siku gadis itu. "Maksud lo apa, heh?" sergahnya, merasa tidak terima karena dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

Qouri menghardik tangan Troy. "Terakhir kali, lo buat masalah sama dia, ya kan! Lo kesel dan bisa aja lo nyulik dia."

Troy terkejut dengan tudingan itu, tetapi menyamarkannya lewat tawa mendengus. "Gue nggak segitu frustasinya sampai harus nyulik temen lo."

"Bullshit!" tampik Qouri. "Gue kasih waktu sampai sore ini, kalo lo nggak balikin Zanna ke rumahnya, habis lo."

Sebelum Troy sempat bereaksi terhadap ancaman sialan itu, Qouri sudah melesat dari hadapannya. Troy mengeluarkan umpatan.

Pandangan Troy beralih pada Fatiya yang rupanya masih berdiri di dekatnya. Gadis itu lalu bicara dengan suara pelan. "Zanna belum pulang sekolah dari kemarin, Troy. Keluarganya ngira, dia nginap di rumah Qouri, karena kami juga mengiyakan waktu mereka nanyain posisi Zanna. Padahal aslinya kami juga nggak tahu dia ke mana dan ada di mana sekarang."

"Dari kemarin?" Troy menggumamkan informasi itu.

Fatiya mengangguk. "Pas jam istirahat kemarin, kami ketemu pas di kantin. Dan dia lagi bingung banget karena lo nggak masuk berhari-hari. Dia juga sempat nyari alamat rumah lo. Makanya gue sama Qouri nanya ke lo."

"Lo nuduh gue yang jadi penyebab dia hilang?" Troy mendecak. "Sama aja lo."

"Gue nggak nuduh," Fatiya menyanggah cepat. Namun nyatanya, mata gadis itu menunjukkan hal yang sebaliknya. "Ini beneran serius, Troy. HP Zanna nggak aktif dari semalam pas kami coba hubungi. Kalo pun dia pergi ke suatu tempat, pasti orang rumahnya bakal dikasih tahu. Dan dia juga nggak pernah matiin HP, kecuali kalo kehabisan daya. Itu pun biasanya Zanna selalu bawa charger," terang Fatiya panjang lebar.

Troy mencoba menganalisa situasi dengan mencerna penjelasan dari Fatiya.

"Kemarin pas pulang sekolah memang sempat hujan deras. Biasanya kalo lagi hujan begitu, dia pergi ke pasar yang nggak jauh dari rumahnya."

"Ngapain dia ke pasar?"

"Dia nyamperin anak kecil yang suka ngojek payung di sana."

"Lo bilang, dia lagi nyari alamat gue, kan," ujar Troy setelah beberapa jeda berpikir. "Ada dua kemungkinan yang sekarang gue pikirin--" sebelum melanjutkan, ditatapnya Fatiya lurus-lurus, membuat gadis itu tampak gugup dan semakin khawatir. "Pertama-ini agak nggak masuk akal sih-dia cari alamat gue, terus kesasar dan nggak bisa balik. Yang kedua, dia beneran diculik."

Troy tidak bermaksud menakut-nakuti, tapi melihat mata Fatiya yang membulat sambil menangkup mulut, Troy sadar seberapa serius masalah ini.

"Jadi gimana dong, Troy...."

"Begini aja deh, ntar pulang sekolah. Kita ke pasar, nyari anak yang disamperin Zanna. Siapa tahu kita bisa dapat informasi dari dia. Biar nggak lagi hujan, tuh anak ada di sana, kan?"

"Mudah-mudahan."

"Sekarang lo berdoa aja semoga dugaan gue soal penculikan itu nggak bener."

🎶

Distorsi (END) TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang