Tubuh Lucy terjerembab di atas empuknya kasur milik Damian. Lelaki tiga puluh dua tahun itu memang membawa sang putri untuk memasuki kamar nya alih-alih memasuki kamar putrinya sendiri.
"Papa." lirih Lucy sambil mengusap pergelangan tangannya yang memar kemerahan karena cengkeraman Damian yang tidak main-main.
Damian masih diam, memilih mengamati tubuh bergetar Lucy dengan mata yang menyala-nyala. Emosi kini menyeruak hebat di dalam dirinya. Perpaduan antara rindu, cemas, marah, serta cemburu melebur menjadi satu hingga menciptakan sosok Damian yang terlihat sangat mengerikan.
"Take it off."
Lucy memberanikan diri untuk mendongak menatap sang ayah. Ia sebetulnya bingung apa yang di maksud oleh ayahnya.
"Papa?" lirih Lucy takut-takut dengan mata yang memerah sembab.
"Lepaskan pakaianmu, Lucy Abraham!" tekan Damian mengerikan.
Lucy tersentak mendengar perintah Damian yang di rasanya tidak masuk akal dan sekaligus tidak senonoh itu. Dengan cepat kepala nya menggeleng. Menolak usulan gila Damian.
"Kamu membantah Papa, sweetheart?" tanya Damian dengan nada super dinginnya.
Lucy menggeleng sembari mencengkeram erat pakaian atas nya. "Jangan, Pa." lirihnya dengan suara bergetar ketakutan.
Lucy tidak sempat berteriak ketika tangan besar Damian sudah meraih tubuh nya dan mendudukkan nya di pangkuan lelaki itu untuk kemudian membuka satu per satu kancing pakaiannya.
Lucy memberontak ketakutan dengan mulut yang tidak henti-henti nya memohon pada Damian untuk menghentikan kegiatan lelaki itu. Ia terisak pilu. Memang ia bahkan pernah berfantasi pada sosok Damian, namun bukan seperti ini cara nya. Saat ini Damian tampak berbeda dari biasanya. Di dalam mata nya hanya ada kegelapan.
"Papa, maafkan Lucy. Jangan lakukan ini, Pa." isak gadis tujuh belas tahun tersebut dengan sesenggukan. Ia tetap berusaha menyadarkan Damian kendati kini hanya tersisa bra berwarna krem yang menutupi tubuh bagian atas nya.
Damian masih diam dengan rahang yang mengeras. Selesai membuka bagian atas pakaian putrinya, kini Damian bangkit dari duduk nya dan berlutut di hadapan Lucy untuk menarik turun celana jeans yang bertengger cantik membungkus kaki indah Lucy.
Tubuh Lucy bergetar karena menyadari kalau kini hanya tersisa bra dan celana dalam saja yang melindungi dirinya. Wajah yang semula sudah pucat itu kini kian bertambah pucat.
Tanpa kata, Damian menyelipkan tangannya di bawah lutut Lucy untuk membopong nya ala bridal menuju ke kamar mandi.
"Buka tirai nya, sweetheart." titah Damian, masih dengan suara kaku.
Lucy menggeleng. "Papa, maafkan Lucy. Lucy tidak akan mengulangi nya lagi." pinta Lucy kendati ia sama sekali tidak tahu di mana letak kesalahannya.
Alih-alih menjawab, Damian justru masih tak bergeming dengan mata yang menatap tirai pembatas antara bathtub dengan area shower.
"Open the curtain please, sweety." ulang Damian sekali lagi dengan penuh penekanan.
Dengan tangis yang kembali meluncur, Lucy akhirnya membuka tirai tersebut dengan pasrah. Tidak ada lagi jalan untuk pergi dari hukuman ayah nya.
Begitu tirai tersingkap, Damian lekas masuk ke dalam bathtub lalu menurunkan Lucy dari gendongannya. Damian mengisi nya dengan air hangat bercampur sabun milik nya yang beraroma maskulin. Masih dengan bibir mengetat, sedangkan Lucy masih dengan tangis nya.
Tangis gadis manis itu semakin mengeras ketika merasakan kalau tangan Damian kini bermain di kaitan bra nya. Ia menggeleng penuh permohonan. "Papa, jangan Pa. Lucy janji akan jadi anak baik. Lucy tidak akan membantah Papa lagi." pinta nya sendu dengan sesenggukan.
"Papa harus menghilangkan jejak anak muda menjijikkan tadi dari tubuhmu! Tidak ada yang boleh menjamahmu, sayang. Tidak ada!" bentak Damian yang kini melempar asal bra Lucy yang sudah tanggal dari tubuhnya.
Dengan gerakan cepat, tangan Damian meraih loofah dan menggosok kasar seluruh tubuh bagian atas Lucy yang sepenuhnya telanjang itu hingga kulit putih putrinya terlihat memerah akibat kuat nya gosokan Damian.
Lucy menjerit merasakan perih sekaligus sakit pada area dada nya yang kini menjadi pusat siksaan dari Damian.
"Papa sakiiiitttt." teriaknya kala Damian menggosok dada nya yang menggantung indah tersebut dengan brutal.
Damian sendiri seolah buta dengan jeritan pilu Lucy. Yang ada di pikirannya saat ini adalah bagaimana caranya menghilangkan bekas jamahan lelaki muda sialan yang dengan berani nya mendekati Lucy. Lucy-nya!
"Diamlah! Berhenti menjerit seolah Papa menyakitimu!" bentak Damian dengan suara menggelegar nya sambil membanting loofah yang sebelumnya berhasil menyiksa kulit Lucy.
Damian menjambaki rambutnya kuat-kuat, berusaha menahan diri agar tidak menyelesaikan emosi nya dengan cara menyerang Lucy. Ia memukuli dinding dengan membabi buta, tidak menghiraukan tangannya yang semakin terluka setelah sore tadi juga melakukan hal yang sama.
Setelah tangisan Lucy yang mengisi kamar mandi, kini tangisan itu berganti menjadi jeritan Lucy. Putri kecilnya itu begitu panik melihat nya meninju dinding kamar mandi layak nya orang gila.
Entah sejak kapan, namun jemari lentik Lucy sudah melingkari lengannya, berusaha menariknya menjauh dari dinding yang menjadi pusat pelampiasan emosi nya sejak pagi.
"Jangan Pa. Jangan sakiti diri Papa. Lucy yang salah Pa. Lucy mohon, hentikan Pa." pilu putri nya itu sambil mencoba terus menariknya menjauhi dinding kamar mandi yang kini terdapat bercak kemerahan darah yang berasal dari buku-buku jari nya.
Napas Damian masih menderu cepat. Emosi nya belum sepenuhnya memudar. Mata nya masih menajam, menusuk tepat pada diri Lucy yang bersimbah air mata.
Dalam hati, Damian merutuki betapa sempurna nya tubuh Lucy. Dewi Aphrodite saja ia yakini akan malu jika bersanding dengan Lucy.
Rambut Lucy tergerai dengan kondisi setengah basah dari bagian tengah hingga ujung rambut. Wajahnya yang sendu semakin terlihat mempesona dengan mata yang sembab dan juga memerah, begitupun wajahnya.
Mata Damian kini menyusuri semakin ke bawah dari anatomi tubuh Lucy. Ia dipaku kaku di tempat begitu melihat keadaan lengan bahkan hingga dada Lucy yang sungguh indah itu kini berhiaskan warna merah terang dengan beberapa titik yang mengeluarkan darah.
Napas Damian seolah tertarik dari tubuhnya begitu ia melihat keseluruhan kondisi Lucy. Tubuhnya limbung. Hati nya bak di sayat melihat luka yang Lucy dapat dari kekejaman tangannya.
"Sweetheart." lirih Damian.
Lucy masih menangis dengan kembali memeluk lengan Damian. "Jangan sakit, Pa. Biar Lucy saja." isak nya dengan pilu.
Seketika itu juga, hati Damian di hantam nyeri karena ucapan tulus putri yang sebelumnya sudah ia sakiti tanpa perasaan dan tanpa sebab yang jelas.
Damian dengan sigap memeluk tubuh Lucy yang semakin meraung begitu merasakan pelukannya. "Sshh sayang, maafkan Papa nak. Maafkan Papa." bisik Damian dengan suara bergetar. Ia menghujani Lucy dengan kecupan sarat akan penyesalan luar biasa.
"Jangan sakiti diri Papa karena Lucy, Pa. Jangan." balas gadis cantiknya dengan lirih.
Baru saja hendak menjawab, Damian justru berteriak panik ketika tubuh Lucy luruh dalam dekapannya. Putrinya tidak sadarkan diri.
🔶🔶🔶
Sorry typos dear.
31 Oktober 2019
Xylinare.