31. Babak Akhir

2.2K 162 24
                                    

Saat waktu istirahat tiba, seusai pelajaran Ekonomi, Zanna langsung mengerjakan tugas lain yang sudah dia janjikan pada Neva, adik kelasnya, salah satu anggota di eskul PMR, yang mendapat tugas mengerjakan proposal untuk kegiatan donor darah. Waktu kelas sebelas lalu, Zanna pernah mendapat tugas serupa, jadi dia menuliskan beberapa gambaran di dalam proposal tersebut. Zanna tidak menyimpan filenya di komputer, entah raib ke mana. Jadi dia menjabarkan beberapa hal yang dia ingat saja sebagai bahan referensi Neva.

Di bangku sebelah, teman sebangkunya sudah pergi ke kantin. Saat bangku itu tiba-tiba terisi dan menghadirkan sosok Troy, Zanna hanya sempat melirik sekilas. Dia tak menggubris Troy karena terlalu fokus menulis. Sebentar lagi, Neva akan ke mari untuk mengambil catatan yang sedang dibuat Zanna.

"Ngapain lo?"

"Hm?" Zanna hanya menjawab dengan gumaman singkat saat mendengar suara Troy bertanya.

Sedikit lagi hampir selesai. Setelah ini Zanna akan buru-buru ke kantin, mengisi perutnya yang keroncongan sepanjang jam pelajaran tadi.

Sekelabat dilihatnya Troy pindah tempat duduk, di bangku depan Zanna. Posisinya duduk mengahadap sandaran kursi.

"Lo ngerjain apa sih?"

"Gue lagi bantu anak kelas sebelas nyusun proposal buat acara donor darah."

Tiba-tiba pulpen yang dipakainya untuk menulis, ditarik. Pelakunya siapa lagi kalau bukan Troy.

"Troy, jangan ganggu deh. Sini balikin, cepetan, ntar keburu datang anaknya." Zanna memprotes tidak sabar.

"Emang dia nggak bisa ngerjain sendiri?"

"Ini gue cuma ngasih contoh doang. Troy bawa sini."

Troy akhirnya mengembalikan pulpen Zanna dengan hentakan di meja.

"Buruan kerjain, gue mau ngomong sama lo."

Troy mendapat sedikit perhatian Zanna. Awalnya dia hanya berniat mengamati cowok itu sebentar, tapi melihat Troy menumpu tangan di sandaran kursi dengan ekspresi tenang seraya memainkan buku tulis Zanna di atas meja, ulasan kejadian dua hari lalu singgah lagi di ingatannya.

Setelah menunggu beberapa jam di luar rumah, Troy akhirnya menampakkan diri. Cowok itu terkejut melihat Zanna duduk bersandar di daun pintu.

"Lo kok masih di sini?" tanya Troy, tatapan cowok itu agak sulit diartikan. Tapi sepasang matanya yang menyendu memandangnya tak berkedip.

Zanna memang tidak tahu apa yang terjadi di dalam rumah. Tapi melihat seperti apa penampilan Troy saat ini, Zanna mengerti cowok itu baru saja melewati badai emosi yang begitu sulit.

"Memang lo berharap gue ada di mana sekarang?" Zanna bertanya balik, setelah Troy memalingkan wajahnya.

Troy tidak menyahut. Tanpa Zanna duga, cowok itu ikut-ikutan duduk bersandar di daun pintu.

"Kenapa lo nggak pulang?"

"Gue nungguin lo."

"Kalo gue nggak keluar sampai besok, lo bakal duduk di sini terus?"

"Mungkin," sahut Zanna, tapi kemudian tertawa pelan. " Atau mungkin juga gue bakal dobrak ini pintu."

"Kayak sanggup ngedobrak aja. Lagian mau ganti rugi kalo pintu rumah gue rusak?"

Zanna terkekeh.

Seperti sudah lama dia tidak melihat seringai menyebalkan Troy, aneh rasanya ketika dia berpikir merindukan ekspresi itu.

Distorsi (END) TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang