Sepanjang hari, Damian terus saja memikirkan akan kembali nya sosok ayah kandung dari Lucy yang membuatnya khawatir luar biasa. Jujur, Damian tidak pernah takut apapun selama ia hidup di dunia yang kejam ini. Namun kini, ketakutan pertama sepanjang tiga puluh tiga tahun ia hidup akhirnya muncul juga. Ketakutan akan hilang nya Lucy dari hidupnya.
Jujur, walaupun ia takut, tapi setengah hatinya merasa sedikit lega karena tanggal pernikahan yang sudah semakin dekat. Tapi, yang nama nya kejahatan selalu ada waktu dan juga kesempatan, bukan? Damian memang menganggap dengan hadirnya kembali sosok ayah kandung Lucy sebagai kejahatan sekaligus bencana.
Ia geram tentu saja, pasalnya sudah tiga malam Lucy selalu merintih di sela tidur lelapnya dengan wajah ketakutan yang merobek hati Damian, sosok ayah pengganti sekaligus calon suaminya.
Pusing memikirkan permasalahannya, Damian sampai tidak sadar kalau Cosma sudah berada di dalam ruangannya dan membawakan secangkir kopi ketiga sepanjang hari ini.
Wanita paruh baya itu menghela napas. "Bukankah sudah cukup berlebihan untukmu dengan porsi kopi hari ini? Kopi tidak akan menyelesaikan kegundahanmu, nak." Jelas Cosma penuh kesabaran. Ia paham betul kalau atasannya yang sudah ia anggap anak sendiri ini selalu di luar kendali jika menyangkut malaikat kecilnya.
Damian tersentak dan menatap Cosma, sebelum akhirnya ia mendesah lelah. "Aku bingung harus apa, Cosma. Lagipula, aku tidak mungkin memancing konfrontasi dengan bajingan itu, sedangkan dia sendiri bahkan sama sekali tidak menyentuh Lucy. Aku tidak mau dipenjara sebelum aku sempat mencecap indahnya hari pernikahan."
Cosma terkekeh pelan mendengar gerutuan yang tidak di sadari oleh Damian. Lelaki itu bak remaja yang tengah membagi gundahnya dengan sang Ibu, yang mana terdengar seperti rengekan kesal.
Cosma duduk di sofa yang tak jauh jaraknya dari Damian. "Bukannya lebih baik kalau kalian membicarakan dan menghadapi ini semua secara baik-baik?"
Perkataan Cosma jelas membuat lelaki itu tersentak. Mata nya menatap horor pada sekretarisnya yang sudah setia mengabdi padanya.
"Apa kau berniat untuk memancing pertumpahan darah lewat saranmu itu? Yang benar saja!"
Cosma menggeleng. "Tentu tidak, Sir. Daripada terus menerus menghindar dari sebuah masalah, bukankah lebih baik untuk menghadapi masalah tersebut bersama-sama? Selain untuk menyelesaikan masalah itu sendiri, Anda dan nona Lucy juga bisa sekaligus menyelesaikan trauma yang diidap nona. Keuntungan kalian jelas dua kali lipat."
Damian mengerjap tak percaya dengan usul dari Cosma yang jelas sangat rasional. Masalah tidak akan selesai jika kita hanya berusaha untuk terus menghindar, alih-alih menghadapinya.
"Tapi bagaimana jika kami tidak mencapai kesepakatan? Bukankah aku akan semakin dirugikan?"
"Selalu ada cara untuk mencapai sebuah kesepakatan, tuan. Jika dilihat dari tingkah laku orang tersebut yang tidak berani menyentuh nona barang sejengkal pun, saya rasa, orang tersebut tidak berniat untuk menimbulkan keributan dengan pihak Anda. Mungkin bisa jadi ada sosok seorang Ayah yang ingin menyampaikan rasa bersalahnya pada sang putri di masa lalu?" Cosma mengedikkan bahu. "We never know."
🍂🍂🍂
"No! Absolutely not!!!"
Damian berusaha menenangkan Lucy yang kini histeris karena ajakannya menemui ayah kandung gadis itu, sesuai saran dari Cosma. Tubuh Lucy berguncang, bibirnya menjerit ketakutan dan mata nya tampak kosong, namun penuh luka.
Dengan sigap.Damian segera merengkuh tubuh menggigil Lucy dan berupaya menenangkannya. "Baby, it's okay. Hei, Papa di sini, sayang. Jangan takut." Bisik Damian tepat di depan telinga Lucy.
Lucy sendiri menangis terisak akibat ide yang sebelumnya di cetuskan oleh Damian. Ia bahkan tak sanggup membayangkan bagaimana nantinya jika sampai ia harus bertatap muka lagi dengan ayah kandungnya yang abusive.
"Aku takut. Jangan...jangan pukul aku." Sedu nya di atas dada Damian yang masih berbalut dengan kemeja serta vest.
Bibir Damian berlabuh tepat di puncak kepala Lucy. Merengkuh erat tubuh calon istrinya yang terasa dingin. Ia merutuki ide Cosma yang sebetulnya sangat realistis. Tapi, segala realistis dan logika akan lenyap dari otak Damian jika sudah menyanykut Lucy.
"Papa tidak akan memukulmu, sayang. Papa mencintaimu, dan Papa tidak sama seperti Ayahmu. Apa Lucy paham?"
Tangis Lucy masih menggema, kendati sudah mulai sedikit mereda. Rengkuhan Damian masih bertahan melingkupi tubuh Lucy. Ia lantas berinisiatif membawa tubuh mereka berdua menuju ranjang.
Damian membaringkan tubuh bersamaan dengan tubuh Lucy yang segera meringkuk bak janin di atas dada Damian.
"Berhentilah menangis, sayangku. Tidak akan ada yang bisa menyakitimu." Bujuk Damian sambil menyeka air mata Lucy yang kini menengadahkan kepala menatap wajah lembut dan penuh pengertian milik Damian.
"Apa Papa tetap akan membawaku bertemu dia?" Tanya Lucy tercekat.
Damian menghela napas pelan dan menyunggingkan sebuah senyum. "Jika saja bisa, Papa benci harus membawamu menemui bajingan itu, sayang. Tapi, bukankah ini satu-satunya kesempatan kita untuk menyelesaikan semuanya? Menyelesaikan seluruh trauma, luka, dan juga ketakutan masa lalumu."
Bibir Lucy kembali bergetar ketika menyadari kalau di balik ucapan Damian, ada harapan yang lelaki itu coba utarakan agar setidaknya Lucy bersedia bertemu dengan lelaki yang berstatus ayah kandungnya itu. Berbanding terbalik dengan harapannya yang sangat amat enggan berurusan lagi dengan trauma masa lalunya.
"Bagaimana jika aku tidak sanggup menatapnya, Pa?"
Jemari Damian membuai lembut pipi Lucy yang basah karena air mata. "Papa tidak akan meninggalkanmu, sayang. Papa akan selalu menemanimu. Memberikanmu kekuatan untuk menghadapi trauma masa lalumu."
"Bagaimana jika aku pingsan nantinya?"
"Papa akan menciummu seperti dalam dongeng putri tidur favoritmu."
Lucy terkekeh lirih mendengar gurauan yang coba di layangkan Damian untuk mencairkan suasana.
"Bagaimana jika dia memaksaku untuk meninggalkanmu?"
"Akan kutendang bokongnya hingga ke Mars."
Kali ini Lucy terbahak geli. Mata Damian melembut ketika menatap tawa renyah Lucy akibat ucapan ngawurnya. Merasa senang karena setidaknya, awan mendung di wajah putrinya perlahan semakin memudar.
"Jadi, apa calon istriku ini siap menemui truma masa lalunya?"
Lucy terdiam sesaat dan menarik napas berat. "Janji untuk selalu menemaniku?"
"Till the end." Tukas Damian mantap.
Lucy tersenyum tipis dan perlahan menganggukkan kepala nya. "Bawa aku menemuinya, Papa."
🔶️🔶️🔶️
Ini beneran nggak di edit.
Btw, aku pengen kembali bikin story baru terkait tema2 yang seperti ini. Kisah cinta forbidden selalu menarik untuk dibaca dan ditunggu. Am I right?🤣
Ada saran story apa yang pengen aku buatkan untuk kalian?
15 November 2020