#34 Dari Juan & Ara : Home

941 154 9
                                    

"Thanks, Ra, udah nyempetin waktu ke sini."

Ara yang sedang menyusun perlatan make up nya ke dalam tas melirik Edsel, temannya yang juga seorang fotografer.

"Gue kali yang makasih, Ed. Karena lo, gue udah enggak nganggur lagi." balas Ara.

Kemarin, saat seharian di kos, sambil memikirkan hubungannya dengan Juan dan terusan menatap ponselnya karena Juan kerap menghubunginya, Edsel menelepon. Edsel bilang, make up artist yang harusnya mendadani model untuk hari ini tiba-tiba jatuh sakit.

Untungnya Edsel langsung teringat kepada Ara, yang akhir-akhir ini memang jarang kelihatan.

"Gue sempet mikir lo ilang, Ra." ujar Edsel, "Habisnya lo emang bener-bener kayak enggak ada kabar gitu."

"Apaan sih, lebay banget deh. Gue tuh sakit beberapa hari ini, Ed."

"Eh, tapi bener enggak sih lo pacaran sama Arvel Juan?"

Mendengar nama Juan disebut, senyuman Ara langsung pudar. Sejujurnya, Ara sedang tak ingin membicarakan Juan. Tapi orang disekitarnya kerap menyebut nama Juan didekatnya. Bahkan pertanyaan ini sudah beberapa hari ini ia dengar.

"Gosip dari mana sih," kata Ara setelah terdiam sejenak sambil tertawa canggung.

"Udah beredar kali," balas Edsel. "Juan tuh kan udah lumayan populer banget sekarang, Ra. Gimana sih lo?"

"Masa sih?" Ara terkekeh pelan, "Udah ah, Ed. Thanks again ya, Ed. Gue mau cabut dulu nih,"

"Next project gue bakalan hubungin lo lagi ya, Ra."

"Gue tunggu, Ed. Bye!"

Ara kemudian meninggalkan gedung tersebut dan berjalan menuju stasiun MRT. Di dalam kereta itu, Ara menyandarkan kepalanya sambil memperhatikan hujan yang menempel dijendela kereta dan kembali memikirkan banyak hal.

Kenapa ya, sulit baginya untuk menerima Juan? Padahal jika ia egois dan tidak memikirkan bagaimana kedepannya, Ara dengan mudahnya akan menjawab pernyataan Juan.

Tentu Ara tidak mau berbohong, ia begitu menyayangi Juan. Kalau boleh, Ara bahkan ingin memonopolinya saja. Tapi, Ara tahu dia tidak boleh melakukan itu. Juan punya kehidupan yang--menjanjikan dibanding dirinya.

Seorang Adara Daryn, tidak seperti Arvel Juan Veylano. Bahkan keluarganya yang jauh saja, tidak terlalu memperdulikan dirinya.

Ara merasakan getaran dari ponselnya. Lagi-lagi, sebuah chat whatsapp dari Juan masuk, yang sejak malam hanya ia baca.

Arvel Juan Veylano:

I'm hopeless...

I dont know what to do anymore

I'm so sorry

Membaca pesan-pesan itu, membuat Ara tidak tega. Ara sudah akan menekan tombol untuk menelepon Juan, tapi ia mengurungkan niatnya.

Ara mengangkat kepalanya saat menyadari hujan menempeli jendela seiring dengan lajunya kereta. Lalu ponselnya kembali bergetar, sebuah pesan kembali masuk. Kali ini, dari Fares.

Rhaka Al Fares :

kak ara.. help me kak

Ara menghela napasnya pelan. Sejak ia kembali menyalakan ponselnya, nama Fares adalah nama yang paling sering muncul di ponselnya itu. Ara tahu, Fares pasti sedang bertengkar lagi dengan Calista.

"Res.. bukan lo aja yang butuh bantuan, Res..." gumam Ara pelan kepada dirinya sendiri.

Detiknya lagi, ponselnya kembali bergetar. Ara melihatnya lagi, dan kali ini, pesan yang masuk itu berhasil membuatnya terperangah dengan jantung yang berdetak kencang. Sebuah pesan masuk dari nomor yang tak dikenal. Yang Ara tak perlu menduga-duga lagi siapa sang pengirim pesan itu.

From Us To UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang