Dering alarm yang begitu keras berhasil membangunkan seseorang yang kini tengah menggeliat di balik hangat selimut. Mata indah itu mengerjap, tersenyum tipis saat secercah sinar matahari menyinari tepat di mata nya. Tampak gorden yang melambai-lambai terkena sejuk nya udara pagi.
Tubuh itu lantas beranjak dari atas ranjang. Menggeliat ringan sambil berjalan menuju balkon yang menyajikan pemandangan riuh nya jalanan kota kendati matahari baru sedikit menampakkan diri.
Orang itu tersenyum, membuat gerakan ringan untuk melemaskan otot-otot nya selepas nyenyak semalam. Hari ini ia mempunyai segudang kegiatan yang menunggu. Namun di antara keseluruhan itu, ada satu agenda yang sangat ia tunggu-tunggu. Yaitu pertemuannya dengan sang pujaan hati. Siapa lagi kalau bukan Damian Abraham.
Yap, seseorang yang tak lain adalah Chloe itu tampak berseri membayangkan wajah tampan Damian. Damian nya....
Chloe tersenyum miris ketika mengingat kembali kejadian semalam, di mana Damian menolak sodoran dirinya yang ia berikan secara sukarela. Padahal sebelumnya, tidak ada yang pernah sanggup menolak pesona dirinya. Siapa yang tidak tertarik dengan perempuan sepertinya? Cantik, sukses, dan mandiri.
Namun hal itu tidak berlaku untuk Damian. Setelah sekian lama ia menahan perasaan yang ia punya untuk rekan bisnisnya, akhirnya, ia berhasil meraih dan merasakan kehebatan Damian di atas ranjang. Meskipun Damian menjamahnya di bawah pengaruh alkohol.
Chloe hanya berharap, ia memiliki kesempatan sekali lagi untuk memiliki Damian. Membawanya ke ranjang dan melakukan kegiatan menyenangkan, lalu ia akan hamil anak Damian dan meminta pertanggung jawaban. Ia berharap.
Menilik jam yang sudah semakin beranjak siang, Chloe lantas menuju kamar mandi. Ia harus bisa tampil sebaik mungkin untuk kembali menarik perhatian dari Damian.
☀☀☀☀
Lucy sengaja bangun sedikit lebih siang ketimbang biasanya demi menghindari Damian yang pasti akan di temuinya di meja makan saat sarapan. Gadis itu menghela napas panjang. Sejak mengetahui eksistensi dari sosok bernama Chloe semalam, perasaan Lucy seolah terhimpit sesak dan tidak nyaman.
Ia kira, dengan keterikatan mereka, Damian akan sepenuhnya menjadi milik Lucy seorang. Namun nyata nya, Lucy saja yang terlalu berharap tinggi dan menyalah artikan betapa sayang nya Damian padanya selama ini. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyum kecut. Dasar anak asuh tak tahu diri rutuk nya pada diri sendiri. Memang nya ia siapa hingga mengharapkan cinta dari Damian, ayah angkatnya? Ia hanyalah seorang anak hopeless dan beruntung bisa ditemukan oleh Damian di tengah pelariannya.
Menghela napas, Lucy akhirnya bangkit lalu menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci wajah dan menggosok gigi sebelum beralih menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.
"Grandma?" Lucy terkejut melihat sosok nenek nya yang tengah sibuk dengan apron coklat bergambar kelinci miliknya.
Alzbeta kontan menoleh ke belakang ketika mendengar sebuah suara yang berasal dari sang cucu. Wanita yang sudah memiliki banyak kerutan di wajahnya itu tersenyum lebar menyambut sang cucu.
"Halo sayang." sapa nya sebelum kembali mengaduk adonan yang Lucy duga adalah adonan pancake.
"Maaf merepotkan mu, Grandma. Lucy terlambat bangun." ringis nya setelah sebelumnya memberi kecupan selamat pagi untuk sang nenek tercinta.
Alzbeta balas mengecup pipi Lucy. "Grandma tidak merasa repot. Sudah lama juga Grandma tidak sibuk seperti ini." balas nya menenangkan hati sang cucu.
Lucy tersenyum lalu mengangguk. Ia memilih memeluk Alzbeta dari belakang, mengamati tiap gerakan luwes dari tangan keriput itu.
"Kemana semua nya? Kenapa sepi sekali?" tanya Lucy yang sesungguhnya penasaran akan keberadaan sang Papa.
"Grandpa mu sedang menerima telepon dari rekannya, dan Papa mu sudah berangkat pagi-pagi sekali." Lucy menghembuskan napas lega.
"Ada apa, sayang?"
Lucy menggeleng, lalu berusaha mengalihkan topik. "Apa Grandma mau kubantu membuatkan kopi untuk Grandpa?"
Alzbeta mengangguk. "Iya, boleh sayang. Terima kasih banyak, ya."
Lucy mengangguk. Lalu mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Memasak pancake dan membuat kopi. Ada hening sejenak di antara kedua wanita berbeda generasi tersebut.
"Grandma?"
Alzbeta yang baru saja membalik adonan pancake pun menoleh menatap sang cucu. "Ya sayang?"
Untuk sesaat, Lucy mencoba menelan saliva nya sebelum mengutarakan pertanyaan yang cukup riskan untuk keadaan hatinya. "Grandma...menyukai onty Chloe?" tanya nya pelan dengan wajah yang sudah di gelayuti raut kesedihan.
Alzbeta mengerutkan kening nya bingung dengan pertanyaan tak terduga dari sang cucu. "Memang nya kenapa, sayang? Lucy kenal dengan onty Chloe?"
"Papa...Papa sering bertemu dengan onty Chloe, Grandma. Apa onty Chloe itu...orang baik?" tanya nya lagi dengan terbata, disertai sebuah luka pada hati nya.
Alzbeta menghembuskan napas panjang. "Yang Grandma tahu adalah Papa mu yang saat itu sedang frustasi karena menyukai seseorang, membuat kesalahan semalam dengan Chloe. Dan ya, karena terlalu kalut dengan pikirannya, Papa mu tanpa sengaja...menidurinya."
Adukan Lucy pada gelas berisi kopi perlahan mulai mengendur. Gadis itu harus mengatur napas nya yang tiba-tiba menjadi sangat sesak. Membayangkan kalau suatu saat ia benar-benar bukan lagi prioritas sang Papa, dan membayangkan Papa nya pernah menjalin hubungan intim dengan Chloe, mampu menimbulkan nyeri hebat di dadanya. Rasanya sesak dan tidak mengenakkan.
Alzbeta menangkup wajah Lucy dengan mata nya yang khawatir. Tangan keriputnya mengusap lembut di kedua pipi chubby Lucy, dan menyematkan sebuah kecupan sayang bertubi-tubi. Seolah mengerti apa yang sedang cucu nya pikirkan.
"Itu artinya, Papa akan segera memiliki seorang kekasih ya Grandma? Dengan onty Chloe?"
Alzbeta mengerjap bingung mendengar perkataan sang cucu. "Kekasih? Onty Chloe?"
Lucy menatap kosong, berusaha menyunggingkan sebuah senyum yang malah terlihat seperti sebuah senyuman pahit. "Bukankah onty Chloe sedang hamil anak Papa, Grandma? Itu artinya, Lucy akan segera memiliki Mama dan juga adik, bukan?"
Gadis itu menyeringai pedih dalam hati. Setidaknya, ia masih memiliki arti bagi Damian, sebelum akhirnya ia akan menjadi orang nomor sekian dalam prioritas sang ayah.
Alzbeta terbelalak tak percaya dengan perkataan sang cucu. "Sayang, apa maksudmu dengan kehamilan Chloe? Siapa yang memberimu informasi seperti itu?"
Lucy menatap Grandma nya dengan raut sedih. "Semalam Lucy mendengar nya sendiri dari Grandma. Tentang meminta pertanggung jawaban karena kehamilan."
Alzbeta sesaat terdiam. Menatap wajah Lucy amat serius dan penuh telisik. Ada sesuatu yang menimbulkan praduga di hatinya. Ia menggeleng sejenak, sebelum akhirnya menatap sang cucu dengan raut lembutnya.
"Akan lebih baik kalau kau menanyakan sendiri pada Papamu, sayang."
🔶🔶🔶
Damian libur dulu di chapter ini😁 duh maaf ya dear aku lama banget nggak up dalam sejarahku sebagai penulis amatir. Kegiatan kampus beneran seabrek, nggak seindah di ftv, terlebih aku kuliah di kesehatan yg tugasnya lebih berat dan berlipat😢
Nggak sempet edit, maafin kalo typos ya.
04 Desember 2019
Xylinare.