Chapter 11

2.3K 219 20
                                    

FOREWORD: Penulis amatir. Bacaan ini diperuntukan kepada pembaca berumur 18+. Tulisan ini mengandung sexual content, strong language, dan violence. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau jalan cerita itu hanya kebetulan semata. Apologize in advance jika terdapat typo, kesalahan pemilihan diksi, ejaan yang salah dan penulisan yang tak rapi. Bacaan ini dibuat untuk menghibur. And please do not copy my story without my permission.

Backsound: (G-Dragon - Crooked. Untitled, 2014. That XX. WHO YOU?), BigBang Album Made. Pink Sweat$ - Honesty. Body Ain't Me.

Just read and enjoy~

CHAPTER ELEVEN

            "Aku sarankan kau untuk tidak berharap lebih pada Lord Edward," ujar Miss Gillbride seusai Hope menceritakan bahwa ia akan menarget pewaris Duke of Cleveland itu pada saat season. Bukannya Miss Gillbride sedang bersikap pesimis atau sinis, ia tidak ingin murid kesayangannya itu patah hati karena tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Untuk kasus ini, siapa yang ia inginkan.

            Hanya bunyi patahan ranting dalam perapian yang membalas ujaran Miss Gillbride. Perapian yang cukup besar itu menemani malam para puteri Moore dan Miss Gillbride di ruang melukis. Angin di musim dingin kali ini lebih menikam dibanding tahun-tahun sebelumnya. Cukup untuk menambah rasa gelisah tanpa alasan. Gadis yang bersimpuh di lantai berlapis karpet hijau dekat perapian itu menggigit bibir bawahnya. Ia gelisah.

            Bukan gelisah karena khawatir akan cuaca malam ini. Bagaimana jika di season pertamanya ia tidak berhasil memikat hati Lord Edward? Cepat-cepat Hope menepis rasa ragu itu. Setelah pertemuannya terakhir dengan Lord Edward di acara Paston House, musim dingin terasa hangat. Oh, senyum itu... Hope teringat bagaimana gigi rapi Lord Edward yang terawat itu tampak. Ia yakin hanya dengan mengingat-ingat kembali percakapannya dengan Lord Edward akan membuatnya hangat. Atau fakta ia bersimpuh dekat perapian. 

            "Kau dengar aku, Miss Hope?" Miss Gillbride menaikkan volume suaranya, tahu bahwa kali ini muridnya itu mendengarnya.

            Ya, Hope mendengar apa yang dikatakan gurunya itu. Sarannya dibalas dengan sikap yang tidak begitu terhormat dari Hope. Melirik dari sudut matanya, gadis itu mendecak kesal. "Beri aku alasan valid agar aku tidak mengharapkannya," tuntut Hope dengan mulut mengerucut.

            Biasanya, Bridget akan menipiskan bibirnya tiap kali Hope membalas balik apa yang dikatakan Miss Gillbride. Ia akan membela Miss Gillbride, tentu saja, karena gurunya itu, entah bagaimana bisa, selalu benar. Karena Hope sangat kurang berpengalaman, tiap argumennya dapat dipatahkan dengan begitu mudah—yang pada akhirnya, Hope akan cemberut sepanjang percakapan. Hanya saja... dua minggu terakhir ini pikirannya selalu jatuh pada percakapan yang dilakukannya dengan kakaknya dan Lord Myhill dua minggu yang lalu di Paston House.

            Sekembalinya di Moore House beberapa hari yang lalu, Lord Moore bersikap seolah-olah percakapan di Paston House tidak pernah terjadi. Kakaknya tetap bersikap tegas seperti biasanya, namun ia dapat melihat sirat rasa kecewa di matanya. Hingga sekarang, Bridget masih belum mengumpulkan keberanian sepenuhnya untuk melakukan percakapan khusus dengan kakaknya.

            Bukan apa-apa, Bridget ingin tahu mengapa kakaknya begitu menentang gagasan dirinya menikah dengan Lord Myhill. Setelah percakapan itu, tunangannya—ya, tunangan!—hendak memeluk Bridget, menenangkannya. Bodohnya, Bridget justru mengambil langkah mundur, menjaga jarak darinya.

            Kedua mata biru Lord Myhill mencari-cari tatapan balik dari Bridget, namun wanita itu memejamkan mata. "Aku rasa... akan lebih baik jika kau segera berbicara dengan Mr. Hamond. Dan hingga aku bisa meluruskan pikirannya, kurasa kita perlu menjaga jarak," ucap Bridget mengangguk yakin.

Lucky BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang