AKHIR SEPENGGAL KENANGAN HUJAN

2.4K 68 4
                                    

“Kuakui aku akan mengakhiri kisah ini. Sudah kuakhiri. Mereka pergi, meninggalkanku kembali sendiri, seperti sebelum semua terjadi. Punggung di bawah payung kelabu dan punggung di bawah payung hitam mewahnya.” ~ Marie

Aku duduk termangu. Mungkin semua orang bisa menduga bagaimana keadaanku saat ini. Menunggu, ya hanya menunggu. Stasiun mulai ramai dipadati orang menjelang pagi dan sore hari, seperti saat ini. Akulah orang yang paling setia menunggunya, harus kuakui aku menunggu malaikat hujanku.

Harapan terlalu kecil, Marie. Begitu batinku menggumamkan kenyataanku. Harapan untuk terakhir kali mencoba menemuinya kembali. Mengusik segala lamunan dan tidurku hanya karena memikirkannya saja. Aku akan merindukannya. Karena waktuku hanya sebatas sepenggal musim, untuk bisa mengenang. Hujan.

Aku semakin cemas, duduk sendiri dan tak kunjung menemukannya. Aku mencoba  memejamkan mataku, menghela sebuah napas. Saat kucoba membuka mataku, kurasakan atap menderukan suara hujan. Aku lega, akhirnya dia datang kembali menyapaku lagi di bumi.

Kulihat semua orang segera mengenakan mantel dan membuka payung yang dibawanya. Aku segera bangkit, berjalan menyusuri stasiun yang mulai sepi dan pulang.

“Marie..” suara itu menghentikan langkahku yang hendak membuka payung kuningku.

Segera kubalikkan tubuhku, melihat diri itu memandang punggungku yang mulai pergi.

Dirinya mulai mendekat, langkah nan tegap dan pasti. Kurasakan semua bersama hembusan angin yang berkutat di sekelilingku.

Aku merasakan bahwa diriku tersenyum hanya dengan memandangnya. Belum sempat satu langkah dirinya mendekati aku, setitik embun hujan jatuh di atas punggung tanganku yang menggantung bebas.

“Harapanmu terwujud, Marie?” Dirinya mulai melanjutkan langkahnya.

“Ya. Aku senang bisa melihatmu.”

“Ke mana lagi arahmu?”

“Aku akan pulang, kembali dalam mimpi.” jawabku sambil terus menerawang jauh dalam bola matanya.

“Ya, kau benar. Kau harus pulang. Selamat jalan gadis berpayung kuning.” Dirinya kembali mengulum senyum itu sambil melambaikan tangannya.

Aku mengulurkan tanganku, “Sampai jumpa.”

Tak kusangka dirinya menyambutnya, kurasakan hangat dalam diriku. Aku tak ingin segera melangkah pergi. Meninggalkan kehangatan hatiku di sini.

Tak henti-hentinya bibirku terus menyungging senyum selama jalanku pulang. Kutahu aku akan menemukan dirinya, aku tak perlu khawatir.

Sesuatu menghentikan langkahku dan menghentikan senyumku.

“Kau tersenyum?” suara itu menyapa telingaku.

Kudongakkan kepalaku, dan kulihat Kyle berdiri di hadapanku sambil tersenyum padaku dan menatapku begitu lekat dan dekat.

Tanganku terasa begitu lemas dibuatnya, hingga tak mampu menopang payung yang melindungi tubuhku di tanganku ini. Payung kuningku terlepas begitu saja dari tanganku, menyisakan diriku yang segera diguyur hujan.

Kulihat Kyle tak mengucapkan sepatah kata apa pun. Mendekat dan melindungiku bersama tubuhnya di bawah payung hitamnya. Kulihat dirinya terus terdiam, aku pun sama dengannya. Aku begitu terkejut, memandangnya begitu dekat. Kembali tatapannya menghisap segala akal sehatku.

“Kita akan bertemu lagi nanti.” begitu suaranya yang lembut dan pelan kembali terdengar olehku.

Tak lama tangannya terangkat mengusap pipiku yang basah karena hujan. Dan kulihat dirinya tersenyum. Hanya dalam sekali kedipan mata, tangannya mengangkat tanganku untuk menyambut payung hitamnya.

Sketsa Rindu untuk HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang