Ketiga orang itu sedang saling berhadapan. Mengabaikan ramai nya suasana resto yang sengaja di pilih Damian atas permintaan langsung dari Lucy yang enggan bertemu di tempat privat.
Damian mengamati betul raut Lucy dan raut ayah kandung calon istrinya yang berbanding jauh. Raut wajah lelaki paruh baya itu terlihat sangat merindu dan juga bersalah, sedangkan Lucy terlihat sangat tegang dan tertekan. Damian benci melihat Lucy ketakutan seperti saat ini.
"Terima kasih sudah menerima undangan dari kami untuk bertemu di tempat ini."
Sosok Ayah Lucy tersentak dan segera mengalihkan tatapannya pada Damian yang tersenyum sopan padanya.
"Eh..aku..harusnya aku yang berterima kasih karena sudah diberi kesempatan untuk bertemu putriku."
"I'm not your daughter anymore!" Desis Lucy tercekat.
Dengan cepat Damian segera memeluk Lucy yang tampak sangat terguncang dengan pertemuan kali ini. Sialan, hatinya ikut terasa nyeri saat melihat raut kesakitan Lucy. Tapi Damian tidak mempunyai pilihan. Semua hal di masa lalu Lucy harus segera ia tuntaskan segera. Ia tidak mau lagi ada beban yang menggelayuti pernikahan mereka nantinya. Jadi pilihannya adalah, now or never.
Ayah kandung Lucy terlihat sangat sedih mendengar penolakan dari putrinya. Jadi inikah perasaan yang dulu selalu dirasakan oleh Lucy? Terbuang dan tak dianggap selain sebagai mesin penghasil uang untuknya berjudi dan juga mengencani jalang-jalang di rumah bordil langganannya.
"Lucy.." bisiknya sedih. "Maafkan Ayah, nak. Ayah sangat menyesal."
Lucy membuang wajah dan memilih menatap beberapa anak kecil yang berlarian menuju area bermain yang pihak resto sediakan. Terlihat lebih membahagiakan dan juga menenangkan hatinya yang gundah.
"Maaf, bukan maksud saya lancang dengan ikut campur masalah kalian berdua, tapi sebagai ayah angkat sekaligus calon suaminya, saya hanya bisa meminta waktu untuk Lucy bisa menerima semua ini. Sedikit banyak saya tahu bagaimana masa lalu kalian. Dan saya pribadi pun sangat menyayangkan sikap anda terhadap putri anda sendiri."
Ayah kandung Lucy tampak kaget dan terkejut mendapati fakta kalau Damian adalah seorang ayah asuh yang akan menjadi suami dari putrinya. Ia hanya mengira kalau lelaki yang menemani Lucy datang menemuinya adalah kekasihnya. Sama sekali tidak menyangka kalau lelaki ini juga lah yang selama ini merawat dan membesarkan putrinya hingga tumbuh dewasa secantik ini.
"Anda...ayah asuhnya? Apakah Lucy bersikap baik selama ini?" Tanya nya lirih.
"I'm not you! Aku orang yang tahu diri dan balas budi." Sela Lucy cepat dengan menatap sosok Ayahnya penuh kebencian. Well, ternyata rasa takut yang dimiliki Lucy sejak kecil kini seolah meluap dan meledak begitu saja. Raut takut nampak sirna, berganti dengan raut penuh angkara dan kebencian.
Damian merengkuh kepalan jemari Lucy di bawah meja. Menggenggam nya lembut, berusaha menenangkan gejolak emosi yang membumbung di dalam diri calon istrinya itu.
"Selama tinggal bersama saya, Lucy selalu bersikap baik dan sangat ceria. Lucy anak baik dan sangat patuh. Anak anda adalah sosok anak perempuan idaman seluruh ayah di dunia."
Terlihat senyum sedih di wajah keriput ayah kandung Lucy ketika mendengar ucapan Damian. "Tapi aku justru berbuat bodoh dengan menyia-nyiakan putriku yang baik hati ini."
Ketika sang Ayah menatap wajahnya, kali ini Lucy sama sekali tidak menghindar. Ia balik menatap wajah tua Ayah nya dengan raut penuh penilaian.
"Apa yang membuatmu menyadari keberadaanku bahkan setelah sekian lama kau berusaha membunuhku secara perlahan? Apa karena tidak ada lagi seseorang yang bisa kau jadikan robot penghasil uang? Tidak ada lagi yang bisa memberimu uang untuk meniduri pelacur-pelacur rendahan itu?"