Damian turun ke dapur karena rasa haus yang mendera setelah nyaris berjam-jam menyetubuhi putrinya. Peluh, lelah, serta mengantuk tentu ia rasakan. Namun ketika melihat pulas nya Lucy tertidur dengan sebuah senyum di bibirnya, rasa lelah yang ia rasakan segera enyah dari tubuhnya.
Damian menguap sambil berjalan menuju meja, menuangkan segelas air dari teko dan menenggak nya rakus. Ya Tuhan, kalau saja semua rasa lelah itu bisa seindah ini, ia tentu tidak akan mengeluh kalau setiap detiknya lelah selalu menghampiri.
Baru saja ia meletakkan gelas ke atas meja, Damian dikejutkan dengan kedatangan sang Ayah yang kini ikut mengambil gelas dan menuang air untuk ditenggak.
"Beri Lucy istirahat, Damian. Tubuhnya masih belia, jangan kau paksakan untuk melayani nafsumu yang tak pernah habis itu."
Damian melirik Jakub dan mendengus sinis. "Kami saling menikmati, Dad. Berhenti selalu berusaha menyalahkanku."
Jakub meletakkan gelas nya dan terkekeh. "Duduklah nak. Sudah lama kita tidak pernah bercengkerama berdua."
Mulanya, Damian tentu saja malas menuruti keinginan Jakub. Namun ketika mengingat kembali kalau ucapan Jakub ada benarnya, ia lantas menghempas bokongnya ke atas kursi di meja makan. Sudah cukup lama kedua lelaki berbeda generasi itu tak saling bercerita ringan untuk melepas lelah dan beban. Kesibukan Damian dan juga kemarahan Jakub rupanya jadi penghalang terbesar bagi keduanya.
"Apa cucuku sudah tidur?"
Damian mendesah. "Berhentilah memancing keributan denganku, Dad. Lucy bukan lagi cucumu. Dia akan segera menjadi menantumu dalam waktu dekat." Geram lelaki tiga puluh tiga tahun itu kesal.
Jakub manggut-manggut, seolah mencoba memahami keinginan sang putra. "Apa kau sudah yakin, nak? Dan apa kau yakin kalau Lucy akan menerimamu dan semua pikiran gilamu?"
Bibir Damian tersenyum menyeringai. "Oh kau tidak akan percaya, Pak Tua. Lucy sudah menerima lamaranku ketika ia meneriakkan namaku di sela orgasme hebatnya."
Jakub menggeleng tak habis pikir melihat kesombongan putranya ketika memamerkan keberhasilannya menjerat Lucy ke dalam hubungan mereka.
"Apa kau sudah memikirkan apa saja plus minus nya ketika memperistri Lucy?"
"Tentu saja aku sudah memikirkan masak-masak akan semua konsekuensi yang akan kuterima, Dad."
"Termasuk dengan selisih usia dan juga status kalian?"
Kening Damian mengernyit tak suka. "Kami bukan pendosa yang dibenci Tuhan, Dad. Kami bukan incest. Tidak ada hal yang kudobrak di sini, baik dalam sosial maupun agama. Kami berdua murni dua orang asing tanpa setetes pun darah yang sama yang mengaliri tubuh kami. Jadi, apa masalahnya?"
Jakub tertawa melihat reaksi putranya yang bak alpha melindungi sang luna. "Relax, son. Aku hanya bertanya padamu. Jika kau merasa semua sudah terkendali, itu justru bagus. Hanya itu yang ingin kutanyakan. Berhentilah selalu dalam mode memangsa seperti ini."
Bibir Damian mengerucut kesal karena merasa berhasil termakan jebakan sang ayah. "Maka berhentilah selalu mengganggu Lucyku, Dad! Dia milikku!"
Jakub mengangkat tangannya ke atas, membuat gestur seolah-olah menyerah akan keadaan.
"Aku mengaku kalah, nak. Kupikir dengan sedikit bujukan, aku bisa memilahkan siapa calon cucu menantuku. Namun melihat bagaimana patuhnya Lucy padamu, aku menyerah. Kuputuskan memberi restuku untuk kalian berdua." Jelas nya yang memancing binar senang di mata Damian.
"Kau serius?"
Jakub mengedikkan bahu sambil menyesap air minum dalam mug. "Jika kau merasa seperti itu."