#52 Dari Riyan & Kira : Deep Talks

1K 145 19
                                    

Riyan duduk termenung agak lama-setelah Kira meninggalkan coffee shop.

Riyan kemudian bangkit berdiri dan masuk ke dalam gedung untuk menuju studio sweetchaos. Tapi langkahnya terhenti tepat di depan pintu studio-dan membuatnya berujung di toilet.

Riyan mendorong tiga bilik yang ada di dalamnya dengan kasar dan tidak menemukan siapa-siapa di dalamnya. Setelah memastikan itu, Riyan terduduk dan bersandar di balik pintu toilet.

Riyan tercenung lalu mengusap wajahnya dengan frustasi. Agak lama Riyan terpaku sambil menatap kosong di depannya. Dan tanpa Riyan inginkan, butiran air mata mengalir di wajahnya.

Riyan kemudian menangis tanpa suara. Tapi semakin lama, tangisannya semakin kencang-bahkan Riyan tidak peduli jika ada orang yang mendengarkannya.

Riyan jarang sekali menangis. Riyan bahkan tidak ingat kapan terakhir ia menangis seperti ini. Saat melihat Kira menangis tadi, Riyan sebisa mungkin menahan tangisnya. Sebisa mungkin menahan dirinya untuk tidak memeluk Kira.

Tapi dia tidak sekuat itu. Sekarang, Riyan meluapkan segala emosinya dan menangis sejadinya. Mendengar apa yang Kira katakan tadi membuat hatinya perih. Riyan sudah siap dengan segala kemungkinan. Tapi tetap saja, rasanya sakit. Hatinya sakit.

Dua tahunnya bersama Kira, hanya tinggal kenangan.

-US-

"Ra, duduk dong. Pusing tau enggak liatin kamu bolak-balik gitu?" keluh Juan karena melihat Ara yang tak kunjung tenang.

"Kalian enggak penasaran apa? Lama banget," respon Ara.

Fares tidak merespon dan hanya memainkan ponselnya. Dia tidak mau terlalu banyak bicara perihal hubungan orang yang putus. Karena hubungannya sendiri saja tidak berakhir dengan baik.

"Kak Ara, kayak ada apaan aja sih." sahut Wira. "Apa sih yang Kak Ara cemasin? Mereka bakalan saling hantam gitu? Ya kali Bang Riyan kayak gitu ke Kira?"

"Haduh, bukan itu. Firasat gue tuh kuat banget kalau Kira dateng ke sini tuh enggak sendirian." ujar Ara.

"Emang sama siapa? Sama Dion?" Juan mengernyitkan dahinya.

Sebelum Ara membalas perkataan Juan, pintu studio terbuka dan memperlihatkan Riyan dengan wajah memerah yang basah di muka pintu. Riyan tidak begitu memperdulikan tatapan teman-temannya. Ia malah berderap masuk dan mengambil tas miliknya yang terletak di atas meja.

"Yan, lo mau ke mana?" tanya Juan.

"Gue balik duluan. Tolong kasih tau Arga sama Bang Arion kalau mereka nanya." jawab Riyan tanpa menoleh ke arah Juan. Setelah berkata seperti itu, Riyan meninggalkan ruangan, menyisakan tanda tanya untuk teman-temannya.

Ara dan Juan saling pandang. Sedetik kemudian, Juan berlari ke luar dan menyusul temannya itu. Untunglah, Riyan masih berdiri di depan lift.

"Yan!" seru Juan. Panggilan itu membuat Riyan menoleh sekilas lalu kembali menatap lift. "Yan... lo baik-baik aja kan?"

"Enggak, Juan. Gue enggak baik-baik aja." balas Riyan setelah memberi jeda sesaat.

Juan menatap temannya itu dengan sedih, namun tidak begitu menunjukkannya. "Terus sekarang lo mau ke mana? Sendirian?"

"Gue pengen sendirian, Juan." kata Riyan lagi.

Juan lalu mengangguk-angguk dengan paham. "Alright, take your time, bro."

Setelah Juan mengatakan itu, denting pada lift berbunyi. Riyan segera menapakkan kakinya masuk ke dalam. Sebelum pintu lift benar-benar tertutup, Riyan menipiskan senyumnya dan Juan tak terlihat lagi oleh netranya.

From Us To UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang