G-305

341 58 1
                                    

Bumi seharusnya benci hujan.

.
.

.

[Bima]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Bima]

Tadinya, Bima langsung berniat memasuki kelas ketika di belakangnya hujan sudah mengguyur dengan deras sekolahnya. Menyalurkan hawa dingin yang gigilnya tak tergantikan. Namun, ketika di sana ia mendapati sosok gadis yang berlari dari gerbang menuju gedung sekolah dengan tas diatas kepala, Bima berhenti.

Mata tajamnya mengamati bagaimana muka pias gadis itu yang diterjang hujan. Rasanya konyol sekali, karena gadis itu berusaha menerobos hujan dengan tas sebagai pelindung kepala yang nyaris tak berguna sama sekali.

Bima berjalan menuju tralis besi, mengamati dengan jelas kelakuan Bulan yang tengah menarik perhatian beberapa orang sekarang.

Pun dengan samar, Bima bisa mendengar bagaimana mereka menertawai dan mencaci tingkah Bulan Arotasi.

Namun perlahan, semua kebisingan tersebut berganti deru napas tercekat bersamaan. Membuat Bimasakti sendiri spontan membeku. Tatkala mendapati Revolusi Bumi dengan mantel hujan kuningnya memayungi gadis itu.

"Sekarang, aku nggak tahu... Ini namanya keberuntungan atau justru awal malapetaka buat kamu, Lan."

disini saja, ada aku

disini saja, ada aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[Bumi]

Bumi bisa melihat dengan jelas bagaimana sepasang mata itu melototinya dengan tubuh kaku. Bibirnya bergetar karena menggigil. Rambutnya sudah basah seutuhnya. Keadaannya terlihat berantakan sekali ditambah tetesan air dari tas yang dia pegang di atas kepala.

Bumi menarik napas. "Pegang." katanya kemudian. Bulan mengerjap, menurunkan tasnya dari atas kepala dan mulai mencangkloknya. Tangan kirinya maju untuk meraih, namun kemudian dia menariknya kembali. Menggunakan tangan kanannya kini.

Disini Saja, Ada Aku ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang