#4 Dari Wira : Hujan

1.7K 249 15
                                    

Juli, 2017

Katanya, ketika hujan turun, banyak orang yang akan merasa sendu.

Sembari mendengarkan lagu sedih dan menatap tetes demi tetes hujan yang turun, ikut merasakan sedihnya lantunan lagu.

Tapi bagi Wira, hujan akan memberikannya ide. Ide untuk menulis lirik, ide untuk merasakan lirik lagu. Apa pun itu. Hujan akan menjadi sebuah inspirasi baginya.

Hari ini hujan turun.

Wira memperhatikan satu persatu bandmate nya yang ada di Studio. Tak satu pun dari mereka yang mulai berlatih. Wira juga begitu.

Wira tersenyum karena pemikirannya sendiri. Bagi mereka, hujan adalah lapar.

"Mager banget nggak sih?" tanya Fares yang sejak tadi cuma berbaring di atas sofa sambil memainkan ponselnya.

"Kalau hujan gini, enaknya mie rebus." sahut Juan. Kalau Juan, menurut Wira, ia adalah tim sendu. Sejak hujan turun, Juan terus menerus memandang keluar jendela.

"Kirain mau bilang kalau lo kangen mantan." komentar Arga sambil mengelap gitar kesayangannya. Entah sudah berapa kali ia melakukan itu.

Juan mendesah dan menatap keluar jendela lagi. Arga tidak salah. Juan memang merindukan mantannya. Iya, si Mine itu. Baru sebulan putus dari Juan, ia sudah menggandeng lelaki lain yang tak benar-benar lain.

"Bang Riyan mana sih? Lama banget." ujar Fares lagi.

"Bukannya tadi mau jemput temennya?" Wira akhirnya bersuara. Atau mungkin hanya Wira yang ingat perkataan Riyan di groupchat mereka satu jam yang lalu.

"Oh temennya yang deket banget dari kecil itu bukan sih? Tapi belum pernah dikenalin ke kita," kata Juan.

Fares tiba-tiba tergelak, "Gue inget Bang Riyan bilang apa, katanya enggak mau salah satu dari kita naksir temennya itu."

"Kita kan enggak jelek-jelek amat," sahut Arga.

"Sifat kita kali, Bang." Wira ikut membaur lalu tertawa.

Tiba-tiba, pintu Studio terbuka dengan kasar. Tentu saja, anak-anak sweetchaos itu langsung menoleh dengan kompak. Siapa lagi kalau bukan Riyan, dengan pakaian yang agak basah yang membuka pintu.

"Selow ngapa sih, Yan!" tegur Arga lalu mengusap bagian dadanya.

Riyan hanya tertawa tanpa wajah bersalah lalu melangkahkan kakinya masuk ke Studio. Di belakangnya, ada seorang perempuan bersurai sebahu yang sejak tadi belum bersuara. Wajahnya agak sedikit masam.

"Sori, sori, gue telat. Lupa gue kalau kita harus latihan." kata Riyan. Lelaki itu tiba-tiba tertegun saat semua teman-temannya tidak ada yang melihat ke arahnya. Melainkan menatap perempuan yang ada dibelakang Riyan.

Tentu saja, yang dipandang langsung mengkerutkan dahi. Setampan apa pun para lelaki ini, siapa yang tidak risih jika dipandang seperti itu?

"Eh, ini Acha. Temen gue dari kecil. Tadi dia tuh minta jemput." kata Riyan singkat.

Acha langsung melotot kepada Riyan. "Eh, tapi lo enggak bilang kalau lo mau latihan, Yan! Pokoknya gue enggak mau tahu ya. Lo harus anterin gue pulang."

"Ya elah, Cha. Udah minta tolong, malah ngegas. Gue telantarin juga lo."

Melihat adu mulut singkat antara kedua orang itu, membuat Wira menyunggingkan senyum. Saat ia tersenyum, matanya tanpa sengaja menatap Acha dan begitu pula sebaliknya. Acha menyunggingkan senyum canggung, lalu duduk sendirian di pojokan studio tanpa banyak bicara.

From Us To UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang