46

1.9K 141 17
                                    

Bismillah
Happy reading
_______________________________________

PAGI yang cerah kota Yogyakarta menyambut Humaira. Gadis berniqob itu tersenyum manis menatap pemandangan kota Yogyakarta dari jendela kamar hotelnya. Beberapa hari disini membuat hati dan pikirannya segar, tak ada lagi galau-galau. Walau hanya untuk saat ini, entah setelah pulang dari sini akan seperti apa.

Humaira mengambil Sling bag, pagi ini ia akan berjalan bersama kia dan anaknya Syaira. Ia pergi masih menggunakan mobil sewaannya dan tujuan utamanya yaitu pondok pesantren Kia.

Mobil Humaira berhenti didepan gerbang pondok, Kia me-whatsapp dirinya bahwa ia akan menunggu di gerbang. Tapi Humaira lihat tidak ada Kia didekat sini.

Humaira mencoba memberi pesan lagi pada Kia, sampai akhirnya Kia datang dan mengetuk kaca mobilnya.

Humaira membuka kaca mobilnya lalu memperlihatkan Kia yang menggendong Syaira yang tertidur.

"Maaf lama ya, ada kendala" ucap Kia pada Humaira.

Humaira tersenyum lalu mempersilahkan Kia masuk mobil.

"Syaira demam semalam, jadi tadi susah dibangunkan. Maaf ya" ujar Kia.

Humaira menatap Kia, "bagaimana jika kita tunda saja jalan-jalannya, Mbak".

Kia menggeleng, "tidak perlu, Syaira sejak malam mengigau ingin bermain dengan kamu. Jadi lanjutkan saja, siapa tahu setelah ini dia sehat".

Humaira merasa tersentuh, Syaira ini mengingatkan Humaira akan anak muridnya. Sudah lama sekali ia tak mengetahui kabar anak-anaknya.

"Mbak.. jika boleh, bagaimana jika aku yang gendong Syaira. Mbak yang menyetir" tawar Humaira.

Kia nampak tersenyum, "tentu boleh, kenapa harus tidak".

Merekapun bertukar tempat duduk, Humaira menggendong Syaira dan Kia menyetir mobil.

"Aku merasa mempunyai adik jika pergi bersama kamu seperti ini" ucap Kia.

"Mbak boleh anggap aku adik, adik angkat" ujar Humaira sembari terkekeh.

"Benarkah? Baiklah, saat ini kamu adik aku. Dan itu tandanya kamu harus sering main kesini ya".

Humaira tersenyum, "senangnya. Siap deh diusahakan".

•••

Fatimah duduk di gazebo depan rumahnya, setelah kemarin mendengar kabar bahwa putra akan bertunangan maryam, ia langsung terpikirkan soal Humaira. Putri malunya itu pasti akan patah hati.

Fatimah memang tak tahu apakah Humaira benar mencintai Putra atau tidak. Tapi tanpa sengaja setiap kali Humaira bertatapan dengan kakaknya itu, Fatimah sering melihat pancaran cinta Humaira pada Putra. Mau bagaimanapun Fatimah sudah paham akan semua gerak-gerik, tingkah laku Humaira jika menyembunyikan suatu hal. Walau mungkin akan salah arti tapi setidaknya sedikit ia bisa memahami.

"Ngelamun Weh ngelamun. Kenapa ini teh?" tanya Putra membuat Fatimah kaget.

Fatimah menatap sinis Putra tanpa menjawab pertanyaannya itu.

Cinta dalam ikhlas (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang