Chapter 19

3.1K 209 43
                                    


FOREWORD: Penulis amatir. Bacaan ini diperuntukan kepada pembaca berumur 18+. Tulisan ini mengandung sexual content, strong language, dan violence. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau jalan cerita itu hanya kebetulan semata. Apologize in advance jika terdapat typo, kesalahan pemilihan diksi, ejaan yang salah dan penulisan yang tak rapi. Bacaan ini dibuat untuk menghibur. And please do not copy my story without my permission.

Backsound: Clara Mae - overused (ft. gnash). IU - Eight (ft. Suga cintaku sayangku). Tep No - Heavy on My Heart. Taylor Swift - Sparks Fly, Enchanted and Ours. The Weekend - Hardest to Love.

Just read and enjoy~

CHAPTER NINETEEN

"Ada yang salah?" Lord Moore mendapati istrinya terus mematut diri di depan cermin tinggi mereka. Sesekali wanita itu menggigit kuku ibu jarinya, sesuatu yang sangat kadang sekali ia lakukan—dan tentunya tidak mencerminkan wanita terhormat. Kening yang tadinya mengerut sekarang malah mengernyit linglung, kedua mata biru Grisell memberi tatapan penuh tanya pada suaminya lewat cermin.

"Apa? Oh tidak, aku hanya... aku hanya memikirkan gaun mana yang akan kukenakan untuk pernikahan Bridget nanti," jelasnya melipat tangan di bawah dadanya, sementara salah satu tangannya menopang dagu.

Dari sisi lain kamar, Lord Moore terkekeh mendengar itu. Ia tidak akan melakukan debat yang sama seperti yang sudah-sudah. Sebelum memberi respons pada Grisell, ia membuka cravat yang seharian ini mencekiknya. Dengan gerakan acuh tak acuh, ia melempar cravat tersebut ke atas kursi dekat meja kamar mereka. "Apa gaun-gaun kemarin tidak sesuai seleramu?" Tanya pria berambut hitam itu sebelum melepas kemejanya.

Grisell segera membalikkan tubuhnya dan segera menyesalinya. Ia mematung saat suaminya dalam keadaan setengah telanjang. Kulitnya yang awalnya putih pucat, sekarang lebih berwarna dan otot kedua lengannya... Grisell menelan ludah lalu memanjatkan doa ucapan syukur pendek. Ia lupa beberapa hari terakhir ini Lord Moore selalu keluar rumah. Meski sekarang baru saja memasuki musim semi, matahari tahun ini lebih sering menampakkan dirinya dibanding tahun lalu. Dan ia senang akan itu.

"Hentikan," tegur Lord Moore membuyarkan Grisell yang baru saja akan berimajinasi. "Kalau kau terus menatapku seperti itu, kita tidak akan membahas masalahmu, kau tahu itu bukan?"

Grisell mengerjap-ngerjapkan mata lalu mengangguk begitu kuat, menyetujui suaminya. Kedua tangannya sudah berada di depan perut dan jemarinya terjalin satu sama lain dengan gerakan yang cukup halus. Ia mengangkat tatapannya pada kedua mata hitam Lord Moore. "Aku sebenarnya tidak memikirkan gaun,"

Melihat gerak-gerik istrinya, alis hitam Lord Moore bertaut tajam. Ia mengambil langkah lambat menuju istrinya. Sebelum ia berangkat kerja tadi pagi, Lord Moore telah dijanjikan perlakuan manis dari istrinya malam ini. Tetapi setelah ia menyadari ada yang salah dari Grisell, ia meragukan janji itu. Begitu sudah tak ada jarak di antara mereka, Lord Moore menyentuh pinggul manis Grisell. "Kau hamil?"

Kedua mata Grisell membesar mendengar tebakan itu. "Tidak—oh tidak, Sayang. Aku tidak hamil," bantahnya terkekeh. Tatapan mata biru itu menurun pada dada bidang Lord Moore yang tidak ditumbuhi bulu.

"Lalu apa yang menganggu pikiranmu, istriku yang manis?" Lord Moore melilitkan ujung rambut Grisell pada jari telunjuknya. Sebisa mungkin ia bernafas dengan normal saat telapak tangan Grisell yang dingin menyentuh dadanya.

"Aku rasa... aku rasa kita harus datang ke Stroud lebih cepat—"

"Kita tidak akan—"

Lucky BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang