Chapter 10

2.2K 224 20
                                    

FOREWORD: Penulis amatir. Bacaan ini diperuntukan kepada pembaca berumur 18+. Tulisan ini mengandung sexual content, strong language, dan violence. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau jalan cerita itu hanya kebetulan semata. Apologize in advance jika terdapat typo, kesalahan pemilihan diksi, ejaan yang salah dan penulisan yang tak rapi. Bacaan ini dibuat untuk menghibur. And please do not copy my story without my permission. 

Part ini disponsori oleh musik: Dua Lipa - Don't Start Now. Big Bang - MADE Album. Pink Sweat$ - Honesty, Body Ain't Me. Kehlani - Nights Like This. JP Save - If the World Was Ending. Khalid - Free Spirit.

Just read and enjoy~

CHAPTER TEN

"Sepupu William? Oh, Tuhan! Apa kau baik-baik saja?" Grisell yang baru saja keluar dari ruang dansa mau tak mau menyadari sepupu suaminya sudah tersungkur di depan pintu perpustakaan. Wanita itu segera menghampiri pria muda itu dengan larian kecil yang anggun sebelum berlutut di samping Sepupu Wiliam. Pria muda itu menoleh. Tanpa Grisell duga, sepupu suaminya terkejut seperti baru saja melihat hantu.

Sepanjang malam, William tidak pernah berniat memerhatikan istri dari sepupunya sendiri. Ia memang tidak datang ke pernikahan Lord Moore karena dirinya masih berada di Perancis saat itu. Namun ia sudah mendengar begitu banyak pujian terhadap istri Lord Moore yang diciptakan bagai buah terlarang. Hanya saja, William tentu tidak akan tertarik akan wanita itu jika—William segera menggelengkan kepalanya.

Berkat Hope, ia berhasil menghindari wanita-wanita bersuami maupun janda. Dan kali ini ia dikutuk. Sepasang mata biru laut gelap tengah berkelana memeriksa wajahnya dengan kedua alis bertaut. William menelan ludah. Ia merasa leher serta pipinya memanas akibat tatapan tanpa maksud lain itu. Apa ia sudah gila?!

"Aku—aku tidak apa-apa." Sepupu William segera menjawab sebelum ia menarik diri dari sentuhan Grisell.

"...ini sangat tidak masuk akal!" Samar-samar suara Lady Bermouth terdengar dari dalam perpustakaan. Membuat kedua kepala itu menoleh pada pintu perpustakaan yang sedikit terbuka.

"My Lady, aku harus pergi." Sepupu William sudah merangkak, hendak lari dari hadapan istri sepupunya sekarang. Grisell tidak tahu apakah dirinya baru saja disihir atau Sepupu William berprofesi seorang pesulap, namun pria muda itu sudah hilang dari pandangannya dalam sekejap begitu ia menoleh balik. Aneh.

Perhatiannya segera teralihkan kembali oleh suara Lady Bermouth yang bernada tinggi dan penuh akan harga diri. Ia mengangkat dirinya agar berdiri tegap, bersiap-siap menghadapi Lady Bermouth yang sepertinya tidak dalam suasana hati yang baik. Oh, bayangkan saja bagaimana jadinya itu. Memang, rumah ini bukanlah miliknya, tetapi Grisell tidak akan tinggal diam jika terdapat kegaduhan di tempat yang bukan seharusnya. Tanpa berpikir panjang lagi, Grisell melangkah masuk ke dalam perpustakaan.

"...Lady Bridget, aku harap kau tidak akan menyesal karena telah—"

"Apa yang terjadi di sini?" Suara lembut namun tegas dan penuh tuntutan itu membungkam mulut Lady Bermouth dalam satu petikan jari. Wanita bertubuh sintal itu mundur beberapa langkah saat mendapati Lady Moore sudah berada di sampingnya. Oh, Tuhan. Dalam sorot tatapan horor, Lady Bermouth melirik pintu perpustakaan. Ia berharap apa yang ia takutkan tidak terjadi.

Merasa dirinya aman, Lady Bermouth membusungkan dada. "Lady Moore, kurasa Lady Bridget berutang kepadamu dan Lord Moore sebuah permintaan maaf. Begitu juga kepada Mr. Hamond,"

"Sebuah permintaan maaf?"

"Lady Bridget tidak berutang pada siapapun," tukas Lord Myhill menatap tajam Lady Bermouth. "Ini semua salahku dan aku akan bertanggungjawab," lanjutnya dengan suara berat sarat akan janji sekaligus amarah. Nada suaranya pun lebih rendah dari biasanya. Jika pengamatan Bridget tidak salah, rahang pria itu berkedut menahan emosinya.

Lucky BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang