G-314

212 42 2
                                    

Bulan yang mengenal Semesta

.

.

.

"Apa yang terjadi?"

Mars bertanya begitu mereka bertiga sudah berkumpul di kamar sekarang. Lucunya, ini adalah pertama kali mereka bisa berkumpul bersama dengan santai setelah nyaris tiga minggu terakhir sibuk dengan urusan sendiri. Bumi dengan kegiatannya mengajar Bulan, Langit dengan usahanya mendekati Gemini, dan dirinya dengan puluhan gadis yang mengemis atensi.

Untuk itu, hari ini Mars sengaja mematikan ponselnya. Menghindari para gadis itu mengusiknya lebih lanjut. Setidaknya, ia butuh istirahat. Sebab menanggapi mereka tidak akan ada habisnya.

Lagipula bagaimana bisa banyak gadis yang masih mendekatinya sekalipun tahu mereka dipermainkan, sih?!

"Apanya yang apa yang terjadi?" sahut Langit sembari menatap langit-langit kamar sekarang. Merebahkan diri dikasur empuk seperti ini, rasanya nyaman. Mengistirahatkan deretan hal melelahkan yang menerjangnya akhir-akhir ini.

Perdebatan dengan Gemini yang tak kunjung berakhir. Sifat keras kepala gadis itu yang tiada banding. Juga perasaannya yang melayang-layang tanpa kepastian.

"Selama tiga minggu ini kita jarang kumpul. Bukannya banyak hal yang terjadi?" tanya Mars sembari mengambil bantal guling. Mendekapnya erat, dan berakhir menatap Bumi yang terlihat asik membaca buku sekarang dengan kacamatanya.

"Misalnya, seperti Bumi yang ditempeli Bintang Kejora." lanjut Mars disusul cengiran menggoda. Sementara Bumi yang berada tepat diseberangnya masih tenang membalikkan lembar bukunya. "Ada apa diantara kalian, Bum?"

Langit menatap temannya ikut penasaran. Memilih mendudukan diri supaya melihat raut wajah Revolusi Bumi dari tempatnya. "Apa yang bikin kalian jadi dekat akhir-akhir ini?" tanya Langit meskipun melanjutkan dalam hati kemudian.

Juga apa yang membuat Bulan Arotasi berhenti memuja kamu, dan memilih menjauhkan diri begitu saja, Bum?

"Revolusi Bumi yang punya bakat menaklukkan hati para wanita, nggak mau berbagi apapun ya?" tanya Mars menyelipkan nada mengejek dalam suaranya. Langit yang mendengar hanya menganggap angin lalu, dan Bumi yang menjadi sasaran sudah membuka bibir untuk menjawab.

"Pak Tian mengusulkan aku supaya menghabiskan waktu dengannya. Dia kira kami saling menyukai." katanya tanpa menghentikan kegiatan membacanya sekarang.

"Lalu?" Langit mengerutkan alis.

"Kamu menyukainya?" tanya Mars terdengar lebih serius.

"Belum."

"Jadi ada kemungkinan iya?" sahut Langit mencari tahu. Entah mengapa, ada yang mengganjal disana. Seperti ada sesuatu yang besar telah terjadi namun disembunyikan oleh lelaki itu.

"Aku nggak bisa bertaruh dengan perasaan, Lang. Lagipula, mengapa aku nggak bisa menyukai perempuan sesempurna dia?"

"Karena aku dan Langit pikir kamu menyukai Bulan Arotasi, " ujar Mars menengahi. "dan ketika kamu menyukai Bulan Arotasi, Bum, harusnya kamu nggak mengikutsertakan Bintang Kejora juga."

Bumi tak membalas apapun, hanya membalik lembar bukunya sementara Langit Lazuardi sudah menyembunyikan kepalan tangan disamping tubuhnya.

"Apa yang terjadi diantara kamu dan Bulan, sih?" tanyanya tak habis pikir.

Bumi menarik napas dalam, menutup bukunya dan berakhir menatap kedua temannya bergantian. Menegaskan dari sepasang matanya yang berbinar serius.

"Bulan Arotasi cuma orang selewat dihidupku. Kalau dia menyukaiku dan berakhir patah hati, itu masalahnya. Sama seperti puluhan perempuan yang kalian patahkan hatinya."

Disini Saja, Ada Aku ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang