G-334

169 39 5
                                    

Satu Kersa

.
.
.


Vega sedang menatap pantulan dirinya di depan cermin ketika Gamma datang sembari memegang kedua bahunya, membiarkan mereka berdua sama-sama menatap pantulan diri dihadapan cermin malam ini.

"Ada apa hari ini?" Gamma bertanya sementara Vega membalas tanpa mengalihkan pandangannya. Memuja suaminya tanpa jeda dari dalam hatinya. "Nggak ada hal yang menyebalkan. Semua berjalan baik, termasuk ketika aku kembali bertemu dengan Meda tadi sore."

"Hmm? Meda yang itu?" tanya Gamma sembari mengusap bahunya. "Membicarakan apa?"

"Membicarakan Bulan dan Bintang, suami aku dan mendiang istrinya. Apalagi memangnya?"

Gamma mengedikan bahu sembari tersenyum lucu, "Nggak ada. Memangnya apalagi, Ma?"

"Kamu menyebalkan." Vega membalas sembari memutar tubuhnya, membiarkan Gamma memberi sedikit jarak diantara mereka supaya dapat melihat raut wajah istrinya yang sedang terlihat kesal sangat lucu. "Kenapa jadi aku yang menyebalkan, Mama?"

"Karena kamu nggak mengaku, Gamma." katanya gemas saat lelaki itu masih pura-pura tidak tahu.

"Mengaku?" Gamma tertawa. "Apa yang harus akui kepada kamu?"

"Kamu cemburu kan? Kamu cemburu aku pergi bersama Meda, tapi kamu nggak mau mengakuinya?"

Gamma tersenyum lagi, mengusap rambut wanitanya sebelum bertanya untuk mengalihkan perhatian Vega segera. "Ini hari ke berapa ya, Ma?"

"Mas? Ya Tuhan kamu itu."

Gamma membalasnya dengan senyum manis, "Apa? Aku kan cuma bertanya, ini hari keberapa ya? Karena sepertinya anak aku satu-satunya udah pergi terlalu lama."

Vega membuka mulutnya, bersiap menggurui suaminya malam ini. "Bulan sudah besar, Pa. Umurnya bakal 17 tahun ini. Terlepas dari semua itu, dia juga sudah punya pacar dan banyak teman." Ucap Vega sebelum menarik ujung piyama suaminya. "Ayo katakan." bujuknya pantang menyerah.

"Bumi ya?" Gamma bergumam pelan, tenggelam dalam pikirannya ketika berakhir mengingat kembali interaksi singkat antara dirinya dengan lelaki itu sebelum dia betul-betul melepas anaknya. Sejauh ini masih terlihat sopan dan baik hati, tapi Gamma ragu semua itu betulan tulus atau pencitraan di awal saja. Jadi dia memantapkan hati untuk mengospek pacar pertama anaknya setelah kepulangan mereka.

Ya. Setidaknya, kalau berani maju harus menyicip guyuran air selang rumahku dulu. Pikir Gamma sungguh-sungguh.

Lelaki itu mengangguk setuju. "Kamu benar, Ma. Tapi itu nggak menjawab pertanyaan aku, sudah berapa lama anak aku satu-satunya pergi?"

"Tujuh hari." jawab Vega mengalah.

"Itu berarti tinggal dua hari lagi dia pulang kan?" tanya Gamma mendadak semringah, Vega mencibir. Dia melepas pegangannya pada ujung piyama Gama sebelum berjalan kesal menuju kasurnya.

"Kenapa juga aku lupa kalau kamu adalah pendonor terbesar Bulan pintar mengalihkan pembicaraan?" sungutnya disahut tawa renyah Gamma Ardhana.

"Ma, aku nggak cemburu." Lelaki itu berjalan menyusul Vega. Ikut membaringkan dirinya disisi wanita itu sebelum menatap wajahnya penuh puja. "Karena aku tahu sekalipun mantan pacar kamu bisa berpikir untuk merebut kamu dari aku,"

"Kamu selalu pulang ke rumah aku." senyum tulusnya semakin melebar ketika Vega menatapnya dalam diam. "Dan sekalipun kamu tersesat untuk pulang ke rumah aku. Aku selalu punya banyak cara untuk menjemput kamu."

Disini Saja, Ada Aku ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang