41

2.5K 143 7
                                    

—Happy reading—
Bismillah

———————————————————

PUKUL 03.57

HUMAIRA menenggelamkan wajahnya didalam lekukan tangannya yang memeluk kedua kakinya. Dini hari ini, ditemani hujan dan angin yang dingin. Humaira terduduk di lantai dekat kaca kamarnya. Sehabis melaksanakan tahajud tadi ia masih duduk di sajadah dekat jendela kamar dengan masih memakai mukena.

Air mata yang sedari tadi ia tahan sudah mengalir begitu deras. Mata yang selalu memperlihatkan keceriaan itu saat ini memperlihat kesedihan, kekecewaan, dan amarah yang dipendam.

Ucapan demi ucapan yang terlontarkan oleh Putra sore tadi terus mengiang didalam pikirannya. Ia tak habis pikir, sahabat yang sudah sejak SMA bersamanya bisa berkata kasar seperti itu. Ia benar-benar heran akan apa yang Putra lontarkan tadi. Mengapa Putra begitu emosi?

Memang Humaira salah, tapi bisakah ia mengontrol ucapannya?

"Apakah dengan mengetauhi sikap Putra cinta ini akan hilang?" tanya Humaira sendiri sembari menangis.

Isakan kecil itu terus terdengar, namun jemari manis nan lentik itu pun terus bergerak untuk bertasbih. Ia mencoba menenangkan hatinya yang luka. Ia mencoba mengobati hatinya yang sakit.

"Tapi, jika Allah masih mengizinkan aku mencintainya Allah tidak akan mungkin menghilangkan rasa ini" lirihnya dengan tatapan kosong itu.

Humaira menangis sejadi-jadinya. Isakannya terdengar pilu. Ini kali pertamanya Putra berkata kasar seperti itu, "kenapa Putra begitu kasar? Memang apa salah Ira?" tanyanya sendiri lalu menangis lagi.

"Astagfirullahal adzim, astagfirullahal adzim, astagfirullahal adzim," istigfar Humaira. Ia terus bernolog sendiri lalu ia kembali beristigfar dan zikir lainnya.

"Laa tahzan innallaha ma'ana"

Seketika kalimat itu muncul dalam pikirannya, isakannya mengecil. Humaira menegakan badannya. Lalu mengusap air mata yang membasahi pipi putih nah mulus itu.

"Allah bersamaMu, ingat Ira" semangatnya.

•••

Air hujan itu masih membasahi kota bandung. Awan hitam nan geludug besar itu masih menutupi kota bandung. Banyak para manusia masih berada dirumahnya masing-masing padahal waktu sudah menunjukan waktunya pergi kerja dan sebagainya.

"Aa, Maryam ikut mobil ya," ucap Maryam yang sudah rapi dengan pakaian syar'i itu.

Dimas yang sedang makan pun mengerutkan keningnya, "tumben ... Ada apa? Biasanya juga kamu jalan".

Maryam berdecak lalu mencium pipi Uminya dan abinya, "terus kenapa buru-buru begini?" tanya Umi Maryam.

Maryam berdecak, "hari ini Maryam ada acara wisuda anak-anak, dan tempatnya di rumah makan Putra, nah itukan satu arah dengan kantor Aa" jelas Maryam.

Semua mengangguk, "ayok pergi atuh" ajak Maryam.

Dimas meminum susunya itu, lalu bersalaman dengan kedua orangtuanya dan pergi bersama Maryam.

Cinta dalam ikhlas (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang