DUA BELAS

5.7K 445 36
                                    

"Papa juga sayang Lucy. Papa sangat mencintai Lucy."

Tubuh Lucy menegang dalam pelukan erat milik Damian. Mata bulat itu mengerjap berulang kali, terkejut dengan ucapan Damian.

Tidak ada yang aneh sesungguhnya akan ucapan Damian. Toh banyak di luaran sana orang tua yang mengatakan betapa cinta nya mereka pada sang anak. Namun tentu saja, ucapan Damian baru saja terdengar janggal.

Damian sudah mengatakan sayang sebelum mengatakan cinta. Bukankah itu dua perasaan yang berbeda? Sayang sebagai orang tua, tentu saja. Namun cinta? Astaga, Lucy tiba-tiba meremang menyadari akan pikirannya sendiri.

"Papa." panggilan itu tidak di gubris oleh Damian. Lelaki itu sibuk mengecupi Lucy, seolah lewat kecupan itulah hidup Damian bergantung.

Lucy meronta dalam pelukan Damian saat merasa tidak ada respon dari sang Papa. Dan nyata nya, pemberontakan itu berhasil memancing respon sang Papa yang menggerung tak senang. Lucy bisa melihat wajah mengeras Damian ketika pelukan mereka terurai. Lucy yang mengerti situasi akan memanas seketika menangkupkan tangannya pada rahang tegas itu yang langsung direspon cepat oleh sang pemilik rahang.

Damian menyenderkan pipinya di atas tangkupan tangan Lucy, mengecupnya sesaat sebelum kembali memejamkan mata dengan senyum damai nya. Lucy yang melihat tingkah Damian tersenyum haru. Inilah Damian, inilah Papa nya. Superhero nya.

"Papa." panggil Lucy lembut.

"Hmm."

Dengan sebelah tangannya yang tidak disandari Damian, Lucy mengusap lembut kelopak mata Damian yang kini tertutup, menikmati kegiatannya menyandarkan wajah di atas telapak tangan Lucy.

Lucy tersenyum lembut. Damian sedang dalam mode manja nya saat ini.

"Papa sudah tidak marah pada Lucy?" pertanyaan lembut dengan nada hati-hati itu menyentak Damian hingga memaksa lelaki itu membuka mata, meninggalkan sejenak kenyamanannya akan tangkupan tangan Lucy.

Mata Damian menatap lurus pada mata hitam pekat Lucy yang kini terlihat ragu-ragu. Dalam hati Damian meringis pilu. Putri nya masih ketakutan padanya.

"Lucy takut pada Papa, sayang?" alih-alih menjawab, Damian justru balik bertanya pada Lucy dengan masih menautkan mata mereka.

Tubuh Lucy bergerak gelisah. Ia dilema untuk menjawab jujur atau justru memilih berbohong saja. "L-Lucy sedikit takut kalau Papa marah lagi pada Lucy. Maafkan Lucy Pa karena nakal." pinta nya cepat.

Damian melepaskan napas panjang nya. Ia menegakkan kembali leher nya dan justru menuntun Lucy untuk duduk di pangkuannya. Jemari Damian menyusuri kelembutan pipi Lucy yang kini tampak sedikit pucat. "Jangan. Jangan pernah takut pada Papa sayang. Papa sedih sekali. Papa benci diri Papa karena menyakiti Lucy." ucap nya parau menahan tangis.

Mereka berdua tidak sadar ketika selimut yang menutupi tubuh Lucy sudah melorot, jatuh tepat di atas paha Lucy. Mengetahui hal itu, pipi Lucy kontan bersemu, sedang Damian tersenyum amat lembut.

"Jangan!" cegah Damian ketika melihat Lucy akan menaikkan kembali selimutnya. Tangan Damian mencengkeram erat selimut itu agar tetap pada tempatnya.

"Papa, L-Lucy...ini..." Lucy jelas gugup ketika mata Damian menyusuri dada telanjang nya yang kini tampak menyeramkan karena guratan tempat keluarnya darah akibat lecet.

Dengan menahan punggung Lucy agar tidak terlentang ke belakang, Damian sedikit menundukkan tubuhnya untuk menjangkau salep yang tadi pagi diletakkan Marry di nakas.

"Kita obati dulu lukamu, baby." bisik Damian lembut sambil mengecup kening Lucy dalam.

Hati Lucy menghangat ketika mendapati sosok Papa nya telah kembali. Papa nya yang begitu penyayang dan lembut, yang selalu menciumnya sayang. Gadis itu terharu ketika mendapati Damian yang nyata nya masih menyayangi nya.

Rona merah makin menyebar di seluruh pipi Lucy tatkala jemari kokoh milik Damian menyapukan salep itu di sekujur area luka nya. Gerakan Damian begitu pelan dan lembut, sangat hati-hati agar tidak melukai tubuh mungil itu.

"Apa ini sakit, sayang?"

Lucy mengalihkan pandang ke wajah Damian yang kini tampak campur aduk dan tidak berhasil ia pahami.

"Tidak, Pa. Lucy hanya merasa dingin dan nyaman." bisiknya.

Mata Damian menatap sendu putrinya. Jemari kokoh miliknya masih terus menari pada setiap bilur luka yang ada di permukaan tubuh Lucy. Hasil dari hilang nya kontrol emosi seorang Damian Abraham.

"Papa."

"Ya sayang?" sahut Damian serak menahan tangis.

Damian tersentak kala kembali merasakan jemari Lucy yang mengusap lembut kedua pipinya yang basah. Apa ia menangis?

"Kenapa Papa menangis? Lucy tidak suka Papa sedih. Ini semua salah Lucy, Pa. Maafkan Lucy, ya?" pinta nya memelas, seakan gadis itu lupa kalau di sini, Damian lah yang bersalah. Melupakan siapa pelaku utama yang menyebakan seluruh permukaan kulitnya terluka seperti ini.

"Lucy tahu kenapa Papa menangis. Papa sama seperti Ayah Lucy. Menyakiti Lucy sampai seperti ini." rintih Damian merutuki dirinya sendiri. Menyesali perbuatan nya yang sama saja dengan Ayah kandung putri asuh nya. Ringan tangan.

Lucy termangu. Kaget mendengar ucapan Damian yang untuk pertama kalinya membawa kembali pembahasan Ayah kandung nya setelah sekian lama mereka hidup bahagia. Lucy bahkan lupa jika ia hanyalah seorang anak asuh yang beruntung karena ditemukan oleh sosok malaikat seperti Damian malam itu.

Dengan lembut, Lucy meraih jemari Damian yang masih setia mengolesi tiap luka miliknya dengan salep.

"Kita tidak pernah membahas Ayah sebelumnya." kekeh Lucy pelan. "Lucy bahkan lupa kalau Lucy hanyalah anak yang beruntung karena diasuh oleh lelaki sehebat Papa." bisiknya penuh kekaguman.

Damian mencelos dalam hati. Ia malu. Sungguh malu. Bagaimana bisa putrinya masih memuji setelah apa yang ia lakukan?

"Sayang, Papa bukan malaikat." elak Damian sedih. "Karena nyata nya, Papa menyakitimu. Sama seperti Ayah kandungmu."

Kepala Lucy menggeleng tak setuju. Raut wajah nya seketika berubah menatap Damian. "Di sini, Papa tidak sengaja menyakiti Lucy. Papa hanya berusaha melindungi Lucy dari seseorang yang tidak baik. Ditambah lagi, Papa sedang banyak pikiran. Hal yang tentunya berbeda karena Ayah Lucy dengan sengaja menyakiti Lucy untuk kepentingan pribadinya."

Damian terpana mendengar penuturan Lucy yang secara tidak langsung menuturkan juga seperti apa pandangan putri asuh nya selama ini terhadapnya. Pemikiran putrinya sungguh mulia dan juga dewasa. Menyikapi tiap penyesalan Damian dengan pemahaman akan hilang nya kontrol Damian kala melakukan hal jahat tersebut.

Dengan cepat, ia meraih tubuh Lucy. Memeluknya hangat, namun tidak erat. Mengingat luka-luka di tubuh Lucy masihlah basah.

"Terima kasih sayang karena Lucy mau memaafkan dan memahami Papa. Papa tahu Papa bukanlah Papa yang terbaik. Namun yang harus Lucy tahu, Papa sangat sayang dan cinta Lucy."

Deg.

Lagi-lagi kalimat cinta itu meluncur dari mulut Damian, bersamaan dengan kata sayang. Sungguh dua kata yang berbeda makna jika diucapkan dalam satu waktu yang sama. Namun Lucy menepis pikiran itu jauh-jauh. Itu semua hanya karena Papa nya sangat menyayangi Lucy. Itu saja.

Maka dengan penuh kehangatan, Lucy pun membalas rengkuhan superhero dalam hidupnya.

"Lucy juga sayang dan cinta Papa."

🔶🔶🔶

Sorry typos.

11 November 2019

Xylinare.

The Depth of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang