Lucy termangu di ruang tamu ketika menunggu sosok Damian yang sejak sore tadi belum juga sampai di rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Grandma dan Grandpa yang sejak tadi menemani nya karena kunjungan rutin pun di buat bingung lantaran Damian yang tidak kunjung pulang.
"Sayang, beristirahatlah. Biar Grandma dan Grandpa yang menunggu papa mu."
Lucy menoleh dan menatap wajah khawatir Alzbeta, lalu menggeleng pelan. "Lucy belum mengantuk, Grandma."
"Sayang, dengarkan ucapan Grandma mu. Kau masih sakit, istirahatlah. Grandpa janji akan memanggilmu begitu Damian pulang." kali ini Jakub yang berusaha membujuk sang cucu yang memang terlihat pucat. Istri nya bahkan heboh dan panik ketika melihat wajah pucat Lucy yang tadi menyambut kedatangan mereka.
Lagi, Lucy tersenyum kecil sambil menggeleng. "Grandpa dan Grandma tidak usah khawatir. Lucy baik-baik saja. Oh ya, apa Grandma dan Grandpa mau teh jahe? Lucy pandai membuat teh jahe untuk Papa." tawarnya sekaligus ingin mengalihkan topik pembicaraan.
Alzbeta dan Jakub saling melirik lalu menghembuskan napas pelan. Lucy bisa sangat keras kepala pada saat tertentu, seperti saat ini contohnya.
"Baiklah. Buatkan yang paling enak untuk kami, sayang." Jakub tersenyum melihat mata berbinar Lucy.
"Tentu, tunggu sebentar ya." pamit nya undur diri dengan riang, seolah melupakan kepulangan Damian yang mereka tunggu sejak tadi.
Tak lama berselang sejak Lucy memasuki dapur yang memang lumayan jauh dari ruang tamu, pintu utama rumah mewah milik Damian terbuka, menampilkan sosok lelaki bertubuh atletis yang nampak kusut dan lelah namun sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanannya.
Damian terkejut melihat sosok Alzbeta dan Jakub yang kini menatap nya penuh kelegaan.
"Ma? Pa? Kalian di sini?" tanya nya sambil meletakkan tas nya di atas sofa. Ia menghempaskan tubuhnya yang super lelah sambil mengendurkan dasi yang serasa mencekik lehernya.
"Dari mana saja kau nak?"
Damian yang sedang memejamkan mata lantas melirik sesaat pada Jakub yang kini menatap nya penuh tanya. "Dari kantor." singkatnya.
"Selama itu? Lucy bahkan sudah menunggumu sejak berjam-jam yang lalu, sayang. Mama dan Papa yang menemani nya sejak tadi. Apa ada masalah di kantor?"
Mendengar nama Lucy, tubuh Damian otomatis tersentak. Astaga, ia bahkan lupa dengan Lucy nya!
"Di mana Lucy ku, Ma?" tanya Damian panik.
"Dia sedang di dapur membuatkan teh jahe." jawab Jakub yang langsung membuat Damian lega luar biasa.
"Syukurlah." gumam Damian sambil mengusap wajah.
"Apa itu di kerah kemeja mu, sayang?" celetukan Alzbeta memancing rasa kaget kedua orang di sana.
Alzbeta menatap intens bercak merah yang berbentuk seperti...bibir.
"Memang nya ada apa, Ma?" Damian justru bingung dengan pertanyaan dari Alzbeta. Ia tidak merasa ada yang aneh sama sekali dengan penampilannya, kecuali rambut dan wajahnya yang ia yakini sudah kusut.
"Itu lipstik." Alzbeta menjawab sendiri pertanyaannya tadi. Mata nya kini memicing menatap sang putra yang tampak sangat terkejut akan ucapannya.
"Lipstik? Ma, tidak mung....."
Ucapan Damian langsung terhenti begitu teringat kehadiran Chloe di kantornya sore tadi. Lelaki itu meneguk saliva nya susah payah. Sialan jalang itu! Ia menatap wajah Mama dan Papa nya yang tampak horor.
Sebenarnya, Damian sudah hampir berhasil meninggalkannya di kantor sejak beberapa jam lalu. Tapi, Chloe dengan tidak tahu malu nya justru mengunci mereka di ruangan Damian. Mendekat dan menciumi nya secara membabi buta. Bahkan tanpa malu, Chloe menelanjangi dirinya sendiri. Seolah tidak malu akan raut marah dan jijik yang diperlihatkan Damian. Damian yang tidak bisa berpikir jernih, justru memilih mengunci diri di kamar pribadi yang ada di ruangannya. Menunggu hingga Chloe lelah sendiri. Hingga akhirnya jalang sialan itu pulang dengan serentet makian untuknya.
"Sebaiknya beri penjelasan secepatnya, sayang." tekan Alzbeta dengan wajah yang mengeras. Ia tahu betul kalau Damian tidak lagi berurusan dengan makhluk bernama perempuan sejak sang putra memiliki Lucy di hidupnya. Dan melihat noda lipstik yang jelas terlihat di kemeja milik putranya, tentu saja memantik api amarah dalam diri Alzbeta. Jangan bilang kalau putranya kembali menjadi pemain wanita?!
"Chloe datang ke kantor sore tadi." cicit Damian jujur.
Kesiap suara dari Alzbeta memenuhi ruang tamu. Wanita itu tampak syok mendengar nama yang sudah beberapa bulan ini selalu dikeluhkan oleh putranya.
"Chloe? Oh God, mau apa lagi dia hingga berani mendatangi kantormu? Apa kalian menjalin hubungan secara diam-diam setelah kesalahan satu malam kalian?" tanya Alzbeta beruntun, sangat marah sekaligus penasaran mendengar Chloe mendatangi putranya.
Damian mendengus sebal. "Yang benar saja, Ma."
Alzbeta mendesah lega, lalu melotot dan memukuli lengan Damian, memancing ringisan putra nya itu. "Jangan berani kau menjalin hubungan dengan Chloe di belakang kami, nak. Sampai kapanpun Mama tidak akan pernah setuju dengan perempuan binal itu!" gertak Alzbeta senewen.
"Ma, kau tahu pasti kalau aku dan dia hanya melakukan kesalahan satu malam. Itu pun aku sedang tidak sadar. Hanya sekali aku menidurinya. Dan aku tidak akan mungkin menjalin hal bernama hubungan. Sampai kapanpun tidak."
"Tetap saja! Sekarang, Mama mau kau lebih tegas padanya. Mama tidak mau sampai suatu hari Mama mendengar tangisan perempuan yang datang kerumah karena meminta pertanggung jawaban karena hamil anakmu!"
☀☀☀☀
"...meminta pertanggung jawaban karena hamil anakmu!"
Ucapan dari Grandma nyaris membuat Lucy menjatuhkan nampan yang ada di tangannya. Tubuh gadis itu bergetar, mengerti akan arah pembicaraan dari sang nenek pada Damian.
Lucy mengintip ketiga orang dewasa di sana yang tampak berbincang-bincang serius.
Itu pasti tentang Chloe batin Lucy perih.
Hati nya goyah ketika mendengar ucapan Grandma nya tentang kehamilan seseorang. Seseorang yang tak lain adalah kekasih Damian, ayah nya.
Itu berarti Chloe adalah wanita yang spesial di hati Papa nya, bukan? Wanita yang saat ini sedang mengandung anak Papa nya. Yang berarti adalah adiknya. Wanita yang pastinya sangat di puja dan di cintai oleh Papa nya. Di perlakukan penuh cinta dan kelembutan seperti Damian memperlakukannya selama ini.
Hati Lucy serasa di sayat ribuan pisau. Ngilu dan perih. Ia tidak tahu apa yang terjadi padanya. Namun membayangkan kalau sang Papa mempunyai wanita lain yang diperlakukan spesial selain dirinya membuat gadis itu tak terima.
Lucy menggeleng sedih. Apa cinta yang Papa nya ucapkan hanya berupa fantasi semu yang Lucy salah artikan? Mengingat Damian tidak pernah memberi pernyataan lanjutan tentang kata cinta yang ia lontarkan.
Lucy tersenyum miris. Ia selalu saja menjadi yang terbuang. Tidak hanya sosok ayah nya yang memeras tenaga kecil nya saja, namun kini sosok Papa, panutan, idola nya, cinta nya pun sudah menunjukkan sinyal akan memiliki prioritas lain selain diri nya. Akan menghilangkan cinta untuk dirinya, si anak asuh yang tidak jelas asal usulnya.
"Apa Lucy tidak pernah di takdirkan bahagia?" lirihnya yang tanpa sadar sudah menitikkan air mata.
Gadis itu tercekat ketika merasakan pipi nya yang lembab. Ia terkekeh kecil yang terdengar sangat miris. "Lucy tidak boleh menangis. Lucy harus jadi anak yang kuat." optimis nya pada diri sendiri.
Dengan memantapkan hati, gadis itu mendekat dan berusaha tersenyum kendati hati nya disayat sembilu.
"Papa sudah pulang?" sambutnya dengan sebuah senyum menawan.
🔶🔶🔶
19 November 2019
Xylinare.