G-308

233 43 9
                                    

Bulan yang mendung

.

.

.

[Sebastian]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Sebastian]

Gemini menggigiti bagian dalam pipinya ketika Pak Tian sudah memasuki kelas dan bersiap mengabsen. Jantungnya semakin berdebar menakutkan tatkala mendapati lirikan maut Bimasakti dari bangku seberang.


Ia menggerakkan kaki tak nyaman, mengusap terus menerus telapak tangannya sembari menatap pintu kelasnya penuh harap.

Mengapa Bulan Arotasi tak kunjung datang?

"Bimasakti, bapak minta kertas remedial teman sekelasmu sekarang." tuturnya yang menjadi satu dari sekian banyak alasan jantung Gemini semakin bertalu-talu. Ia melirik Bima putus asa. Memilih untuk tak melakukan apapun dan membiarkan Bima berdiri dari kursinya.

Berjalan menuju meja guru dengan wajah datar. Meskipun seluruh teman sekelasnya tahu malapetaka apa yang akan mereka hadapi beberapa saat lagi.

Pak Tian menerima tumpukan folio bergaris tersebut, menatap Bima dengan senyum tipis dan mengangguk pelan. "Terima kasih." ucapnya sembari membalik lembar demi lembar.

Bima kembali ke tempat duduknya, melirik pintu sekali lagi sebelum menanti perubahan ekspresi guru matematikanya.

Tuhan, datangkan bantuan kepada kami, tolong.

Paling tidak bawa Bulan Arotasi kemari.

Demi Tuhan, kau pun tahu seberapa keras ketakutan itu menyerang aku sekarang, hati.

Gemini terus merapal dari dalam hati. Memejamkan mata sambil menciumi kepalan tangannya penuh permohonan.

Namun Tuhan memilih membuat mereka mendengar suara dingin Sebastian mengudara pagi ini. Hantaman keras hingga membuat dering alarm bahaya melengking dari dalam kepala.

"Di mana milik Bulan Arotasi?"

Gemini menjatuhkan keningnya di atas meja. Mengubur wajahnya sekalian. Tak ingin melihat apapun yang terjadi ketika Bimasakti berakhir kembali menatap gurunya dan berhenti menonton rintik hujan dibalik jendela yang menjadi kegiatannya dari tadi.

"Di mana Bulan Arotasi?" tanyanya semakin dingin. Sepasang bola matanya sudah menampilkan sejuta emosi yang berusaha ditahan.

Disini Saja, Ada Aku ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang