Dua hari lalu daunku gugur lalu keringnya terangkul tanah. Gundulah salah satu ranting, hingga rasaku terpelanting.
Ironinya kemarin salah satu rantingku yang terbanting menemukan daerah hidupnya. Hingga terjulurlah akar. Tegaplah dia berpijar. Sayang, aku tak lagi bisa memandang sebab kita tak lagi pada satu padang. Terlalu banyak bukit yg membentang, membuat kita terhalang.Satu persatu dahanku mengering tanpa rangkulan daun. Hingga dia mengkaku dan ikut jatuh meninggalkanku. Sungguh derita sang pohon tua sepertiku.
Namun, bukankah begitu hidup yang tertulis untuk sebuah pohon. Dia terlahir sendiri dan menumbuhkan dirinya dengan kekuatan yang dia miliki. Lalu dia meninggi, menguat hingga satu-persatu daun sudi singgah bahkan beberapa bunga rela mekar.Kemudian musim gugur tiba. Burung-burung yang menepi ikut menghilang pergi bersama satu-persatu daun yang meranggas. Begitu pula bunga-bunga ikut layu. Tinggalah batang yang tanpa daya harus melepaskan ranting dan dahannya juga. Benar-benar hanya batang seorang. Entahlah masihkah bisa dikenali sebagai pohon. Hanya sendiri, hanya menepi. Menikmati senja hingga pagi.
Sampai kelak sang angin nakal pun tiba. Buasnya begitu cadas hingga tega menelanjangi akar yang aku punya. Terkaparlahku menyentuh tanah. Menggenggam esensi sepi senyata-nyatanya. Toh sunyi, sepi, sendiri itulah kesejatian yang ingin semesta ajarkan. Tak hanya untuk pohon sepertiku, tapi juga untuk semua makhluk yg memilih hidup dalam dunia yang fana ini....
***
Vote dan komen suka-suka, selamat bertemu di puisi baru ❤