"Kelamaan, langsung eksekusi, Lan."
"Siap, Komandan!"
Zanna menoleh pada Troy. Cowok itu sudah berdiri. Kedua tangannya tenggelam dalam saku. Kelihatan santai dan tidak mengancam. Tetapi melalui ucapan cowok itu juga firasat kalau akan terjadi sesuatu yang buruk, tanpa berpikir dua kali, Zanna langsung berlari sementara tangan kanannya menarik tangan Dena.
Di belakang mereka Faisal dan Imam mengejar. Hanya cukup beberapa langkah, kedua cowok itu sudah sampai lebih dulu di depan pintu kelas, menghentikan usaha Zanna melarikan diri.
Faisal melepas tangan Zanna dan Dena yang saling berpegangan.
"Urusan Troy sama Zanna, jadi kali ini lo nggak masuk hitungan. Tapi kalo Troy ngasih lampu hijau, lo bisa jadi urusan gue, De," sambil bicara pada Dena, Faisal menyeringai.
Belum selesai mengantisipasi situasi, Imam sudah berdiri di depan Zanna. Dan entah mulai sejak kapan, Hamka juga sudah ada di samping cowok itu. Keduanya kemudian menunduk di depan Zanna, membuat Zanna semakin tidak mengerti. Tahu-tahu saja, kedua cowok itu menyentuh pergelangan kakinya. Dalam hitungan yang tidak disangka-sangka, Zanna bisa merasakan tubuhnya terhuyung ke belakang. Sontak saja tangannya bergerak liar mencari pegangan, tapi tidak menemukan sesuatu yang bisa dijadikan tumpuan.
Pasrah akan terjatuh, Zanna memejamkan mata. Selanjutnya yang dia rasakan bukan kerasnya lantai kelas, melainkan punggungnya menabrak sesuatu yang tak menyakitkan. Dari ujung mata, ia mendapati dua buah lengan menahan tubuhnya. Zanna tak mau repot-repot menengok ke belakang karena dari aroma parfum yang terendus hidungnya, Zanna tahu milik siapa lengan itu.
"Woi, kasar amat lo berdua. Main halus sih," terdengar suara Troy memberi peringatan di balik punggungnya.
"Tahu, nih. Zanna itu anak manusia, bukan karung beras," Ilan ikut-ikutan.
Hamka dan Imam meringis.
"Terlalu bersemangat nih," ujar Imam, lalu masih dengan ringisan lebar dia menatap Zanna. "Sori ya, Na."
Seperti orang yang terkena hipnotis, Zanna hanya menatap Imam tanpa ekspresi. Rasa terkejut ditambah situasi yang belum dapat tercerna dengan baik, membuat Zanna berada di ambang batas antara sadar dan tidak. Lalu dilihatnya Ilan menarik dua buah kursi dan meletakkannya di dekat lemari arsip kelas yang berada di sudut depan ruangan, berlawanan dengan posisi meja guru.
Zanna memekik terkejut saat tiba-tiba, tubuhnya diangkat, sementara di kiri-kanan bahunya, ada Troy dan Ilan yang memegangnya, juga Imam dan Hamka yang memegang kedua kakinya.
"Eh, kalian mau ngapain, turunin gue," jerit Zanna panik.
"Diam, Na, jangan berontak, ntar lo malah jatuh," ujar Ilan tanpa dosa.
Gimana ceritanya dia tidak boleh memberontak sementara cowok-cowok itu mengangkat tubuhnya dan entah akan melakukan apa. Zanna berusaha melepaskan diri, tapi itu hanya membuat tenaganya terbuang sia-sia karena tidak dapat mengurai sedikit pun cekalan cowok-cowok itu di kaki dan bahunya.
Troy dan Ilan naik ke kursi, lalu entah bagaimana caranya kemudian cowok-cowok itu sudah meletakkannya di atas lemari arsip kelas. Saking histeris dan takut, dia memberontak sampai tidak menyadari apa yang direncanakan keempat cowok itu.
Zanna baru sadar sepenuhnya, dimana dia berada ketika dengan kepala bertopang lengan Troy bicara, "Lo akan terus ada di sini, sampai lo ngerjain tugas gue," cowok itu menaruh buku tulis dan bolpoin di samping Zanna. "Gerbang utama ditutup satu jam lagi. Jadi lo cuma punya waktu kurang dari enam puluh menit buat ngerjain. Kecuali kalo lo berniat nginap di sekolah malam ini." Cowok itu terkekeh sebelum kemudian menjauh dan turun dari kursi, tempatnya berdiri sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distorsi (END) TELAH TERBIT
Novela JuvenilDulu Zanna mengidolakan Troy karena suaranya yang merdu. Tapi itu sebelum Zanna tahu kalo Troy pembuat onar sejati. Namanya jadi urutan teratas dalam daftar siswa paling bermasalah di SMA Nusa Bangga. Zanna mundur teratur dan berusaha menjauhkan dir...