38

1.9K 133 5
                                    

"Humaira!"

Panggilan keras itu membuatnya membalikan badan, ia tersenyum dibalik niqobnya itu saat mengetauhi siapa yang memanggilnya tadi. "Assalamum'alaikum, Humaira." salam lelaki itu dengan senyuman yang begitu manis menurut Humaira.

"Waalaikumussalam, ada apa Putra?" ucap Humaira pada lelaki yang tak lain adalah Putra. Putra menatap Humaira dari bawah sampai atas. Lalu ia melihat jam yang menempel dipergelangannya setelah itu memperhatikan sekeliling kampus yang terkena hujan deras disiang menuju sore hari ini, "sudah mau sore ... Kamu belum pulang?" tanya Putra heran.

Humaira berdehem pelan sebelum menjawab pertanyaan Putra, "belum, hari ini Ira sedang menyelesaikan bab awal skripsi deng—"

"Saya tunggu kamu diruangan, Humaira." potong Ahnaf saat baru saja sampai dikoridor menuju Ruangannya itu.

Ahnaf diam memerhatikan Putra dan Humaira. Lalu ia merapikan rambutnya sejenak karena berantakan setelah berlari menghindari hujan tadi.

Sedangkan Putra, ia melihat Ahnaf dengan tatapan aneh. Setelah Ahnaf memotong ucapan Humaira tadi, tiba-tiba Putra menjadi kesal dibuatnya. Putra menatap Ahnaf dari atas sampai bawah. Ia pikir dosen pembimbing Humaira sudah tua, tapi ternyata ia masih muda. Mungkin hanya beda beberapa tahun dengannya saat ini. "Saya tunggu kamu diruangan, Humaira." ucap Ahnaf lagi dengan penuh penekanan.

Humaira menghela nafasnya, "iya Pa." jawab Humaira pasrah. Ahnaf ini jika ucapannya belum dijawab ia akan terus mengulang ucapannya. Tapi saat Humaira berucap Ahnaf sama sekali tak menjawab ucapannya sepatah kata pun.

Ahnaf menatap Putra sekilas, lalu melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Putra dan Humaira.

Setelah Ahnaf pergi cukup jauh, Humaira kembali angkat bicara dengan Putra. "Ira harus buru-buru deh, jadi maaf ya Putra." ucap Humaira tak enak.

Putra tersenyum lagi dengan begitu manis. Bahkan sangat manis. "tak masalah, silahkan saja." persilahkan Putra pada Humaira.

Humaira ikut tersenyum dibalik niqobnya, ia rasa senyuman Putra bisa menjadi moodboster bagi dirinya. "Permisi, Assalamu'alaikum." salam Humaira lalu meninggalkan Putra tanpa mendengar balasan salamnya itu.

Setelah Humaira pergi Putra pun pergi menerobos hujan untuk menuju parkiran tempat ia menyimpan kendaraannya tadi.

•••

Mutiara tengah sibuk dengan masakannya sore ini untuk sang suami. Ia begitu sibuk dengan berbagai menu special yang ia buat. "Hmmm wangi sekali aroma masakan ini." ucap Adam sembari memeluk Mutiara dari belakang itu.

Mutiara tersenyum lembut, "duduklah ... Jangan mengganggu." ucap Mutiara sembari melepas pelukan Adam. Adam terkekeh lalu menurut.

Adam duduk di kursi makan, sembari membuka obrolan dengan istrinya itu, "Sayang ... Lusa kita ke Bandung yuk." ajak Adam sontak membuat Mutiara terdiam beberapa detik lalu mencoba bersikap biasa. "Kenapa? Apakah kamu tidak bekerja?" tanya Mutiara.

Adam terkekeh, "bekerja ... Dan kebetulan aku ada proyek kerja disana jadi sekalian ajak kamu," jelas Adam. "supaya kamu bisa temu kangen sahabat-sahabat kamu jugakan, gimana?". Mutiara menyajikan makanannya. Ia bimbang apakah harus ikut atau tidak. Sebenarnya ia ingin bertemu sahabatnya tapi ia belum siap bertemu Zein. "In Syaa Allah." jawab Mutiara sembari tersenyum.

Setelah menikah dengan Adam Mutiara memutuskan untuk berhenti kuliah. Awalnya keluarga dan Adam sendiri tidak mengizinkan, tapi karena Mutiara menjelaskan alasannya jadilah disetujui. Alasannya hanya simple. Ia ingin fokus menjadi ibu rumah tangga, melayani suaminya dengan baik dan menjadi ibu yang baik kelak untuk anak-anaknya tanpa memikirkan karirnya di luar. Cukup mengejar ridho Allah dan suaminya saja itu sudah termasuk karir besar bagi Mutiara.

Cinta dalam ikhlas (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang